Terbakarnya Museum Bahari, Rumah Cimanggis, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

Museum Bahari terbakar pada 16 Januari 2018.

Koran Sulindo – Situs bersejarah Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara terbakar pada Selasa pagi ini (16/1). Menurut informasi yang diterima dari Kantor Pemadam Kebakaran Jakarta Utara, museum tersebut dilaporkan terbakar pada pukul 08.55 WIB.

Beberapa pemilik akun di Twitter mengeposkan foto-foto dan video terkait kebakaran tersebut. Tampak terlihat kobaran api yang sangat besar melalap salah satu situs bersejarah sangat tua di Jakarta itu.

Kawasan Museum Bahari atau Museum Kebaharian memang merupakan situs bersejarah. Di kawasan ini juga ada Menara Syahbandar dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Bangunan Museum Bahari dan Menara Syah Bandar dibuat oleh penjajah dari Eropa. Bangunan Museum Bahari awalnya merupakan gudang untuk menyimpan rempah-rempah.

Sementara itu, Pelabuhan Sunda Kelapa awalnya adalah pelabuhan yang masuk wilayah Kerajaan Pajajaran.Pelabuhan ini dibangun sebelum tahun 1500. Pelabuhan ini semakin ramai dan berkembang setelah orang-orang Portugis diberi hak monopoli penjualan air tawar oleh Kerajaan Pajajaran sejak tahun 1522. Menjelang berakhirnya abad ke-16, kapal-kapal dagang VOC dari Belanda mulai berdatangan ke Sunda Kelapa, setelah sebelumnya mereka mendarat di Pelabuhan Karangantu, Banten. Lama-kelamaan, setelah diberi izin membangun gudang dan benteng pada tahun 1610-1611, VOC menguasai pelabuhan tersebut dan juga wilayah sekitarnya, yang kemudian diberi nama Batavia. Sejak itu, penjajahan Belanda atas Nusantara pun dimulai, terutama setelah benteng yang dibangun dijadikan pusat VOC di Asia pada tahun 1619.

Pada tahun 1629, Batavia dikepung Sultan Agung Mataram. Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (J.P. Coen) yang memimpin VOC kala itu meninggal setelah mengidap penyakit kolera. Setelah Coen meninggal, daerah sisi barat Sungai Ciliwung dikembangkan dan dikelilingi oleh tembok kota dan kubu-kubu. Kubu yang masih ada sampai sekarang ini adalah kubu Kulemborg dan Zeeburg, yang tinggal reruntuhan.

Baru pada tahun 1652, bagian tertua dari bangunan gedung rempah dibangun, yang sekarang dikenal dengan nama Museum Bahari. Bekas gudang rempah tersebut diresmikan sebagai Museum Bahari pada tahun 1977, dengan gudang dan menara-menara kawal VOC di dalamnya.

Sementara itu, pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Senin kemarin (15/1) tentang bangunan situs bersejarah di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, menuai kontroversi. Dalam kesempatan menjelaskan rencana pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Jusuf Kalla mengatakan, tak ada yang pantas dibanggakan dari bekas bangunan rumah yang dikenal sebagai Rumah Cimanggis. “Rumah itu rumah istri kedua dari penjajah yang korup. Masak situs itu harus ditonjolkan?” kata Kalla. Karena itu, Jusuf Kalla meminta agar jangan ada pihak yang mempertentangkan antara bekas bangunan itu dengan pemanfaatan kampus UIII. “Apa yang musti dibanggain?” tutur Jusuf Kalla lagi.

Situs bersejarah itu memang masuk ke dalam area yang akan dibangun kampus tersebut. Rumah Cimanggis adalah bekas rumah peninggalan Gubernur Jenderal VOC Petrus Albertus van der Parra.

Dalam penilaian ahli sejarah bangunan tua Adolf Heuken, Rumah Cimanggis merupakan contoh terbaik dan satu-satunya yang tersisa di Depok dari rumah peristirahatan atau land huizen pejabat VOC di pinggir Batavia. Arsitektur paling artistik gaya pertemuan unsur kebudayaan tropis Jawa dengan unsur gaya klasisisme kebudayaan Eropa dari masa Louis XV.

Letak Rumah Cimanggis berada di kilometer 34 jalan arah Bogor, sebelum kawasan Cibinong. Situs ini berada dalam Kompleks Perumahan Radio Republik Indonesia (RRI) Depok.

Jadi, cara berpikir Jusuf Kalla itu membuat waswas banyak orang, terutama para sejarawan dan peminat sejarah. Juga orang-orang yang peduli dengan negeri ini. Karena, bila cara berpikir itu diteruskan, akan sangat banyak situs bersejarah di Indonesia bisa dihancurkan, karena banyak banyak situs bersejarah yang merupakan peninggalan bangsa penjajah. Lagi pula, Johanna Bake yang tadinya menempati Rumah Cimanggis itu bukan istri kedua dalam pengertian poligami. Petrus Albertus van der Parra menikahi Johanna Bake setelah istri pertamanya, Elizabeth, meninggal dunia dua tahun sebelumnya.

Khawatir Rumah Cimanggis akan dibumiratakan, sejumlah sejarawan dan peminat sejarah membuat petisi online bertajuk “Selamatkan Situs Sejarah Rumah Cimanggis Depok Abad 18”. Petisi ini diprakarsai oleh Komunitas Sejarah Depok.

Selain Rumah Cimanggis, di Depok sebenarnya ada beberapa situs bersejarah lagi, antara lain Rumah Pondok Cina dan Rumah Pembakaran Kapur di Curug, Cimanggis. Namun, pada 2007, sebagian besar ruangan di Rumah Pondok Cina yang dibangun tahun 1690—dihancurkan. Yang disisakan hanya bagian depannya, dengan interiornya yang telah dimutilasi, disesuaikan untuk keperluan komersial mal dan hotel yang dibangun di sana.

Akan halnya Rumah Pembakaran Kapur di Curug dihancurkan pada akhir 2013. Bekas lahannya didirikan gudang pabrik obat. Padahal, arsitekturnya sangat khas dan sudah langka di Indonesia.

“Maaf @Pak_JK, ada yang bilang, semakin baik kita memahami masa lalu, akan semakin baik kita menyiapkan masa depan,” demikian dicuitkan sejarawan J.J. Rizal lewat akun Twitter-nya pada Selasa pagi tadi terkait ujaran Jusuf Kalla tentang Rumah Cimanggis. Rizal sendiri adalah warga Depok dan lulusan Jurusan Sejarah Universitas Indonesia. [RAF]