Koran Sulindo – Dalam surat kepada T.A Hassan yang tertanggal 14 Desember 1936 Bung Karno kembali mempersoalkan taklid yang menjadi pemicu kemunduran dunia Islam.
Menurut Bung Karno ketika akal jenius dirantai, akal pikiran diterungku di situlah datangnya kematian.
Selain soal taklid, alasan lain yang membuat Islam mundur adalah alasan tarikh atau sejarah.
Bung Karno mempersoalkan minimnya pengetahuan ulama-ulama tentang sejarah. Menurutnya ulama hanya tertarik dengan fiqh dan mengabaikan sejarah termasuk ‘yang lebih dalam’ yang mempelajari kekuatan-kekuatan masyarakat.
Menurut Bung Karno kekuatan-kekuatan masyarakat seharusnya menjadi lapangan penyelidikan penting untuk mengetahui kemunduran atau kemajuan sebuah masyarakat.
“Paling mujur mereka hanya mengetahui ‘tarikh Islam’ saja dan ini pun terambil dari buku-buku tarikh Islam yang kuno, yang tak dapat ‘tahan’ ujiannya modern science, yakni tak dapat ‘tahan’ ujuannya ilmu pengetahuan modern,” tulis Bung Karno.
Padahal justru dari kesaksian sejarah itulah membuktikan bahwa dunia Islam terus-menerus mengalami kemunduran semenjak muncul aturan taklid.
Bung Karno menyebut dunia Islam seperti bangkai yang hidup ketika menutup pintu ijtihad.
“Bahwa dunia Islam adalah ‘matigeniusnya’ semenjak ada anggapan bahwa mustahil ada mujtahid yang bisa melebihi ‘imam yang empat’,” tulis Bung Karno.
Agar lebih jelas memahami apa yang dipikirkan Bung Karno, berikut kutipan lengkap suratnya;
Ende, 14 Desember 1936
Assalamualaikum,
Kiriman ‘Al-Lisaan’ telah saya terima, mengucap diperbanyak terima kasih kepada Saudara, terutama nomor ekstra perslah debat taqlid adalah menarik perhatian saya. Saya ada maksud, Insya Allah kapan-kapan akan menulis sesuatu artikel pemandangan atas nomor ekstra taklid itu, artikel yang mana nanti boleh muatkan pula dalam ‘Al-Lisaan’.
Cocok dengan anggapan Tuan, soal taklid inilah teramat maha penting bagi kita kaum Islam pada umumnya. Taklid adalah salah satu sebab yang terbesar dari kemunduran Islam sekarang ini.
Sejak ada aturan taklid, di situlah kemunduran Islam cepat sekali. Tidak heran di mana genius dirantai, di mana akal pikiran diterungku, di situlah datang kematian.
Saudara telah cukuplah keluarkan alasan-alasan dalil Al-Quran dan hadis. Saudara punya alasan-alasan itu, sangat meyakinkan sekali.
Namun, masih ada pula alasan-alasan lain yang menjadi vonis atas aturan taklid itu, yaitu alasan ‘tarikh’, alasan-alasannya sejarah, alasan-alasannya ‘history’. Bila kita melihat di jalannya sejarah Islam, tampaklah bahwa di situ akibatnya taklid itu sebagai garis ke bawah, garis ‘decline’, sampai sekarang.
Umumnya, kita punya kiai-kiai dan kita punya ulama-ulama tak sedikit pun ‘feeling’ kepada sejarah, ya boleh saya katakan kebanyakan tak mengetahui sedikit pun sejarah itu. Mereka punya minat hanya menuju kepada ‘agama chususi’ saja dan dari agama ‘chususi’ ini, terutama bagian ‘fiqh’.
Sejarah, apalagi bagian ‘yang lebih dalam’ yakni yang mempelajari ‘kekuatan-kekuatan masyarakat’ yang ‘menyebabkan’ kemajuan atau kemunduran sesuatu bangsa, sejarah itu sama sekali tidak menarik mereka punya perhatian.
Padahal di sinilah padang penyelidikian yang maha-maha penting. Apa ‘sebab’ mundur? Apa ‘sebab’ bangsa ini di zaman ini begitu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang maha penting yang harus berputar terus-menerus di dalam kita punya ingatan, kalau kita mempelajari naik-turunnya sejarah itu.
Tetapi, bagaimana kita punya kiai-kiai dan ulama-ulama? Tajwid, tetapi pengetahuannya tentang sejarah umumnya ‘nihil’. Paling mujur mereka hanya mengetahui ‘tarikh Islam’ saja dan ini pun terambil dari buku-buku tarikh Islam yang kuno, yang tak dapat ‘tahan’ ujiannya ‘modern science’, yakni tak dapat ‘tahan’ ujuannya ilmu pengetahuan modern.
Padahal, justru sejarah yang mereka abaikan itu, persaksian sejarah yang mereka remehkan itu, membuktikan dengan nyata dan dahsyat. Bahwa dunia Islam adalah sangat mundur semenjak muncul aturan taklid.
Bahwa dunia Islam adalah laksana bangkai yang hidup, semenjak ada anggapan, bahwa pintu ijtihad sekarang termasuk tanah yang sangar. Bahwa dunia Islam adalah ‘matigeniusnya’ semenjak ada anggapan bahwa mustahil ada mujtahid yang bisa melebihi ‘imam yang empat’.
Jadi harus mentaklid saja kepada tiap-tiap kiai atau ulama dari suatu mahzab imam yang empat itu. Alangkah baiknya kalau kita punya pemuka-pemuka agama yang melihat garis ke bawahnya sejarah semenjak taklid-taklidan itu dan tidak hanya mati-hidup, bangun-tidur, dengan kitab fiqh dan kitab perukunan saja!.
Salam kepada Saudara-Saudara yang lain.
Wassalam
Soekarno
Kaum kolot di Ende, di bawah anjuran beberapa orang Hadramaut, belum tenteram juga membicarakan halnya saya tidak bikin ‘selamatan tahlil’ buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu. Mereka berkata bahwa saya tidak akan kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. Biarlah!
Mereka tak tahu-menahu bahwa saya dan saya punya istri, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampun bagi ibu mertua itu kepada Allah. Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima imam Islamnya, Moga-moga Allah melimpahkan rahmat dan berkatNya, yang ia mesti sudah begitu tua, toh mengikut saja ke dalam kesunyian dunia interniran!
Amin.