Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Koran Sulindo – Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dalam kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 14 Januari 2019 lalu menyebut nama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Neneng menyebut nama Tjahjo waktu Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan soal rapat pembahasan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT) proyek Meikarta seluas 84,6 hektare.

Pihak KPK pun lalu memanggil Tjahjo untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Tjahjo memenuhi panggilan tersebut pada Jumat pagi (25/1). Setelah diperiksa, Tjahjo mengungkapkan, penyelidik KPK mengklarifikasi kesaksian Neneng Hassanah.

“Saya sebagai Mendagri ditanya terkait kesaksian Ibu Neneng. Intinya apa yang saya ketahui, apa yang saya dengar, atau apa yang saya bicarakan dengan bupati, sudah itu aja,” tuturnya.

Diceritakan Tjahjo, ia memang menelepon Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Soni Sumarsono yang sedang menggelar rapat bersama Neneng, perwakilan PT Lippo Cikarang, pejabat Badan Pertanahan Nasional, perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan staf Nenang.

“Saya telepon ke dirjen saya [Soni], sedang ada rapat. Disampaikan bahwa di dalam ruangan Pak Dirjen ada Bupati [Neneng]. Hasil rapat sudah selesai bahwa, intinya, perizinan itu yang mengeluarkan adalah bupati atas rekomendasi gubernur,” kata Tjahjo.

Ia meminta Soni menyerahkan ponselnya ke Neneng. Tjahjo berpesan agar Neneng dan jajarannya beserta Pemerintah Provinsi Jawa Barat menuntaskan polemik perbedaan kewenangan yang menghambat investasi proyek tersebut.

Tjahjo juga menegaskan agar urusan perizinan Meikarta diselesaikan sesuai dengan mekanisme Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). “Kalau sudah beres semua segera bisa diproses. [Neneng mengatakan] ‘Baik, Pak, sesuai aturan.’ Baik sesuai aturan, ya, udah itu saja,” kata Tjaho

Menurut dia, pemberian arahan kepada bupati sudah sesuai dengan tugasnya sebagai menteri. Akan halnya mengenai rekomendasi gubernur, Tjahjo mengaku tidak mengetahui terlalu jauh.

Rapat tersebut merupakan inisiatif Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan mengundang Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Rapat itu dilakukan atas saran Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR, yang meminta Kemendagri mengonsolidasikan kebijakan Pemprov Jawa Barat dan Pemkab Bekasi terkait permasalahan perizinan proyek Meikarta.

“Jangan sampai investasi itu terhambat, karena investasi di daerah harus didorong. Tapi sesuai aturan. Soal kemudian dalam proses ada kasus oleh KPK, ya, itu bukan kewenangan saya,” katanya.

Upaya tersebut ditempuh Kemendagri sebagai bentuk pengawasan sekaligus pembinaan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Kemendagri, ungkap Tjahjo lagi, tak bisa mencampuri urusan perizinan proyek tersebut. “Bukan kewenangan Mendagri untuk memberikan izin investasi di daerah. Itu teknis,” katanya.

Tjahjo juga mengatakan, tidak ada permintaan dari Presiden Komisaris Lippo Group Theo Sambuaga terkait proyek Meikarta. “Tidak ada, walaupun dia teman saya zaman KNPI [Komite Nasional Pemuda Indonesia] dulu,” tuturnya.

Neneng telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Begitu pula Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan Lippo Group Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai Lippo Group Henry Jasmen.

Yang juga menjadi tersangka adalah Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi; Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Dewi Tisnawati; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Bekasi Jamaluddin, dan; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M.B.J. Nahor. Para pejabat tersebut diduga menerima suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Suap diberikan oleh pejabat pengembang properti Lippo Group.

KPK juga telah memeriksa Soni Sumarsono sebagai saksi pada 10 Januari lalu. Setelah menjalani pemeriksaan, Soni mengatakan, pembangunan proyek Meikarta sudah berjalan, sedangkan perizinannya belum lengkap.

“Nah ini menjelaskan terkait konteks ini dalam hubungannya dengan rapat yang dilakukan di Ditjen Otonomi Daerah dan surat yang kami layangkan kepada gubernur supaya mencari solusi, koordinasi antarkepala daerah provinsi dengan kabupaten sebaik-baiknya,” tutur Soni. [RAF]