Koran Sulindo – Aksi pemberantasan narkoba yang gencar dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional dianggap hanya kesia-siaan saja sepanjang belum ada perbaikan sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan.

Tak main-main, ungkapan bernada pesimistis itu justru disampaikan Budi Waseso, bekas orang nomor satu di lembaga pemberantas narkoba itu. “Kalau masih begini, nanti Pak Heru juga akan keteteran,” kata pria yang kerap dipanggil Buwas, menyebut Irjen Heru Winarko yang ditunjuk sebagai penggantinya dalam acara serah terima Kepala BNN di Jakarta, Senin (5/3).

Buwas menuturkan selama ini anggota BNN dibantu instansi lain sudah bekerja keras menggulung para pengedar narkoba. Namun, ketika dijebloskan ke penjara mereka justru lebih leluasa untuk mengendalikan jaringannya dari balik hotel prodeo.

Ia mencontohkan dalam satu kasus, ada seorang bandar narkoba yang menerima dua kali vonis mati tapi masih sanggup mengelola jaringgannya dari dalam penjara. Buwas menuding eksekusi yang tak kunjung dilaksanakan dan minimnya pengawasan di lapas sebagai penyebabnya.

“Ini pekerjaan sia-sianya BNN. Ini kenapa saat dimasukkan ke lapas, bekerja lagi. Jadi hanya berganti, tetapi kami tidak bisa menangkap di lapas karena bukan kewenangan kami,” kata Buwas.

Menurutnya, BNN sudah berkali-kali meminta supaya pengawasan narapidana untuk kasus narkotika makin diperketat untuk memperkecil celah kongkalikong oknum penjaga lapas dan bandar narkoba. Ia bahkan pernah mengusulkan agar lapas narkotika dijaga buaya.

Buwas juga menyebut konsep pengamanan lapas narapidana sudah dipaparkan kepada Presiden, Wakil Preesiden dan para menteri dalam rapat cabinet. Menurut Buwas, Presiden sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia merealisasikan konsep pengawasan lapas seperti yang diusulkan BNN.

Kasus terakhir peredaran narkoba yang melibatkan oknum penjaga lapas terjadi di Purworejo ketika Kepala Lapas berinisial CAS ditangkap tim gabungan BNN. Ia ditangkap karena dianggap member kemudahan akses pengendalian narkoba dari dalam lapas oleh jaringan Sancai atau Kristian Jaya Kusuma.

Sancai adalah napi kasus narkoba asal Kalimantan yang dikenal lihai mengelola jaringan peredaran narkoba jenis sabu. Meski berulang kali ditangkap dan menjalani masa hukuman di Lapas Kota Pekalongan, ia masih leluasa  mengendalikan peredaran narkoba.

“Mengapa mafia narkotika sebagian justru berada di dalam lapas? Karena ada pengkhianat negara yang tumbuh berkembang dan selalu mendapat perlindungan. Silakan Kemenkumham kalau mau sanggah,” kata Buwas.

Istilah pengkhianat negara itu digunakan Buwas untuk menyebut Buwas oknum yang mestinya memberantas narkoba namun justru ikut terlibat dalam peredaran baik langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan data tahun 2017, BNN telah menangkap 58.365 orang dan menetapkannya menjadi tersangka kasus narkotika. BNN juga mencatat terdapat 46.537 kasus narkoba dan 27 kasus yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sementara barang bukti yang berhasil disita sepanjang tahun 2017 tercatat 4,71 ton sabu; 151,22 ton ganja; 2,9 juta ekstasi; dan 627,84 kilogram ekstasi.  BNN juga menembak mati 79 orang bandar narkoba dengan menggunakan peluru tajam.(TGU)