Koran Sulindo – Stasiun kereta api listrik (KRL) di Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi sumber kemacetan. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) segera menata titik kemacetan di 17 stasiun.
“Stasiun-stasiun ini seringkali dimanfaatkan oleh ojek, bajaj bahkan bus Transjakarta untuk mengetem dan itu berbaris panjang,” kata Kepala BPTJ, Bambang Prihartono dalam diskusi di Jakarta, Minggu (3/12), seperti dikutip antaranews.com.
Titik-titik itu adalah Stasiun Jatinegara, Sudirman, Juanda, Tanah Abang, Depok Baru, Pasar Minggu, Cawang, Manggarai, Kebayoran Lama, Cikini, Jakarta Kota, Duren Kalibata, Palmerah, Grogol, Tebet, Klender, dan Stasiun Karet.
“Stasiun pertama yang ditata oleh kami adalah Stasiun Sudirman. Stasiun ini merupakan salah satu stasiun terpadat dengan jumlah commuter mencapai 60 ribu orang per hari,” katanya.
Kemacetan yang diakibatkan oleh banyak ojek daring yang menunggu pengguna KRL di ruas jalan sekitar stasiun Sudirman. Penanganan dilakukan dengan memindahkan lokasi menunggu ojek daring di ruas jalan ke bangunan bekas Pasar Blora.
Stasiun kedua yang sekarang sedang ditangani yaitu Manggarai dan sudah dikoordinasikan dengan pihak DAOP I, PT KAI, dan Dishub DKI Jakarta.
“Saya yakin dengan cara ini, pasti kemacetan akan terurai dan kecepatan akan bertambah,” katanya.
Upaya lain adalah integrasi sistem pembayaran e-ticket atau connexion card. Connexion card adalah kartu yang di dalamnya terdapat chip dan dapat digunakan menjadi tiket elektronik antar moda transportasi di wilayah Jabodetabek.
Lalu, pengaturan sepeda motor dengan memperpanjang lokasi larangan dari Bundaran Hotel Indonesia sampai Bundaran Senayan.
“Pembatasan penggunaan sepeda motor di lokasi eksisting memberi penghematan biaya transportasi sebesar Rp296 juta per hari dari Rp103 miliar per tahun,” katanya.
Kriteria penghematan yaitu waktu tempuh, biaya, operasi Kendaraan dan tingkat kecelakaan
Selanjutnya, penyiapan Lajur Khusus Angkutan Umum (LKAU). Saat ini dua trayek dilayani dengan Transjabodetabek premium menggunakan Lajur Khusus Angkutan Umum (LKAU) , yaitu trayek Mega City (Bekasi Barat), Plaza Senayan (Jakarta), Botani Square (Bogor), Plaza Senayan (Jakarta) dan Grand Dhika (Bekasi Timur)-Jakarta yang direncanakan mulai ujicoba pada 12 Desember 2017.
Bambang menambahkan pihaknya juga akan melakukan integrasi pengaturan lalu-lintas melalui pemasangan Detektor Kendaraan, menyiapkan Pusat Pengendali Lalu Lintas, dan “Variable Message Signs”.
Bambang menyebutkan dalam jangka pendek penerapan program ini dapat meningkatkan kinerja lalu-lintas, meningkatkan penggunaan angkutan umum, efisiensi Biaya Transportasi. Target implementasi program ini Akhir 2018.
Kemudian, pengembangan MRT fase lanjutan, yaitu Barat-Timur MRT karena permintaan yang cukup tinggi.
Selain itu, pembangunan hunian berbasis transportasi “transit oriented development” (TOD) Dukuh Atas.
“Agar perpindahan ke transportasi publik dapat berhasil, fasilitas pejalan kaki harus cukup lebar, aman dan nyaman, khususnya pada titik-titik integrasi moda transportasi. Selain itu perlu dibuat pedestrian plaza, untuk mengakomodir volume lalu lintas pejalan kaki yang sangat besar,” katanya.
Kemudian, perpanjangan Koridor 13 atau jalur layang elevated Bus Transjakarta Koridor 13 diusulkan diperpanjang sampai Tangerang, penerapan jalan berbayar” Electronic Road Pricing” atau (ERP) yang diperluas pada jalan atau akses masuk ke DKI Jakarta, pembangunan jalur lingkar layang (loop line) yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pelintasan sebidang.
“Dalam jangka menengah, hal ini dapat memberikan Aksesibilitas Bagi Pengguna Angkutan Umum, menjadi Sumber Pendapatan Baru dari Lalu-lintas (ERP), dan meningkatkan Integrasi, Pengembangan dan Penataan Wiayah (TOD),” katanya.
Kerugian per Tahun
Berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), kerugian akibat kemacetan lalu lintas meningkat setiap tahunnya, di Jakarta pada tahun ini mencapai Rp67, 5 triliun, sementara di Jabodetabek Rp100 triliun.
Kondisi taransportasi Jakarta kini tingkat kemacetan yang sangat tinggi karena rasio volume kendaraan dibanding kapasitas jalan sudah mendekati 1, atau dengan kata lain sudah macet.
Masalah lain, jumlah sepeda motor di jalan juga makin dominan, sementara peran angkutan umum masih rendah.
“Saat ini penggunaan angkutan umum di Jakarta baru 19.8 persen dan di Bodetabek baru 20 persen,” katanya.
Sejak 2000 hingga 2010, jumlah kendaraan yang terdaftar mengalami peningkatan sebesar 4,6 kali.
Sementara itu, untuk pelaju dari wilayah Bodetabek menuju Jakarta ada sekitar 1,1 juta, meningkat 1,5 kali lipat sejak 2002.
Pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek, yang pada 2003 baru sebesar 37,3 juta perjalanan/hari meningkat 58 persen atau mencapai 47,5 juta perjalanan/hari di tahun 2015.
Dari 47,5 juta perjalanan orang per hari tersebut, sekitar 23,42 juta merupakan pergerakan di dalam kota DKI, 4,06 juta adalah pergerakan komuter, dan 20,02 juta adalah pergerakan lainnya yang melintas DKI dan internal Bodetabek.
Perjalanan di Jabodetabek rata-rata didominasi oleh sepeda motor sebesar 75 persen, kendaraan pribadi sebesar 23 persen, dan dua persen oleh kendaraan angkutan umum.
“Hal ini tentu berdampak pada perekonomian dan lingkungan,” katanya.
Ada beberapa terobosan yang sudah dan akan dilakukan BPTJ dan Pemerintah Provinsi DKI, yaitu kebijakan seperti penerapan ganjil genap, pengaturan sepeda motor; ramp metering di tol; Electronic Enforcement; pengaturan angkutan barang.
“Untuk bisa mendorong kebijakan tersebut, yang dipersiapkan yaitu menyiapkan lajur khusus angkutan umum di wilayah Jabodetabek, `Park and Ride` yang memadai, menyiapkan berbagai alternatif angkutan umum seperti jemputan, JR Connexion, dan JA Connexion,” kata Bambang. [DAS]