Koran Sulindo – Setelah menuai polemik, pedoman tentang pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan jaksaharus seizin Jaksa Agung dicabut.
Pencabutan pedoman tersebut lantaran menimbulkan disharmoni antar bidang tugas dan apabila diberlakukan saat ini dipandang belum tepat.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengklaim, pedoman tersebut sebelumnya untuk memperjelas ketentuan pasal 8 ayat (5) Undang-undang nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Ketentuan pasal tersebut berbunyi “Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung”.
Pasal tersebut dinilai sering menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan pedoman pelaksanaan. Pembuatan pedoman tersebut pun membutuhkan kajian yang cukup lama, tetapi hingga saat ini masih diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi lebih lanjut dengan Kementerian Hukum dan HAM serta instansi terkait.
Pedoman nomor 7 tahun 2020, kata Heri, sebetulnya belum secara resmi dikeluarkan atau diedarkan oleh Biro Hukum Kejaksaan Agung, tetapi telah beredar melalui aplikasi perpesanan oleh oknum yang akan ditelusuri lebih lanjut.
“Beredarnya pedoman tersebut melalui WhatsApp diduga dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu akan dilakukan penelusuran terhadap siapa yang menyebarkannya,” ujar Hari Setiyono, Kamis (13/8). [WIS]