Bayangkan hidup di dunia tanpa kemampuan untuk melihat, di mana setiap informasi, pelajaran, dan hiburan sebagian besar disampaikan melalui media visual. Dalam kondisi seperti ini, bagaimana seseorang bisa membaca buku, menulis surat, atau bahkan merasakan kebebasan untuk belajar dan mengejar impian? Pertanyaan ini mungkin terlintas di benak banyak orang sebelum tahun 1824, saat seorang remaja genius bernama Louis Braille memperkenalkan sistem revolusioner yang mengubah segalanya.
Tanggal 4 Januari setiap tahun menjadi momen istimewa untuk mengenang sosok inspiratif ini dan karyanya yang luar biasa. Hari Braille Sedunia bukan hanya sekadar peringatan sejarah, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang betapa pentingnya inovasi untuk menciptakan kesetaraan. Di balik titik-titik kecil yang membentuk huruf-huruf Braille, tersembunyi cerita perjuangan, dedikasi, dan semangat untuk menjembatani kesenjangan antara tunanetra dan dunia di sekitarnya.
Dalam perayaan ini, kita tidak hanya mengenang Louis Braille, tetapi juga merenungkan betapa besar pengaruh dari sebuah inovasi kecil yang mampu meruntuhkan tembok keterbatasan. Lebih dari itu, Hari Braille Sedunia adalah sebuah pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia, memberikan kesempatan yang sama, dan menciptakan dunia yang inklusif bagi semua orang tanpa memandang kemampuan fisiknya. Mari kita selami lebih jauh kisah Loius Braille dan warisannya yang abadi hingga kini.
Siapakah Louis Braille?
Melansir laman National Today, hari ini dunia memperingati Hari Braille Sedunia untuk menghormati kelahiran seorang tokoh besar, Louis Braille. Penemu sistem Braille ini telah memberikan karunia luar biasa bagi jutaan orang tunanetra di seluruh dunia, membuka jalan bagi mereka untuk mengakses informasi dan pendidikan secara mandiri.
Louis Braille adalah seorang warga Prancis yang lahir pada tanggal 4 Januari 1809. Saat masih kecil, Louis kehilangan penglihatannya akibat kecelakaan tragis. Ketika berusia tiga tahun, ia secara tidak sengaja melukai matanya dengan penusuk milik ayahnya, yang kemudian menyebabkan kebutaan total. Meskipun menghadapi keterbatasan, Louis menunjukkan semangat belajar yang luar biasa.
Pada usia 10 tahun, ia diterima di Royal Institute for Blind Youth di Prancis. Di sana, Louis mulai merumuskan sebuah sistem baca-tulis yang revolusioner. Sistem ini menggunakan titik-titik timbul yang dirancang agar dapat dirasakan oleh ujung jari. Pada usia 15 tahun, Louis telah menyempurnakan sistem tersebut, yang kini dikenal sebagai Braille.
Sistem Braille terdiri dari kode berbasis sel dengan enam titik, memungkinkan penggunanya untuk membaca dengan cepat melalui sentuhan. Sistem ini tidak hanya sederhana, tetapi juga sangat efektif, sehingga dengan cepat diadopsi di berbagai negara sebagai standar komunikasi bagi tunanetra. Sayangnya, Louis Braille sendiri tidak sempat menyaksikan bagaimana karyanya diakui secara luas. Ia meninggal pada tahun 1852, dua tahun sebelum sistem Braille mulai diajarkan di institusinya sendiri.
Kontribusi besar Louis Braille bagi dunia akhirnya diakui oleh United Nations General Assembly (UNGA). Pada bulan November 2018, UNGA menetapkan tanggal 4 Januari sebagai Hari Braille Sedunia, yang pertama kali diperingati pada tahun 2019. Hari ini dirayakan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya aksesibilitas informasi bagi tunanetra dan untuk menegaskan kembali hak mereka atas pendidikan, kebebasan berekspresi, serta akses ke informasi.
Mengapa Hari Braille Sedunia Penting?
Hari Braille Sedunia mengingatkan kita akan pentingnya inklusivitas dan aksesibilitas bagi semua orang, tanpa terkecuali. Sistem Braille telah membuka peluang bagi tunanetra untuk belajar, bekerja, dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial. Hari ini juga menjadi momen untuk mendorong inovasi dan kebijakan yang mendukung kesetaraan hak bagi individu dengan disabilitas visual.
Hari Braille Sedunia adalah perayaan atas warisan Louis Braille dan pengakuan akan pentingnya aksesibilitas informasi bagi tunanetra. Dengan memperingati hari ini, kita tidak hanya menghormati seorang tokoh besar, tetapi juga mengingatkan diri kita sendiri akan tanggung jawab untuk menciptakan dunia yang inklusif bagi semua orang. Mari jadikan tanggal 4 Januari sebagai pengingat bahwa setiap individu, tanpa memandang kemampuan fisiknya, berhak mendapatkan hak yang setara untuk hidup bermartabat. [UN]