Tak Perlu Nuklir, Artileri Pyongyang Sanggup Bikin Pusing AS

Koran Sulindo – Jika perang benar-benar meletus di Semenanjung Korea, militer AS jelas bakalan menghadapi masalah serius.

Menyerang Pyongyang untuk melucuti nuklir Korea Utara atau memusnahkan artileri yang mengancam Seoul, diperkirakan akan menguras energi militer AS dan Korea Selatan.

Lebih mengerikan lagi jika serangan itu juga bisa memicu intervensi militer China.

Setidaknya begitulah gambaran berbagai skenario perang yang digagas RAND Corporation.

Dalam skenario perang tersebut RAND memusatkan perhatian pada kemampuan militer AS terutama kemampuan Angkatan Darat AS untuk merespon tiga ancaman potensial, senjata nuklir, artileri konvensional dan tantangan diplomatik seandainya harus melucuti nuklir Pyongyang.

“Kami tak memiliki pasukan yang cukup untuk mencari nuklir Korea Utara atau melakukan semua misi lain dari skenario pasca-konflik atau kehancuran,” kata Peneliti Michael Mazarr seperti dikutip nationalinterest.org.

Mengenai senjata nuklir laporan tersebut juga menunjukkan fakta mengerikan. Jumlah persediaan senjata nuklir Pyongyang membuat penyerbuan tentara AS ke utara menjadi sangat tak mungkin.

“Dalam waktu lima hingga delapan tahun, Pyongyang telah memiliki kemampuan nuklir yang cukup penyerangan ke sana menjadi sangat mahal karena tak adanya kemampuan untuk menetralisir kekuatan nuklir,” kata Mazarr lagi.

Tak hanya soal nuklir yang harus dikhawatirkan AS, kemampuan artileri konvensional Pyongyang jelas sanggup mengubah Seoul menjadi lautan api hanya dalam serangan pertama.

Berbagai skenario memusnahkan artileri yang disimulasikan RAND baik itu dengan serangan udara, gempuran artileri biasa, atau serangan lintas perbatasan merebut dataran tinggi Kaesong –tempat baterai-baterai artileri Pyongyang diarahkan ke Seoul- bagaimanapun gagal memberikan solusi strategis kepada AS.

Selain serangan udara dan gempuran artileri bakalan makan waktu berminggu-minggu karena perlindungannya yang kuat, invasi darat memiliki berisiko memaksa Pyongyang memencet tombol nuklirnya untuk mempertahankan diri.

Masalah utama lainnya adalah invasi terbatas membutuhkan pasukan besar bahkan hingga skala dua korps penuh.

“Dalam simulasi kami, bukan hal yang aneh jika korsp-korps itu dihancurkan dalam seminggu hanya untuk mencapai penetrasi tunggal dengan korban hingga puluhan ribu orang. Korban hingga jumlah itu bakalan menghabiskan kapasitas militer Korea Selatan untuk misi lanjutan,” kata peneliti RAND itu.

Di sisi lain, menyerang dataran tinggi Kaesong sama artinya dengan menodong pistol ke Cina tepat di wajahnya karena wilayah tersebut merupakan salah satu rute langsung ke negeri itu.

Pada Perang Korea di tahun 1950 hal itu terjadi dan memicu respons besar-besaran Beijing, hal serupa bukan mustahil kembali terulang.

Cina meskipun diasumsikan bakal berusaha sekeras menghindarkan bentrokan antara AS-Korea Utara, namun pertanyaan utamanya tetap sulit dijawab.

Cina mungkin bakalan diam jika Pyongyang bertindak ceroboh dengan melakukan serangan terlebih dahulu ke di Seoul, tapi bagaimana kalau AS yang menyerang Pyongyang terlebih dahulu?

Mengupayakan pengaruh lebih besar di kawasan, Cina jelas tak akan diam jika kredibilitasnya terancam.

Di sisi lain, bahkan jika mengecualikan serangan nuklir korban tewas akibat serangan artileri konvensional jumlahnya bisa saja sangat mengerikan.

Sejak akhir Perang Korea di tahun 1953, tentara terus membangun kekuatan artilerinya di sepanjang zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea. Pasukan itu termasuk lebih dari 13.000 artileri roket dan tabung.

Mereka setidaknya mengerahkan tiga sistem artileri yang mampu mencapai target di wilayah Seoul Metropolitan tanpa ada peringatan. Di antara artileri itu jumlah paling banyak adalah Koksan 170 milimeter yang memiliki jangkauan hingg 37 mil.

Selain Koksan, Pyongyang juga mengerahkan peluncur roket di atas truk yang sanggup menembakkan roket 2240 milimeter dengan jarak yang sama.

Mengurangi dampak yang ditimbulkan jika artileri itu menyalak bersamaan, awal tahun lalu Seoul dan AS mengumumkan  pembentukan brigade artileri baru yang dilengkapi dengan rudal darat ke darat berpemandu GPS untuk melumpuhkan sarang-sarang artileri itu.[TGU]