Koran Sulindo – Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Wadah Pegawai (WP) KPK didesak agar mundur dan tak lagi mencampuri urusan internal di lembaga anti korupsi itu.
Koordinator Nasional HAM Indonesia, Asep Irama menjelaskan desakan dilakukan lantara pernyataan pimpinan KPK yang menyebut telah menyerahkan mandat dan tanggung jawab pengelolaan KPK ke Presiden Joko Widodo.
“Mendesak Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif mundur dari jabatannya sebagai Komisoner KPK Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif angkat kaki dari Gedung KPK karena tidak kapabel dan tidak berintegritas,” kata Asep dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (16/9).
Menurut Asep, sikap Agus Rahardjo cs itu jika ditilik dari kaidah Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak tepat dan bahkan cacat.
Presiden tentu tidak dalam posisi menerima mandat lembaga antirasuah karena pada dasarnya, pimpinan KPK adalah pihak yang memiliki otoritas dan tanggungjawab mengelola urusannya sebagaimana diatur berdasarkan undang-undang.
“Lagi pula, pernyataan Agus Rahardjo cs itu terlihat ‘baper’ dan ‘mencla-mencle’. Jika memang merasa tidak sanggup menjalankan tanggungjawab dan tugas negara, maka secara jelas dan formal harus memundurkan diri sebagaimana telah diataur dalam Pasal 32 huruf e UU KPK,” kata Asep.
Ia juga menyebut penyerahan mandate yang diumumkan tiga pemimpin KPK itu inskonstitusional dan menyimpang dari UU KPK.
Sementara itu di sisi lain Asep meminta kepada DPR untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang KPK. Tujuannya agar tidak ada kesewenangan lembaga antirasuah dalam menjalankan tugasnya.
Asep juga menekankan, Wadah Pegawai KPK juga harus angkat kaki dari internal KPK lantaran telah melenceng dari undang-undang.
“Menuntut WP KPK bubar dan keluar dari Gedung KPK karena merendahkan marwah lembaga negara,” kata Asep.
Seperti diketahui, sebelumnya beberapa pemimpin KPK menyerahkan mandat kepada Presiden Joko Widodo. Hal ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menyetujui pembahasan revisi Undang-undang KPK dan terpilihnya lima pimpinan lembaga antirasuah itu periode 2019-2023.
“Pada hari ini, Jumat, 13 September, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden RI. Kami menunggu perintah apakah kemudian kami masih akan dipercaya sampai Desember, atau kami menunggu perintah itu,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (13/9).
Meski demikian, kata Agus, pihaknya tetap menjalankan fungsi operasional di KPK. Ia menyebut kegiatan rutinitas pegawai KPK tetap dilanjutkan.
“Mudah-mudahan kami diajak bicara oleh Bapak Presiden untuk menjelaskan kegelisahan seluruh pegawai kami dan juga isu-isu yang sampai hari ini kami enggak bisa jawab,” kata Agus.
Namun, penyerahan mandat itu dikritik mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Ia mengatakan pimpinan KPK tidak bisa mengembalikan mandat kepada presiden karena mereka bukan mandataris presiden.
“Secara hukum, KPK itu bukan mandataris presiden, tidak bisa dia lalu mengembalikan mandat kepada presiden karena presiden tak pernah memberikan mandat ke KPK,” kata Mahfud di Yogyakarta, Minggu (15/9).
Mahfud juga menambahkan dalam ilmu hukum, mandataris berarti orang yang diberikan mandat oleh pejabat tertentu, tetapi yang bertanggung jawab adalah pemberi mandat. Adapun yang diberi tugas disebut mandataris.
“Sebelum 2002, presiden adalah mandataris MPR. Presiden diberi mandat dan yang bertanggung jawab MPR. Nah, KPK itu bukan mandataris presiden sehingga tak ada istilah hukum mandat kok dikembalikan,” kata dia.
Lagipula, KPK juga bukan mandataris siapa pun. Lembaga itu independen kendati berada di lingkaran kepengurusan eksekutif, tetapi bukan di bawah presiden.
Secara yuridis, kata Mahfud, pengembalian mandat yang dilakukan pimpinan KPK tidak berarti KPK kosong karena lembaga antirasuah itu bukan mandataris presiden. [YMA]