Target EBT Indonesia Masih Terkendala Kondisi PLN

Ilustrasi, energi hijau.

Keinginan pemerintah untuk mengejar target bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebanyak 23% di tahun 2025 tampaknya tidak mudah untuk terealisasi. Hingga saat ini realisasi bauran EBT baru mencapai sekitar 12% .masih jauh dari targt.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui bahwa pengembangan energi hijau atau EBT memiliki tantangan yang berat. Salah satunya mengenai adanya over suplai listrik yang sedang dialami oleh PT PLN (Persero).

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, untuk mengejar target bauran EBT di tahun 2025 memang tidak mudah di tengah kondisi yang di alami oleh PLN saat ini.

“Saya memperjelas dikit dari sisi tantangan. Kita tidak bisa pungkiri bahwa kondisi PLN memang sama-sama kita pahami, begitu realistisnya. Namun saya juga tidak bisa menerima kalau ini tidak ada peluangnya,” terang Dadan dalam Agenda EBTKE ConEx 2022, Kamis (2/6).

Untuk dapat mengejar target tersebut, pemerintah memiliki cara lain, yaitu dengan cara mengejar Power Purchasement Agreement (PPA) listrik oleh perusahaan listrik swasta/IPP kepada wilayah usaha (wilus) lain di luar dari wilayah usaha milik LN.

“Tidak hanya dengan PLN untuk memperluas transisi energi, memang utamanya pasti nanti EBT ini on grid dengan PLN karena PLN pemegang wilayah usaha terbesar di dalam negeri. Tapi sekarang akan mulai kontrak PPA dengan pemegang Wilus non PLN,” terang Dadan.

Nah, dengan adanya kontrak PPA dengan Wilayah usaha lainnya, jelas Dadan, maka itu akan masuk sebagai hitungan dari capaian realisasi bauran EBT.

“Prinsipnya adalah berkelanjutan dan dilakukan secara komersial, dilakukan oleh badan usaha, dan ini riil ada di sana,” ungkap Dadan.

Menurut Dadan, dengan kondisi over suplai listrik saat ini, Indonesia menghentikan pengembangan pembangunan pembangkit EBT. Adapun saat ini pemerintah memiliki program pengembangan PLTS dengan PLN supaya target bauran EBT ini bisa menjadi lebih cepat tidak hanya yang sudah berkontrak dalam RUPTL 2021 – 2030.

“Jangan karena ekses suplai kita istirahat dulu, menunggu kapan ekses suplainya habis. Masih banyak peluang,” tandas Dadan. [PAR]