Setya Novanto Bersaksi Hari Ini, Jaket Jingga KPK Telah Menanti?

Setya Novanto dan istrinya, Deisti Astriani Tagor, ketika mendaftar calon Ketua Umum Partai Golkar, Mei 2016.

Koran Sulindo – Pada Kamis ini (6/4), kasus skandal korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) akan digelar untuk ketujuh kalinya, dengan terdakwa masih Irman dan Sugiharto. Rencananya, pada sidang kali ini akan dihadirkan antara lain Ketua DPR Setya Novanto sebagai saksi. Kuasa hukum Setya Novanto, Rudy Alfonso, memastikan kliennya akan hadir dalam persidangan.

Nama Setya Novanto memang muncul terus dalam hal-ihwal yang berkenaan dengan hal-ihwal skandal yang menjijikkan ini, bahkan sejak masih berupa isu. Namun, dalam lembar dakwaan yang disusun Jaksa Komisi Pemberabtasan Korupsi (KPK), nama Setya Novanto justru tidak terulis menerima uang haram, meski perannya semasa menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR ketika itu sangat penting. Setya disebut-sebut sebagai orang yang memastikan proyek tersebut berjalan.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin, juga mengatakan, Setya Novanto bersama mantan Ketua Umum Partai Demokart Anas Urbaningrum mengendalikan proses persetujuan anggaran di DPR. Mereka berdua, katanya, yang melakukan koordinasi ke para pemimpin fraksi untuk menyetujui anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. “Sebenarnya, Setya Novanto bukan di Komisi II DPR dan dia itu ketua fraksi. Tetapi, dia menyampaikan itu kepada Ganjar. Itu yang kami dalami,” tutur Jaksa KPK, Irene Putrie.

Dalam sidang 30 Maret 2017 lalu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membenarkan adanya pertemua dirinya dengan Setya Novanto terkait proyek e-KTP. Pertemuan itu terjadi tahun 2011 atau 2012 di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali. “Saya mau balik ke Jakarta, seingat saya Setya Novanto sampaikan bagaimana proyek e-KTP. Jangan galak-galak, ya,” kata Hakim Jhon Halasan Butar Butar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, saat mengonfrimasi berita acara pemeriksaan Ganjar. Dan, Ganjar membernarkan..

“Kami jumpa dalam situasi, kami salaman, tiba-tiba ditanya itu. ‘Jangan galak-galak soal e-KTP.’ Saya bilang, ‘Iya, urusannya sudah selesai.’,” tutur Ganjar di pengadilan. Saat itu, lanjutnya, proses pembahasan e-KTP di Komisi II DPR sudah selesai sehingga tak ada urusan lagi dengan Ganjar.

“Apa Anda galak soal e-KTP?” ujar hakim kepada Ganjar.

“Saya tidak tahu. Kami kan dalam sidang klarifikasi beberapa hal, berdebat item dalam anggaran, apakah seperti ini, siapa nanti yang akan melakukan, dan pemerintah berkali-kali ajukan revisi,” jawab Ganjar. Menurut Ganjar, Setya berpesan seperti itu mungkin karena dirinya sering bertanya.

Ganjar juga mengatakan, Komisi II DPR ketika itu memang kerap mengkritisi soal uji coba e-KTP. Ia juga mengungkapkan, dirinya mempertanyakan apakah e-KTP bisa diterapkan secara menyeluruh, apakah bisa menjamin sistemnya tak bisa dibobol. Karena, katanya, e-KTP akan diterapkan di seluruh Indonesia. Ganjar pun menduga, pertanyaan kritis semacam itulah yang dianggap galak oleh Novanto.Dalam sidang perdana kasus ini, 9 Maret 2017 lalu, dari dakwaan yang dibacakan dakwa terungkap bahwa ada beberapa orang tampak berkumpul di ruang kerja Setya Novanto di DPR RI, Jakarta, pada suatu siang tahun 2010. Orang-orang itu terlihat membicarakan tentang pembuatan e-KTP. Setya Novanto sebagai “sohibul bait” ada di antara orang-orang itu.

Ia dalam kesempatan itu menyatakan dukungnya kepada program tersebut, terutama dari sisi anggaran. Bahkan, Setya berjanji akan berkoordinasi dengan pemimpin fraksi lainnya. Itulah percakapan yang terjadi di ruangan Novanto di gedung DPR, Jakarta.

Yang juga hadir dalam pertemuan tersebut adalah Irman (Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri), dan Andi Agustinus alias Andi Narogong (pengusaha yang disebut mitra lama Kemendagri). Andi juga yang disebut sebagai pelaksana proyek e-KTP dan kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pasca-pertemuan itu, tepatnya Mei 2010, sebelum rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Irman bersama Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi serta Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni bertemu dengan beberapa anggota Komisi II DPR, seperti Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Efendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, Arief Wibowo, M. Nazaruddin. Andi Agustinus juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Mereka membahas pembangunan Sistem Informasi Administrasi  Kependudukan (SIAK) dan pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional serta pembicaraan pendahuluan, terutama memasukkan proyek itu sebagai prioritas ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2011 untuk kontrak tahun jamak. Dietgas juga dalam pertemuan itu bahwa proyek tersebut akan dilaksanakan Andi Agustinus, dengan komitmen memberi komisi ke sejumlah anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Untuk soal ini, Andi membenarkan.

Selanjutnya, Irman menjadwalkan pertemuan lanjutan, dengan menghubungi Johanes Richard Tanjaya, yang merupakan Direktur PT Java Trade Utama. Disepakati: pertemuan akan diadakan di Hotel Sultan-Jakarta. Dalam pertemuan itu, Irman memperkenalkan Andi sebagai orang yang ingin menjalankan proyek dan mengurus anggaran proyek e-KTP..

Kira-kira Juli hingga Agustus 2010, DPR mulai membahas anggaran proyek e-KTP. Andi pun aktif menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin. Komisi II DPR kemudian sepakat menetapkan anggaran proyek e-KTP menjadi Rp 5,9 triliun. Yang mengawal pembahasan anggaran ini adalah Partai Demokrat dan Partai Golkar.

Andi lalu membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas, dan Nazaruddin, antara lain 51% dari anggaran itu atau sekitar Rp 2,7 triliun akan dipergunakan sebagai belanja modal untuk pembiayaan proyek. Sisanya, sekitar Rp 2,6 triliun, akan dibagi-bagikan kepada beberapa pejabat Kemendagri, termasuk Irman dan Sugiharto, serta anggota DPR.

Akan halnya jatah untuk Setya Novanto dan Andi Agustinus mencapai kurang-lebih Rp 574 miliar. Jumlah yang sama dengan itu juga diterima Anas dan Nazaruddin.

Selain membahas membagi-bagi uang haram, pertemuan tersebut juga membahas perusahaan yang akan mengerjakan proyek e-KTP. Pilihannya jatuh pada badan usaha milik negara.

Dalam sidang perdana itu, tidak bantahan dari Irman dan Sugiharto. Keduanya memang sudah bersedia untuk menjadi justice collaborator KPK.

Setelah pembacaan dakwaan, Jaksa KPK Irene Putrie juga menegaskan keterlibatan Setya Novanto. Pihaknya, katanya, telah mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup sehingga berani menyatakan Setya Novanto turut serta dalam perbuatan skandal korupsi tersebut. Akankah Setya Novanto segera “dihadiahi” jaket jingga oleh KPK? Kita tunggu saja. [PUR]