Koran Sulindo – Aksi kirim bunga untuk Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat, setelah kekalahan pasangan itu dalam Pilkada DKI Jakarta 19 April lalu ternyata juga menyebar di Eropa.
Karangan bunga yang memenuhi Balai Kota Jakarta dan jalan-jalan di sekitarnya itu berdatangan dari banyak daerah, juga dari warga negara Indonesia di negara lain, diantaranya dari Swedia, Swiss, Toronto-Kanada, Perth-Australia, dan Wina-Austria, Siapa bilang Ahok dan Djarot cuma milik warga Jakarta?
”Saya langsung menjawab iya, ketika seorang teman di Facebook bertanya, apakah akan ikut mengirim bunga untuk Badja,” kataTheresia Mingert, WNI yang 10 tahun terakhir tinggal di Kungsbacka, Göteborg, Swedia.
Antusiasme sama direspon banyak kenalannya sesamaWNI di Swedia yang bertebaran di Facebook. Hanya dalam beberapa jam Theresia dan teman-temannya berhasil menggalang hampir 50 WNI di sebuah grup Whatsapp yang sengaja dibuat untuk keperluan ini.
Berbagai komentar dan simpati mengalir di grup chat ini.
”Waktu Pak Ahok dan Djarot kalah, gue gak bisa tidur 2 malam. Makan-minum juga malas, ” kata Maya Saxin, yang kini bermukim di Stockholm.
”Catat! Bunga untuk Ahok-Djarot bahkan melebihi banyaknya bunga duka cita atas meninggalnya Lady Diana,” timpal Natalia Oryd.
Mereka yang berkumpul di grup chat ini pun sepakat mengumpulkan iuran lalu memesan bunga papan ke Balai Kota. Mereka menyebut diri sebagai Teman Badja di Swedia. Selain itu, mereka juga mengirim bunga Anggrek hidup ke rumah Ahok dan Djarot, sebagai tanda simpati dan dukungan bagi keduanya dan keluarga.
”Kami ingin agar Pak Ahok dan Pak Djarot ingat bahwa mereka punya pendukung di Swedia,” kata Linda Ulrichs.
Paguyuban Indonesia-Swedia di kota Göteborg juga mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk dukungan kepada Badja. Dari benua Eropa, bunga papan dikirim juga oleh WNI di Wina, Austria. Mereka menyebut diri sebagai Die Badjaers. Teman Ahok di Swiss menulis “We are proud of you” di karangan bunga yang mereka yang bermotif warna bendera Swiss.
“Pak Ahok adalah inspirator kami,” kata Susi Lehman, salah satu Teman Ahok dari Swiss. “Dia mengingatkan kami untuk ikut dan terus membangun Indonesia. Walau jauh, kami juga mengikuti perkembangan di Jakarta. Setiap ada di antara kami yang pulang ke Jakarta, kami dapat merasakan perubahan-perubahan positif sejak Ahok menjabat Gubernur DKI,” kata Lehma, menjawab pertanyaan Koransulindo.
Kebetulan, ketika aksi kirim bunga sedang berlangsung, salah satu Teman Ahok dari Swiss memang sedang mudik di Jakarta. Mendengar ide itu, gayung pun bersambut. Dengan komunikasi yang lancar lewat media sosial, inisiatif itu pun cepat terealisasi.
WNI di Toronto, Kanada, menulis “you are the winners in ourhearts”. Dari Perth, Australia, mereka yang menamakan diri Sahabat Badja menulis pesan singkat “We Love You dan tetap semangat.”
Antusiasme WNI di luar negeri yang menyemangati Ahok-Djarot terus mengalir. BeberapaWNI di Swedia kecewa karena tidak sempat menyumbang bunga. ”Jangan khawatir, nanti di akhir tugas Badja, kita kirim lagi bunga terima kasih, ” kata Mia Rudolfsson, WNI yang tinggal di Rimbo, sebelah utara Stockholm.
Pertanyaan muncul mengapa WNI di luar negeri ikut sibuk dengan Pilkada Ibukota? Bagi Teman Badja di Swedia, kekalahan Ahok-Djarot dalam Pilkada DKI bukan hanya masalah warga Jakarta. Di grup chat WA itu, mereka sepakat bahwa Ahok dan Djarot adalah pemimpin teladan yang tulus bekerja untuk rakyat. Mereka anti korupsi dan bekerja sepenuh hati.
”Lihat Jakarta sekarang, kita bisa menikmati transportasi umum yang bersih, banjir mulai menghilang dan pembangunan taman-taman kota yang tertata,” kata Santi Gustafsson, warga Stockholm.
Mereka sepakat kekalahan Ahok-Djarot di Pilkada adalah kekalahan keteladanan. Ahok dan Djarot sudah meletakkan standar yang tinggi bagi calon kepala pemerintahan daerah di mana saja. Mereka berdisiplin tinggi, bekerja efisien, dan penuh inovasi.
Sejumlah WNI di Swedia, yang diajak berdiskusi mengenai masa depan Ahok juga optimistis lelaki dari Belitung Timur itu mampu menjadi pemimpin di mana pun berkarier nanti.
“Ahok bukan hanya untuk Jakarta,” kata Yeni Andersson. Ia mencontohkan pembangunan Simpang Semanggi dengan biaya murah berstandar internasional yang dikerjakan dalam waktu singkat.
Mereka berharap Presiden Joko Widodo tidak menyia-nyiakan kapasitas Ahok yang sudah teruji itu.
Anton Alifandi, mantan wartawan BBC yang bermukim di London, Inggris, memaklumi antusiasme yang terjadi. Anton yang kini bekerja sebagai analis di IHS Markit yang bermarkas di London mencemaskan proses Pilkada DKI yang memperburuk rasa saling percaya masyarakat yang berakibat pada stabilitas pemerintah.
”Beberapa aspek pilkada ini unik, tapi varian dari taktik menggunakan agama dan ras akan dipakai di dalam pilkada-pilkada berikutnya,” katanya.
Anton menduga kelak jika salah satu lawan di pilkada sulit dikalahkan dari segi kompetensi, maka ia akan diserangdengan taktik ini.
”Ridwan Kamil mulai diserang dengan isu Syiah,” katanya.
Sebagaimana pengguna media sosial pada umumnya, kericuhan antar pendukung di Pilkada DKI Jakarta, mau tak mau, juga berdampak bagi mereka yang di luar negeri. Saling sebal dan berdebat di status Facebook bahkan ada yang sampai memutuskan persahabatan.
Tidak bisa dipungkiri konflik-konflik ini berawal dari pemilihan presiden 2014 dan terus berlanjut sampai sekarang. [Sen Tjiauw Gustafsson, kontributor Koran Sulindo di Swedia. Menetap di Norrtälje]