Tarian Sintren: Kesenian Tradisional Sarat Mistis dari Cirebon

Tari Sintren || Foto : Instagram @bhayphoto.official

Tarian Sintren adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Tarian ini dikenal memiliki unsur mistis yang kuat, membuatnya unik dan menarik perhatian banyak orang.

Pementasan Tarian Sintren

Tarian Sintren dibawakan oleh seorang wanita yang didampingi oleh satu orang dalang. Seperti seni tari lainnya, Tarian Sintren diiringi oleh alunan musik yang khas. Selain penari utama, terdapat beberapa wanita lain yang bertugas sebagai penari pengiring.

Elang Iyan Ariffudin, Kepala Unit Cagar Budaya Keraton Kacirebonan, menjelaskan bahwa Tarian Sintren adalah bentuk kesenian rakyat yang terdapat di beberapa daerah pesisir pantai, termasuk di Cirebon.

Proses pementasannya dimulai dengan penari yang diikat dengan tali dan dimasukkan ke dalam sebuah kurungan yang ditutup oleh kain. Beberapa saat kemudian, sang penari akan keluar dalam keadaan tubuh yang sudah terlepas dari ikatan.

Selain itu, penampilannya berubah dengan mengenakan pakaian khusus dan kacamata hitam.

Saat musik mulai dimainkan, penari Sintren akan melenggak-lenggok mengikuti irama. Namun, ada keunikan dalam pementasan ini: ketika ada penonton yang melemparkan uang dan tepat mengenai tubuh penari, sang penari akan terjatuh.

Pada saat itu, dalang yang mendampingi akan membantu penari untuk kembali berdiri, dan pementasan terus berlanjut dengan cara yang sama.

Asal Usul dan Makna Sintren

Nama “Sintren” berasal dari dua kata, yaitu “Si” yang berarti Dia, dan “Tren” yang berarti Putri. Sehingga, nama Sintren memiliki makna “Si Putri”. Elang Iyan menyatakan bahwa kesenian tari Sintren sudah ada sebelum ajaran Islam masuk ke tanah Jawa, ditandai dengan syair-syair dalam tarian yang menyebut dewa-dewa.

Dahulu, Tarian Sintren hanya dipentaskan pada malam bulan purnama, karena pada masa itu belum ada teknologi penerangan seperti sekarang. Namun, seiring berjalannya waktu, pementasan tari Sintren kini dapat dilakukan pada siang hari untuk menghibur wisatawan dan memeriahkan acara hajatan.

Transformasi dan Dakwah Islam

Setelah ajaran Islam masuk ke tanah Jawa, terutama pada era Walisongo, Tarian Sintren juga digunakan sebagai media dakwah oleh para wali. Syair-syair dalam kesenian tari Sintren kemudian diisi dengan ajaran Islam, seperti shalawat.

“Setelah Islam masuk, khususnya di era Walisongo, syair-syair dalam kesenian tari Sintren kemudian diisi dengan ajaran Islam, seperti shalawat,” kata Elang Iyan.

Meskipun Sintren bukan berasal dari kebudayaan Islam, para wali berhasil mengintegrasikan kesenian ini sebagai salah satu media dakwah Islam, menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitas kebudayaan lokal dalam menerima ajaran baru.

Tarian Sintren adalah salah satu warisan budaya yang kaya akan sejarah dan nilai-nilai mistis. Keunikan dan daya tariknya tidak hanya terletak pada gerakan tari, tetapi juga pada cerita dan transformasi yang menyertainya.

Dari masa pra-Islam hingga era Walisongo, Tarian Sintren terus berkembang, menunjukkan bahwa kebudayaan tradisional dapat beradaptasi dan tetap relevan di berbagai zaman. [UN]