Tersangka Kasus Korupsi Helikopter AW 101 Pernah Mau Kabur ke Luar Negeri

Ilustrasi/YMA

Koran Sulindo – Tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101 milik TNI Angkatan Udara, Irfan Kurnia Saleh, diduga mencoba kabur ke luar negeri pada akhir Desember 2017 lalu.

Direktur PT Diratama Jaya Mandiri itu diduga akan menyeberang ke Singapura lewat Kepulauan Riau pada 14 Desember 2017 lalu. Hal itu berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Direktorat Jenderal Imigrasi Kelas I Batam yang didapat Koran Sulindo.

Usaha tersebut gagal dilakukan, karena Irfan sudah masuk dalam daftar cegah dan tangkal (cekal).

Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi, Kemenkumham, Agung Sampurno, mengatakan Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) sudah melakukan permintaan pencegahan untuk yang bersangkutan.

“Perpanjangan cegah atas permintaan KPK berlaku sampai dengan 30 Mei 2018,” kata Agung, ketika dikonfirmasi Koran Sulindo.

Ilustrasi/YMA

Dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp224 miliar ini, tersangka Irfan pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Oktober 2017 silam, atas penetapannya sebagai tersangka tersangka.

Hakim tunggal Kusno menolak permohonan Irfan, lantaran bukti surat di tahap penyelidikan dan berita acara pemeriksaan yang mengarah ke penyidikan dapat dijadikan bukti permulaan sehingga telah ada bukti permulaan yang cukup.

Irfan diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW 101 di TNI AU tahun 2016-2017.

Kerugian keuangan negara diperkirakan sekitar Rp 224 miliar.

Latar Belakang

Pada April 2016, TNI AU melakukan pengadaan satu unit Helikopter  AW 101 dengan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang hanya diikuti dua perusahaan peserta lelang.

Irfan selaku Direktur PT DJM juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.

KPK menduga, sebelum proses lelang, tersangka Irfan telah melakukan perikatan kontrak dengan AgustaWestland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.

Pada Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri, dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman Helikopter  AW 101 akan dilakukan sekitar Februari 2017.

POM TNI telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Helikopter AW 101 di TNI AU. Kelimanya merupakan anggota TNI AU, yaitu Kolonel Kal FTS SE, Kepala Unit Pelayanan Pengadaan; Marsekal Madya TNI FA, pembuat komitmen dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol Administrasi WW, pejabat pemegang kas atau pekas; Pembantu Letnan Dua SS, staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu; dan Marsda TNI SB, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara. [YMA]