Tim ini bertugas mengembalikan kedudukan Negara Republik Indonesia yang semula diubah menjadi RIS yang di dalamnya terdapat RI dan negara-negara federal, yang disepakati pendiriannya hanya untuk kebutuhan Konperensi Meja Bundar (KMB) sesuai tuntutan Belanda. Presiden Soekarno ingin agar tanggal 17 Agustus 1950 RIS dan RI sudah kembali melebur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tanggal 3 Juni 1950 tim itu menghasilkan Sub-panitia Perancang UUD, Sub- Panitia Politik, Sub Panitia Ekonomi dan Keuangan, Sub Panitia Pertahanan, serta Sub Panitia Sosial.
Pada tanggal 29 Juni 1950 panitia ini berhasil menyusun RUUD Sementara dan keesokan harinya langsung diserahkan kepada kedua pimpinan negara: Presiden RIS Soekarno dan Presiden RI Mr. Assat. UUD itu kemudian dikenal dengan UUD 1950.
Panitia bersama itu selajutnya menyusun kementrian-kementerian yang terdiri dari: Kementrian Dalam Negeri; Luar Negeri; Pertahanan; Kehakiman; Keuangan; Perdagangan dan Perindustrian; Pertanian; Perhubungan; Perburuhan; Kesehatan; Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP&K); Sosial, dan Agama. Susunan ini disetujui oleh kedua Perdana Menteri yaitu: Perdana Menteri RIS Moh. Hatta dan Perdana Menteru RI Abdul Halim.
Panitia ini juga menyusun organisasi Parlemen dan Konstituante dengan memperhatikan keterwakilan dari golongan-golongan kecil.
Bagi anggota tim ini–I. R. Lobo, B. Sahetappy Engel, Mr Albert Mangaratua Tambunan, Teuku Mohammad Hassan– berdiplomasi dalam organisasi bukanlah hal baru.
Saat Jakarta diduduki Belanda, misalnya, Lobo membentuk Direktorat Jenderal Doane (Bea Cukai) yang berkedudukan di Magelang dan menjadi dirjennya yang pertama. Di Jogjakarta ia membentuk Batalion Paradja, yang teridiri dari pemuda-pemuda asal Karisidenan Timor yang bergabung dalam Resimen Sunda Kecil. Ia ikut juga merebut KPM yang dijadikannya sebagai pelayaran milik RI dengan nama Pelni.
Dalam Ensiklopedia Indonesia pertama yang diterbitkan oleh Penerbitan NV W. Van Hoeve, Bandung, tahun 1955, I.R. Lobo disebut sebagai anggota KNP (Komite Nasional Pusat) yang sekarang disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sejk bulan Maret 1947. Di KNP ia menjadi Ketua Fraksi Partai Indonesia Raya (Parindra). Bulan April 1951 ia keluar dari Parindra dan membentuk Persatuan Rakyat Marhaenis Indonesia (Permai) dan menjadi ketua umumnya. Sejak tahun 1945 Ia aktif dalam GRISK (Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Keci)l yang ikut memperjuangkan kemerdekaan tahun RI. Sejak tahun 1947 – 1950 GRISK dipimpin Prof. Ir. Herman Johannes.
Mr A. M. Tambunan adalah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) kemudian menjadi Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Partai Kristen Indonesia. Ia lahir di Tarutung, tahun 1911.
Sedangkan Mr Teuku Mohhamd Hassan lahir di Sigli, Aceh tahun 1906. Setamat dari pendidikan Ilmu Hukum di Leiden, Belanda, ia memimpin Muhamdiyah di Aceh, duduk dalam Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, menjhabat Gubernur Sumetera, kemudian Menteri Dalam Nnegeri dalam pemerintahan darurat.
Nama-nama mereka juga terdapat dalam buku Bung Hatta, “Mendayung di Antara Dua Karang”, yang aslinya merupakan pidato dalam penyusunan kebijakan luar negeri Republik Indonesia. Nama-nama mereka dalam susunan Pembentukan NKRI umumnya dinamai jalan di Ibukota negara atau provinsi tempat mereka berasal, kecuali I. R. Lobo dan Sahetappy Engel. Tokoh-tokoh itu juga sudah diangkat sebagai Pahlawan Nasional, kecuali kedua politisi asal Kupang itu.
Pemerintah Indonesia ada baiknya memperhatikan soal ini. Para tokoh ini layak dihargai jasa-jasanya bagi bangsa dan negara. [Peter A. Rohi]
Artikel ini pernah di muat pada (7 Desember 2017)



