Koran Sulindo – Tahun 2018 tuntas sudah dalam sejarah sekaligus menandai titik balik geostrategis dunia. Bisa jadi ini menjadi perkembangan penting, sementara ‘Kekaisaran AngloZionist’ Amerika menghamburkan 1001 macam ancaman, pada akhirnya mereka mundur.
Ada banyak alasan untuk itu namun beberapa hal penting yang pantas dicacat di antaranya.
Terhadap Republik Rakyat Demokratik Korea, semua manusia di planet ini pasti masih ingat bagaimana Donald Trump dan gerombolan Neoconya membuat ancaman pada negeri itu.
Mereka bahkan melangkah lebih jauh dengan mengumumkan akan mengirim tiga gugus serang kapal induk nuklir ke perairan DPRK sementara Trump bersumpah akan menghancurkan Pyongyang.
Akhirya, justru Seoul yang diam-diam memutuskan mengambil alih inisiatif dengan membuka saluran komunikasi langsung dengan Pyongyang, dan segera saja semua keriuhan yang dibuat Washington berubah menjadi sekadar uap belaka.
Di Suriah, tepatnya di bulan April, AS, Prancis dan Inggris memutuskan menyerang Suriah dengan rudal jelajah sebagai ‘hukuman’ atas dugaan menggunakan senjata kimia, sebuah teori bodoh dan karena tak layak untuk dibahas.
Tercatat Dari 103 rudal yang ditembakkan, 71 rudal berhasil ditembak jatuh Suriah.
Gedung Putih dan Pentagon didukung denga gerombolan media mainstream dengan percaya diri segera mengumumkan bahwa serangan itu sukses besar. Persis seperti apa yang mereka lakukan selama invasi ke Grenada –yang oleh dunia dikenal sebagai salah satu operasi militer terburuk- atau serbuan memalukan Israel pada Hizbullah tahun di Lebanon.
Serangan rudal pada Suriah tak memiliki dampak apapun, dan kegagalan operasi militer itu belum ditindaklanjuti dengan apa pun, setidaknya hingga saat ini.
Di Ukraina, hampir sepanjang tahun 2018 dunia menunggu pecah serangan orang-orang Ukraina yang didukung Eropa ke Donbass yang tidak pernah terjadi. Ini cukup meyakinkan bahwa sebenarnya junta Nazi di Kiev tak pernah sedikitpun punya niat untuk melakukannya, selain omong besar media.
Bagaimanapun, ancaman terbuka Vladimir Putin bahwa setiap serangan ke Donbass akan “memiliki konsekuensi serius bagi Ukraina” menjadi penghalang utama AS bertindak sembarangan di sana.
Orang-orang Ukraina mungkin mencoba menyerang Donbass di bulan Januari atau kapan saja saja setelah itu, tapi faktanya sepanjang 2018 tak satupun aksi militer berani melakukannya. Sekali lagi, AS dan sekutu-sekutunya harus mundur.
Kembali ke Suriah pada bulan September, kali ini giliran Israel, yang bertindak sebagai tentakel AS di Timur Tengah memicu krisis ketika menyembunyikan pesawatnya di belakang pesawat Rusia Il-20.
Setelah memberi kesempatan orang Israel untuk berterus terang, Rusia yang muak dengan kebohongan Tel Aviv segera mengirim sistem pertahanan udara canggih, perangkat perang elektronik, sekaligus sistem manajemen pertempuran pada orang-orang Suriah.
Bertahun-tahun sebelumnya, Israel terus mengeluarkan bakal menghancurkan Damaskus jika mereka menerima kiriman S-300 dari Moskow. Ketika sistem pertahanan udara itu benar-benar dikirim, Israel termasuk AS mundur lagi.
Di bulan Desember, tampaknya muak dengan semua pertikaian di antara para penasihatnya, Trump akhirnya memerintahkan penarikan penuh tentara AS dari Suriah. Sekarang, tentu karena Washington yang berbicara kita harus menunggu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Tentu saja ada banyak kepingan-kepingan rumit yang harus di eksekusi Rusia, Turki, AS, Israel, Iran, Kurdi hingga Suriah sendiri untuk membuat stabil wilayah itu setelah penarikan penuh tentara AS dari wilaya itu.
Setelah bertahun-tahun dengan terengah menuntut ‘Assad The Monster Must Go’, menjadi begitu konyol bagaimana melihat kekuatan barat melempar handuk satu demi satu. Situasi itu jelas memicu pertanyaan jahil, bagaimana AS yang menganggap dirinya adidaya itu bahkan gagal berurusan dengan pemerintah dan militer Suriah yang dianggap lemah.
Sementara berbagai kekalahan kecil, terlalu banyak untuk dihitung termasuk kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, kegagalan perang di Yaman, di Afghanistan, Irak juga kegagalan mendongkel Maduro dari kekuasaan di Venezuela, serta memudarnya kontrol bertahap Uni Eropa, perang dagang dengan China, bagaimanapun merupakan hasil ketidakmampuan AS menyelesaikan sesuatu.
Gambaran itu jelas jauh dari klaim sebagai negara adikuasa, sekaligus menunjukkan bahwa AS berada dalam penurunan spektrum penuh kecuali soal kepemilikan senjata nuklir.
Bagaimanapun, semua masalah internal yang dihasilkan dari pertikaian elit AS antara geng Clinton vs Trump hanya memperburuk keadaan. Di manapun, elit tak akan saling bertarung ketika semuanya berjalan baik.
Peribahasa “kemenangan memiliki banyak ayah tetapi kekalahan adalah anak yatim” mengingatkan kita bahwa ketika sekelompok preman-preman itu mulai kehilangan kendali atas situasi dan berubah menjadi ‘setiap orang untuk dirinya sendiri’ dan saling lempar kesalahan.
Tak hanya elitnya, tentara AS seperti biasa meski sukses menewaskan banyak warga sipil,
mereka gagal mendapatkan apa yang diinginkan. Setidaknya, jika seseorang memahami bahwa tujuan perang bukan hanya tentang membunuh orang namun sebagai “kelanjutan politik dengan cara lain.”
Dibanding dengan AS, apa yang dilakukan Rusia di Suriah sangat kontas.
Pada tanggal 11 Oktober dalam sebuah wawancara Putin menyatakan berikut dalam sebuah wawancara dengan Vladimir Soloviev di saluran TV Rusia 1 dengan jelas menyatakan tujuan perang di Suriah, “untuk menstabilkan otoritas yang sah dan menciptakan kondisi untuk kompromi politik.”
Begitulah, Rusia, tak mengatakan bahwa mereka bakal mengubah jalan perang sendirian, apalagi memenangkan perang. Sejumlah kecil tentara yang dikirim ke sana hanya beberapa bulan saja dapat mencapai tujuannya.
Bahkan, ketika mereka harus dengan cepat membuat sistem pasokan logistic yang tak mereka miliki karena postur militer Rusia murni defensive dengan proyeksi kekuatan besar terbatas pada 500-1000 km dari perbatasan.
Sebagai pembanding, AS yang telah berperang dalam GWOT atau Perang Global Melawan Teror sejak tahun 2001, justru teroris makin kuat dan bahkan membentuk negara dengan menguasai wilayah Suriah. Mereka makin kuat, membunuh makin banyak orang sekaligus menunjukkan kemampuan luar biasa untuk bertahan hidup dan bahkan makin mandiri.
Benar, seperti akan dikatakan Putin apa yang Anda harapkan dari seseorang yang bahkan “tidak tahu perbedaan antara Austria dan Australia?”[TGU]