Koran Sulindo – Negara-negara Barat berlomba-lomba mengirimkan armada kapal perang mereka ke kawasan Laut Cina Selatan untuk mengimbangi dominasi Angkatan Laut Cina.
Dua di antara negara-negara itu yang sudah mengumumkan niatnya adalah Prancis dan Inggris.
Dalam konferensi keamanan tahunan Shangri-La Dialogue di Singapura, Menhan Prancis Florence Parly, menyatakan negaranya akan mengirim satuan tugas maritim dan helikopter yang direncanakan berlabuh di Singapura pekan depan.
Ia menyebut satuan tugas itu bakal berlayar di wilayah-wilayah tertentu di Laut China Selatan.
“Setiap kali ada peringatan agar kapal perang kami menjauhi ‘perairan teritorial’, komandan bakal menjawab untuk terus maju,” kata Parly seperti dikutip SCMP Senin (4/6).
Lebih lanjut Parly mengatakan meski Laut Cina Selatan diklaim Cina, sebagai perairan internasional wilayah itu boleh dimasuki siapa saja.
“Dengan penerapan kebebasan navigasi, kami juga menempatkan diri sebagai pihak yang gigih menentang segala bentuk klaim apapun di wilayah de facto,” kata Parly.
Serupa dengan sejawatnya dari Prancis, Menhan Inggris Gavin Williamson juga mengatakan akan mengirimkan tiga kapal perang sebagai penangkal pengaruh ‘merugikan.
“Kami harus memastikan bahwa sebuah negara tetap harus berpegang pada aturan. Terdapat konsekuensi jika melanggar,” kata Williamson.
Ini bukan kali pertama Inggris mengirim kapal perang ke Laut Cina Selatan. Bulan Februari lalu mereka juga mengirim sebuah frigat ke perairan itu.
Saat ditanya apakah kapal-kapal tersebut akan berlayar dalam radius 12 mil laut dari pulau-pulau buatan China, Williamson menolak memberikan komentar. PBB menyepakati jarark 12 mil laut sebagai perairan territorial territorial sebuah negara.
“Kami benar-benar mendukung pendekatan AS mengenai hal ini, kami sangat mendukung apa telah dilakukan AS,” kata Williamson.
Dalam beberapa pekan terakhir, untuk pertama kalinya Angkatan Udara Cina mendaratkan pesawat pembom mereka di wilayah yang menjadi sumber sengketa di Laut Cina Selatan.
Langkah itu dituding AS sebagai tindakan yang bakal memicu destabilisasi di kawasan tersebut. AS menuduh Cina melakukan militerisasi di perairan itu untuk mendukung klaimnya.
Menhan AS Jim Mattis menyebut China telah melakukan intimidasi dan paksaan melalui militerisasi di Laut China Selatan. Ia mengaku menerima laporan bahwa China membangun fasilitas militer Kepulauan Spratly dan Paracel.
Antara lain sistem rudal anti-kapal perang, sistem pertahanan anti-serangan udara, pengacak jaringan perangkat elektronik hingga penempatan pesawat pembom strategis.
Pembom jarak jauh H-6K menjadi salah satu komponen tempur utama yang mengambil bagian dalam latihan militer Laut Cina Selatan.
Pendaratan pembom tersebut membuat armada tempur Cina sanggup menjangkau seluruh wilayah di Asia Tenggara bahkan termasuk Australia dan Guam yang menjadi pangkalan AL AS.
Laut Cina Selatan yang menjadi jalur perdaganan utama di Asia diklaim oleh sedikitnya enam negara di sekitar wilayah itu.
Kementerian Pertahanan Cina tak secara spesifik menyebut tempat pendaratan tersebut. Mereka hanya mengatakan pendaratan itu merupakan simulasi serangan terhadap apa yang disebutnya sebagai target laut.
Sementara itu Direktur Pusat Kerja Sama Keamanan, Kolonel Senior Zhou Bo mengatakan meski negara-negara Barat berjanji mengirim kapal perangnya apakah kapal-kapal itu akan berlayar hingga 12 mil laut di pulau yang dikuasai China.
“Jika mereka masuk ke dalam kawasan 12 mil laut, maka China bakal menganggapnya sebagai provokasi yang disengaja,” kata Zhou. (TGU)