Ilustrasi: Massa Hizbut Tahrir Indonesia, ormas yang dibubarkan lewat Perppu Ormas/hizbut-tahrir.or.id

Koran Sulindo – Setara Institute menyatakan terdapat fakta-fakta seputar Pemilu 2019, khususnya pemilihan presiden (Pilpres), mulai dari tahap deklarasi dukungan, kampanye, hingga respons atas hasil “quick count” lembaga-lembaga survei dan rekapitulasi suara sementara KPU, nyata-nyata mengindikasikan pergelaran itu ditunggangi “penumpang gelap” (free rider).

“Mereka berlatar belakang simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), kelompok keagamaan radikal seperti GARIS (Ketua Umumnya, Chep Hermawan, pernah mengaku sebagai Presiden ISIS Regional Indonesia) bahkan kelompok-kelompok teroris seperti Jama’ah Anshorud Daulah (JAD), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), dan Jamaah Anshorus Syari’ah (JAS),” kata Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Selasa (14/5/2019), melalui rilis media.0

Menurut Hendardi, penangkapan teroris Bekasi dari jaringan JAD pekan lalu yang merancang peledakan bom dalam aksi 22 Mei 2019 menanggapi pengumuman resmi hasil Pemilu 2019 oleh KPU RI menegaskan bahwa kelompok teroris telah menunggangi Pemilu 2019 untuk kepentingan politik mereka. Mereka memberikan dukungan “tidak gratis” kepada kontestan serta menjadikan titik-titik rawan yang ditimbulkan oleh fragmentasi elite untuk melakukan konsolidasi jaringan dan kekuatan.

Hendardi mengingatkan agar elite politik hendaknya membersihkan diri dari anasir-anasir nondemokratis dan anti-Pancasila yang memanfaatkan momentum politik elektoral untuk kepentingan ideologis dan politis mereka.

“Intensitas narasi dari elite politik dan pendukungnya untuk mendelegitimasi proses dan hasil Pemilu 2019, melalui reproduksi hoaks, misinformasi, dan disinformasi telah melahirkan titik-titik kerawanan yang membangkitkan sel-sel tidur jaringan teroris,” katanya.

Setara meminta para elite politik dan publik ikut memelihara kondusivitas sosial-politik dengan menahan diri dari melakukan tindakan yang dapat meningkatkan kerawanan keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Hentikan produksi hoaks-misinformasi-disinformasi, ujaran kebencian, dan provokasi-provokasi menjelang, pada, dan pasca pengumuman resmi hasil Pemilu 2019 oleh KPU RI,” kata Hendardi. [Didit Sidarta]