Dalam sidang perdana kasus ini, 9 Maret 2017 lalu, dari dakwaan yang dibacakan dakwa terungkap bahwa ada beberapa orang tampak berkumpul di ruang kerja Setya Novanto di DPR RI, Jakarta, pada suatu siang tahun 2010. Orang-orang itu terlihat membicarakan tentang pembuatan e-KTP. Setya Novanto sebagai “sohibul bait” ada di antara orang-orang itu.

Ia dalam kesempatan itu menyatakan dukungnya kepada program tersebut, terutama dari sisi anggaran. Bahkan, Setya berjanji akan berkoordinasi dengan pemimpin fraksi lainnya. Itulah percakapan yang terjadi di ruangan Novanto di gedung DPR, Jakarta.

Yang juga hadir dalam pertemuan tersebut adalah Irman (Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri), dan Andi Agustinus alias Andi Narogong (pengusaha yang disebut mitra lama Kemendagri). Andi juga yang disebut sebagai pelaksana proyek e-KTP dan kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pasca-pertemuan itu, tepatnya Mei 2010, sebelum rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Irman bersama Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi serta Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni bertemu dengan beberapa anggota Komisi II DPR, seperti Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Efendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, Arief Wibowo, M. Nazaruddin. Andi Agustinus juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Mereka membahas pembangunan Sistem Informasi Administrasi  Kependudukan (SIAK) dan pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional serta pembicaraan pendahuluan, terutama memasukkan proyek itu sebagai prioritas ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2011 untuk kontrak tahun jamak. Dietgas juga dalam pertemuan itu bahwa proyek tersebut akan dilaksanakan Andi Agustinus, dengan komitmen memberi komisi ke sejumlah anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Untuk soal ini, Andi membenarkan.

Selanjutnya, Irman menjadwalkan pertemuan lanjutan, dengan menghubungi Johanes Richard Tanjaya, yang merupakan Direktur PT Java Trade Utama. Disepakati: pertemuan akan diadakan di Hotel Sultan-Jakarta. Dalam pertemuan itu, Irman memperkenalkan Andi sebagai orang yang ingin menjalankan proyek dan mengurus anggaran proyek e-KTP..

Kira-kira Juli hingga Agustus 2010, DPR mulai membahas anggaran proyek e-KTP. Andi pun aktif menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin. Komisi II DPR kemudian sepakat menetapkan anggaran proyek e-KTP menjadi Rp 5,9 triliun. Yang mengawal pembahasan anggaran ini adalah Partai Demokrat dan Partai Golkar.

Andi lalu membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas, dan Nazaruddin, antara lain 51% dari anggaran itu atau sekitar Rp 2,7 triliun akan dipergunakan sebagai belanja modal untuk pembiayaan proyek. Sisanya, sekitar Rp 2,6 triliun, akan dibagi-bagikan kepada beberapa pejabat Kemendagri, termasuk Irman dan Sugiharto, serta anggota DPR.

Akan halnya jatah untuk Setya Novanto dan Andi Agustinus mencapai kurang-lebih Rp 574 miliar. Jumlah yang sama dengan itu juga diterima Anas dan Nazaruddin.

Selain membahas membagi-bagi uang haram, pertemuan tersebut juga membahas perusahaan yang akan mengerjakan proyek e-KTP. Pilihannya jatuh pada badan usaha milik negara.

Dalam sidang perdana itu, tidak bantahan dari Irman dan Sugiharto. Keduanya memang sudah bersedia untuk menjadi justice collaborator KPK.

Setelah pembacaan dakwaan, Jaksa KPK Irene Putrie juga menegaskan keterlibatan Setya Novanto. Pihaknya, katanya, telah mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup sehingga berani menyatakan Setya Novanto turut serta dalam perbuatan skandal korupsi tersebut. Akankah Setya Novanto segera “dihadiahi” jaket jingga oleh KPK? Kita tunggu saja. [PUR]