Suluh Indonesia – Sutra adalah bahan ekspor terpenting sepanjang sejarah Tiongkok di masa lalu. Dari bahan favorit nomor satu para kaisar dan bangsawan tersebut, jaringan perdagangan besar yang menghubungkan Asia Timur ke India, Eropa, Arab, Afrika, dan Nusantara ini diberi nama Jalur Sutra.
Strukturnya yang kuat, lembut, indah, dan mengkilap menjadikan sutra sebagai salah satu jenis kain yang banyak diminati. Sutra merupakan kain yang mahal bukan hanya karena kualitasnya, melainkan juga karena bahan bakunya diperoleh dengan proses yang panjang, dari benang yang terbuat dari kepompong ulat sutra.
Pada zaman Neolitikum Tiongkok (8.500-1.500 SM), kain sutra pertama kali diproduksi dari filamen kepompong ulat sutra. Kain sutra menjadi sumber pendapatan pokok bagi para petani dan peternak kecil di Tiongkok, dan seiring dengan meningkatnya teknik menenun, reputasi sutra Tiongkok menyebar sehingga menjadi sangat diinginkan di seluruh kekaisaran dunia.
Peninggalan Sutra
Serikultur, yaitu proses budi daya daun murbei, pemeliharaan ulat sutra, pengumpulan benang dari kepompongnya, dan penenunan sutra, pertama kali muncul dalam catatan arkeologi Tiongkok kuno pada 3.600 SM. Peninggalan anyaman sutra paling awal berasal dari 2.700 SM, yang ditemukan di situs Qianshanyang dan Zhejiang.
Bukti arkeologi terbaru menunjukkan bahwa peradaban Lembah Indus di India juga membuat sutra yang sezaman dengan Neolitik Tiongkok. Namun, mereka menggunakan ngengat Antheraea untuk menghasilkan benang sutra.
Produksi sutra dalam skala besar dan melibatkan teknik tenun yang lebih canggih, muncul di masa Dinasti Shang dan Zhou Tiongkok pada milenium ke-2 SM. Sutra kemudian menjadi salah satu barang manufaktur dan perdagangan terpenting di Tiongkok kuno, dan penemuan sutra Dinasti Shang (1.600-1.046 SM) di makam Mesir adalah bukti penting akan nilai dan kegunaannya dalam masa awal perdagangan internasional.
Peternakan Ulat Sutra di Masa Lalu
Peternak sekaligus penenun sutra di masa lalu biasanya adalah kaum perempuan. Mereka diberikan tanggung jawab untuk memastikan bahwa ulat sutra diberi makan dengan baik. Makanan favorit ulat sutra adalah daun murbei. Sarangnya harus dibuat cukup hangat agar ulat dapat memintal benang untuk membuat kepompong mereka.
Industri peternakan ulat sutra ini menjadi sumber pendapatan yang sangat penting bagi keluarga. Sehingga, tanah-tanah milik keluarga didedikasikan untuk penanaman semak murbei dan usaha peternakan ulat sutra dalam skala kecil.
Seiring dengan meningkatnya permintaan sutra, maka negara dan mereka yang memiliki modal mendirikan peternakan-peternakan besar tempat laki-laki dan perempuan bekerja. Rumah-rumah bangsawan besar memiliki tim produksi sutra pribadi mereka sendiri dengan beberapa ratus pekerja. Mereka memproduksi sutra untuk kebutuhan pribadi, keperluan peternakan, dan untuk dijual kembali.
Selama Dinasti Han, kualitas sutra meningkat lebih tinggi, lebih halus, lebih kuat, dan sering kali dengan pola bordir warna-warni dengan desain figur manusia dan hewan.
Budidaya ulat sutra sendiri juga menjadi lebih canggih sejak abad ke-1 M, dengan teknik yang digunakan untuk mempercepat atau memperlambat pertumbuhannya, dan dengan menyesuaikan suhu lingkungan mereka.
Sutra Liar dan Sutra Ternakan
Kain sutra terbuat dari serat protein alami yang disebut fibroin. Fibroin merupakan protein yang dikeluarkan oleh larva jenis tertentu untuk membuat kepompong. Sebagian besar sutra dunia berasal dari larva Bombyx mori, yaitu ulat yang hanya hidup di pohon murbei.
Dalam kondisi pencahayaan tertentu, sutra menghasilkan efek optik yang berkilauan, yang disebabkan oleh struktur serat sutra yang menyerupai prisma segitiga. Prisma ini memantulkan cahaya di berbagai sudut, yang menghasilkan rona pelangi halus dan membuat sutra begitu terkenal.
Selain sutra yang dihasilkan oleh peternakan ulat sutra murbei, ada juga “sutra liar” yang dihasilkan dari ulat lain dan dapat pula diolah. Berbagai sutra liar dikenali dan digunakan di Cina, Asia Selatan, dan Eropa sejak dahulu. Tetapi, skala produksinya selalu jauh lebih kecil daripada sutra ternakan.
Sutra liar berbeda dari segi warna dan tekstur. Kepompong liar yang dikumpulkan biasanya sudah dirusak oleh ngengat yang keluar sebelum kepompong tersebut dipanen. Sehingga, benang sutra yang membentuk kepompong sudah terputus menjadi pendek.
Sedangkan sutra ternakan dihasilkan dengan cara mencelupkan kepompong ke dalam air mendidih sebelum ngengat dewasa keluar, atau ditusuk dengan jarum, sehingga seluruh kepompong dapat diurai menjadi sehelai benang yang tak terputus. Ini membuat sutra bisa ditenun menjadi kain yang lebih kuat. Sutra ternakan biasanya juga lebih mudah dicelup warna daripada sutra liar.
Cara Beternak Ulat Sutra
- Telur
Tahap pertama dari pembuatan benang sutra adalah bertelurnya ngengat sutra (Bombyx mori) yang berwarna putih dan berpola coklat. Ngengat sutra tidak makan atau minum pada akhir siklus hidupnya melainkan akan kawin, bertelur, dan mati.
Ngengat betina akan bertelur dalam jumlah besar, yaitu sekitar 200 hingga 400 butir telur. Ngengat betina kemudian merekatkan telurnya di atas daun murbei. Telur ngengat lalu diinkubasi selama 12 hari hingga menetas.
- Larva
Larva yang baru menetas kemudian dipindahkan dengan hati-hari dari ruang inkubasi ke ruang pemeliharaan. Pada saat larva, ulat sutera hanya berukuran 4 milimeter, namun mereka harus terus diberi makan daun murbei karena ulat sutra sangatlah rakus. Mereka makan dalam jumlah besar sehingga tubuhnya pun mulai membesar.
Tubuh mereka terus membesar hingga membuat kulit ulat sutra mengelupas dan digantikan kulit yang baru. Proses ganti kulit ini bisa terjadi hingga empat kali, sampai larva tumbuh menjadi ulat sutera seukuran kurang lebih 8 cm.
- Kepompong
Setelah cukup makan, ulat kemudian akan membentuk kepompong atau pupa dengan cara memutar tubuhnya. Kepompong sutra terbuat dari lilitan benang yang tidak terputus sepanjang 300 meter, dan dililitkan dengan gerakan kepala ulat sutra yang konstan dari satu sisi ke sisi lain sekitar 65 kali per menit.
Kepompong sutra kemudian terbentuk sebagai kapsul berwarna putih. Kepompong sutra lalu dipanen sebelum ulat sutera berubah menjadi ngengat dan memecah kepompongnya. Panen dilakukan kurang lebih sekitar satu minggu sejak kepompong dibuat.
- Pembuatan Benang
Kepompong sutra kemudan direndam dan direbus dengan air panas. Setelah direbus, kepompong akan dicari ujung seratnya dan mulai diurai.
Setelah diurai, serat tersebut kemudian akan dipintal dengan cara dipelintir menjadi satu helai benang sutera. Benang kemudian digulung layaknya benang biasa dan juga ditenun menjadi kain sutra yang indah.
Selain cara konvensional di atas, para peternak di Malang dan Pasuruan membudidayakan ulat sutra tanpa membunuh pupa. Cara yang kemudian dikenal dengan istilah “peace silk”. Mereka ingin mempertahankan pupa ulat sutra tetap hidup, dikeluarkan secara manual dan tidak direbus untuk membunuhnya. Ulat-ulat akhirnya bisa hidup hingga dewasa dan bermetamorfosis. [Ahmad Gabriel]
Baca juga:
- Jalur Sutra, Tonggak Awal Bertemunya Peradaban Maju
- Suku-Suku Ahli Dagang pada Jalur Sutra
- Sejarah Panjang Sutra dan Tetap Eksis
- Jalur Sutra Jalur Dagang Asia-Eropa
- Tinja Menjadi Petunjuk Wabah Hitam di Jalur Sutra