Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin /Antara

Koran Sulindo – Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin divonis 6 tahun penjara dalam kasus suap pembangunan proyek Meikarta oleh Lippo Group.

“Mengadili terdakwa Neneng Hasanah Yasin hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 4 bulan penjara,” kata ketua majelis hakim, Tardi, dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/5/2019), seperti dikutip antaranews.com.

Pengadilan juga mencabut hak politik Neneng selama 5 tahun setelah keluar dari penjara. Selama kurun waktu tersebut Neneng tidak bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau calon legislatif.

Baca juga: Kasus Meikarta, Lippo Group, dan Suap Korporasi Itu

Neneng terbukti bersalah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. Neneng terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan fakta selama persidangan, Neneng telah menerima suap sebesar Rp10,630 miliar dan SGD 90 ribu terkait proyek perizinan Meikarta.

Hukuman pada Neneng ini lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa KPK selama 7 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Pejabat Pemkab Bekasi

Sementara itu 4 orang pejabat Pemkab Bekasi lainnya divonis 4,5 tahun penjara. Keempatnya ialah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi), Sahat Maju Banjarnahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), dan Neneng Rahmi Nurlaili (Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi).

“Menyatakan terdakwa Jamaludin, Dewi Tisnawati, Sahat Maju Banjarnahor dan Neneng Rahmi Nurlaiali telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata hakim.

Keempatnya divonis dengan hukuman sama yakni 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Bupati Neneng telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Lippo Group

Uang suap yang diterima Neneng dan 4 anak buahnya itu diyakini berasal dari Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi yang telah divonis dan saat ini sedang menjalani masa hukumannya.

Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Group/era.id

Sebelumnya, terdakwa perkara suap perizinan Meikarta Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, divonis 3 tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan saat persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (5/3/2019). Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa KPK yang menuntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dengan dugaan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain Billy, 2 orang konsultan Lippo Group Taryudi masing-masing Fitradjaja Purnama dan Taryudi dijatuhi vonis yang sama yaitu satu tahun enam bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider satu bulan.

Sementara itu pegawai Lippo Group Henry Jasmen dijatuhi vonis tiga tahun penjara dengan denda Rp50 juta subsider 1 bulan.

Negara di Dalam Negara

Dalam persidangan 20 Maret 2019 lalu, Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018 Deddy Mizwar, aksi Lippo Group yang ingin membangunan kawasan terpadu Meikarta, di Kabupaten Bekasi, diibaratkan dengan istilah membangun negara di dalam negara.

“Harus ada rekomendasi. Ini Lippo kayaknya negara di dalam negara. 500 hektare mau di bangun, dua juta orang. Skala metropolitan, tanpa ada rekomendasi. Apa kata dunia,” kata Deddy.

Menurut Deddy, ada hal yang tidak beres dilakukan oleh Lippo Group dalam pembangunan Meikarta, seperti luas lahan sebanyak 500 hektare yang dipromosikan Lippo Group.

“Ternyata 500 hektare tadi peruuntukkan bukan untuk rumah, kenapa diproyeksikan untuk rumah. Sementara sesuai SK Gubernur tahun 1993, rekomendasi lahan untuk Meikarta hanya 84,6 hektare saja yang diperuntukkan untuk rumah,” kata Deddy. [Didit Sidarta]