Makam Ibu Asmi, mertua Bung Karno di Ende

Koran Sulindo – Dalam suratnya kepada sahabatnya T.A. Hasaan tertanggal 25 Oktober 1936, Bung Karno menceritakan tentang ibu mertuanya yang meninggal karena sakit selama empat hari akibat malaria.

Seperti diketahui, selama menjalani masa pembuangan di Ende, selain membawa istrinya Inggit Ganarsih, Bung Karno juga mengajak mertuanya, Ibu Amsi dan  pembantu, Muhasan (Encom) dan Karmini.

Ia secara suka rela menawarkan diri ketika Inggit tengah berunding dengan teman dan saudaranya di Bandung ikut tidaknya ke pembuangan di Ende. Ibunya tiba-tiba muncul dengan mendadak dan mengatakan, “Saya juga ikut.”

Inggit dalam bukunya, ‘Kuantar ke Gerbang’  menulis di antara para kerabatnya, terdapat beda pendapat yang setuju mendampingi Bung Karno ke pembuangan dan yang menyarankan ia tak ikut.

Di Ende, di tanah buangan itu banyak diceritakan bagaimana Ibu Amsi menyemangati Inggit agar terus memberi semangat kepada Bung Karno.

Jika dilihatnya Bung Karno duduk murung di belakang rumah, Ibu Amsi segera mencari Inggit dan memerintahkan apapun yang tengah dikerjakannya ditinggalkan untuk menemani Bung Karno.

Ia juga yang terus mengingatkan Inggit agar menyiapkan makanan kesukaan Bung Karno semasa tingga di Bandung seperti sari kacang ijo, sayur lodeh, dan lain-lain.

Tak heran, Bung Karno begitu dekat dan menyayangi ibu mertuanya itu.

Beberapa cerita menyebut sejak terkena malaria Ibu Amsi hanya tergolek di tempat tidurnya. Hanya sekali ia sadarkan diri selanjutnya kembali tak sadar hingga ajal menjemputnya di pangkuan sang menantu.

Sebenarnya bersama Ibu Amsi, Ratna Djuami anak angkat Bung Karno juga terjangkit malaria. Beruntung ia pulih sementara untuk sang mertua takdir Tuhan menghendaki lain.

Tanpa bantuan pemerintah kolonial, Bung Karno dan kawan-kawannya menggotong jenazah Ibu Amsi naik bukit, masuk ke tengah hutan. Ya, Belanda melarang Bung Karno memakamkan jenasah mertuanya di dalam kota.

Roso Daras dalam tulisannya menyebut Bung Karno juga ikut turun ke liang lahat dan menyempurnakan tata cara penguburan menurut Islam sekaligus menuliskan tulisan IBOE AMSI di nisan.

 Ende, 25 Oktober 1936

Assalamualaikum,

Sedikit kabar yang perlu Saudara ketahui, yaitu pada hari Jumat, malam Sabtu 11/12 Oktober yang lalu, saya punya ibu mertua, yang mengikut saya ke tanah interniran, telah pulang ke Rahmatullah.

Suatu percobaan bagi saya dan saya punya istri, yang Alhamdulillah, kami pikul dengan tenang dan tawakal dan ikhlas kepada Illahi.

Berkat bantuan Tuhan, Inggiti tidak meneteskan air mata setetes pun, begitu juga saya punya anak Ratna Djuami.

Yah, moga-moga Allah senantiasa mengeraskan apa yang masih lembek pada kami orang bertiga. Yang timah menjadi besi, yang besi menjadi baja, amin!.

Kesakitan Ibu mertua dan wafatnya adalah menyebabkan saya belum bisa tulis surat yang panjang, maafkanlah! Sakitnya ibu mertua hanya empat hari.

Wassalam,

Soekarno

[TGU]