Sepak Terjang Stasi, Polisi Rahasia Jerman Timur yang Mirip KGB

Sederet tentara Stasi di depan Gedung 1 (Haus 1), Berlin. Di depan mereka berdiri Erich Mielke, Menteri Keamanan Negara Jerman Timur. (Sumber: Das Bundesarchiv)

Pada tanggal 8 Februari 1950, Jerman Timur mendirikan Kementerian Keamanan Negara (Ministerium für Staatssicherheit), yang juga dikenal sebagai Stasi. Mirip KGB di Uni soviet, tujuan Stasi adalah melawan serangan spionase Amerika Serikat, Inggris, serta antek-antek mereka dari Jerman Barat.

Dengan bantuan Uni Soviet, Stasi menjadi polisi rahasia yang bertanggung jawab atas pengawasan politik dalam negeri dan spionase.

Bersama dengan Partai Persatuan Sosialis Jerman (Sozialistische Einheitspartei Deutschlands atau SED), Dinas Keamanan Negara, dan perwira keamanan Soviet, Stasi menyatakan bahwa siapa pun yang memiliki pendapat atau pandangan berbeda atau yang menjadi target bukan karena kesalahan mereka sendiri akan dianggap sebagai agen rahasia, penyabot, atau bandit yang melayani musuh.

Berikut ini adalah sepak terjang Stasi, merangkum dari buku The History of the Stasi: East Germany’s Secret Police, 1945-1990 oleh Jens Gieseke.

Keanggotaan Stasi

Dalam konteks investigasi praktis, Stasi mengikuti model Cheka di Uni Soviet untuk mendapatkan pengakuan dari para tahanan melalui perampasan tidur, isolasi, dan kekerasan langsung. Cheka adalah organisasi polisi rahasia Soviet pertama yang didirikan pada tahun 1917.

Dalam beberapa tahun saja, Stasi berhasil memperluas aparaturnya dengan cepat dan memenuhi fungsi aktifnya dalam transformasi radikal masyarakat Jerman Timur. Pada saat Stalin meninggal pada bulan Maret 1953, Stasi sudah memiliki sekitar 10.000 karyawan. Di tahun sebelumnya saja, stafnya meningkat lebih dari dua kali lipat, sehingga melampaui Gestapo dalam hal jumlah staf di seluruh Reich pada periode sebelum perang.

Pada tahun 1961, ketika Tembok Berlin didirikan, jumlah pegawai Stasi sekitar 20.000 orang. Di tahun 1971, jumlahnya meningkat hingga lebih dari 45.500 orang. Kemudian pada tahun 1982, di tengah krisis Polandia dan di tengah meningkatnya utang luar negeri Jerman Timur, jumlah pegawai Stasi mencapai 81.500 orang. Tingkat pertumbuhan karyawan tertinggi terjadi antara tahun 1968 dan 1982

Sebagian besar karyawan Stasi terdiri dari laki-laki muda berpendidikan rendah dari keluarga kurang mampu. Diindoktrinasi di sekolah-sekolah pelatihan politik, para pemuda ini dipakai untuk melakukan tugas kasar dan siap menangkap dan menginterogasi orang-orang yang sangat rentan terhadap Stalinisme.

Jumlah karyawan yang banyak dimaksudkan untuk mengimbangi kurangnya kualitas mereka, karena staf Stasi jauh dari ideal sebagai garda depan elit yang disiplin dan teguh. Keterampilan dasar dan teknik kepolisian yang paling mendasar, seperti mencatat protokol interogasi, sering kali kurang. Terlebih lagi, sikap mahakuasa ala Cheka mendorong kecenderungan pelanggaran disiplin, yang harus dibayar oleh Stasi dengan pemecatan dini.

Para Informan Stasi

Jumlah informan Stasi pun tumbuh pesat. Antara tahun 1950 dan 1952 saja, Stasi merekrut sekitar 30.000 orang untuk kerja sama tidak resmi sebagai informan rahasia (Geheimer Informator) atau kolaborator rahasia (Geheimer Mitarbeiter).

Namun, kualitas informan ini masih jauh dari harapan. Terlebih lagi, staf Keamanan Negara yang seringkali masih muda dan kurang berpengalaman kesulitan merekrut informan di tempat yang paling mereka butuhkan.

Stasi juga merekrut kolaborator tidak resmi (Inoffizielle Mitarbeiter ) dan menggunakan mereka sebagai senjata utama dalam melawan musuh. Kegiatan mereka bertujuan untuk mengumpulkan informasi, mencakup observasi, penyadapan, penyelidikan dengan petugas patroli (Abschnittsbevollmächtigter) Kepolisian Rakyat, atau pengawasan pos.

Jaringan IM pada pertengahan 1950-an terdiri dari 20.000 hingga 30.000 orang. Jumlahnya meningkat pada 1960-an hingga akhir 1980-an, mencapai ratusan ribu karyawan. Sekitar 85 hingga 90 persen di antaranya laki-laki.

Tugas utama ketiga jenis informan rahasia ini adalah menjaga telinga dan mata mereka tetap terbuka, mengumpulkan informasi dan menangkap suasana hati, serta melaksanakan tugas-tugas Stasi yang “aktif”.

Teror Stasi di Jerman Timur

Menyingkirkan lawan dan pesaing dari ranah politik tidaklah cukup bagi SED. Melalui Stasi, mereka mulai menargetkan dan menganiaya kelompok-kelompok agama, seperti Saksi Yehuwa dan Junge Gemeinde, kelompok pemuda Protestan yang menyediakan tempat berlindung bagi para remaja yang trauma akibat Perang Dunia 2.

SED lalu memperkenalkan undang-undang pidana komersial yang kejam untuk menyerang para pengusaha swasta. Kolektivisasi pertanian, bengkel, dan manufaktur skala kecil pun dimulai. Stasi membawa banyak petani, pengrajin, dan pedagang ke pengadilan atas tuduhan “kejahatan ekonomi”.

Jerman Timur juga mengadopsi disiplin yang keras terhadap pekerja industri seperti yang diperkenalkan di Uni Soviet dalam upaya meningkatkan produktivitas.

Undang-Undang tentang Perlindungan Properti Nasional memungkinkan hukuman berat untuk pelanggaran ringan. Seorang pekerja yang mencuri satu briket batu bara atau setengah pon asinan kubis, misalnya, dapat dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Kasus pencurian yang lebih serius dapat mengakibatkan hukuman “dua puluh lima tahun”, seperti yang dijatuhkan oleh pengadilan Soviet.

Mengutip dari Radio Free Europe, salah satu aspek operasi Stasi disebut sebagai “dekomposisi”. Ini adalah siksaan psikologis terhadap para pembangkang melalui tindakan yang mencakup penghancuran karier dengan kampanye surat anonim yang memalukan, membobol apartemen dan mengganti obat-obatan, atau memasang kamera untuk mengambil gambar secara diam-diam. Kepemilikan barang apapun dari negara-negara Barat, seperti karya seni atau cemilan, bisa membuat seseorang dipecat.

Keruntuhan Stasi

Meskipun memiliki rekam jejak yang mengesankan di Barat, Stasi harus menghadapi kekalahan dan kelemahan. Pertama, penggunaan teknologi mata-mata canggih pada era revolusi mikroelektronika, khususnya, memberikan keuntungan yang jelas bagi Barat

Kedua, pandangan para pemimpin komunis semakin berorientasi pada konflik. Semakin sipil konflik sistem menjadi, semakin sedikit pengaruh dinas rahasia. Pada akhirnya, bukan kecakapan militer yang menentukan hasil Perang Dingin tetapi kemampuan sistem yang bersaing untuk memodernisasi domain ekonomi, teknologi, dan sosial.

Namun kelemahan terbesar mata-mata Jerman Timur agaknya berkaitan dengan fakta bahwa SED sama sekali tidak menarik bagi sebagian besar warga Jerman Barat. Akibatnya, perekrutan agen-agen baru menjadi semakin sulit. Dan harapan untuk menggunakan spionase ekonomi dan teknologi guna mengimbangi kelemahan inovatif dan kinerja ekonomi yang buruk ternyata hanyalah ilusi. Terakhir, terdapat kelemahan fungsional dalam proses pengambilan keputusan.

Pada awal Oktober 1989, sebulan sebelum Reunifikasi Jerman, Stasi semakin mengalami keretakan. SED kehilangan peran kepemimpinannya pada bulan November di tahun yang sama. Stasi akhirnya berhenti beroperasi pada 30 Juni 1990. [BP]