Foto ilustrasi
Foto ilustrasi

koransulindo.com – Seni kerajinan perak Kotagede adalah sebuah seni kriya kuna yang sudah ada sejak abad ke-16. Kekriyaan yang bahkan sudah dimulai sejak masa Kerajaan Mataram Islam dengan Panembahan Senopati sebagai raja pertamanya, yang tumbuh bersama dengan berkembangnya Kerajaan Mataram Islam tersebut. Ketika ibu kota kerajaan dipindah dari Kotagede, para perajin tetap tinggal di situ dan meneruskan kriyanya.

Kemudian, saat Kerajaan Mataram Islam pecah menjadi Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta, para perajin perak Kotagede menjadi semakin sibuk karena harus melayani permintaan empat kraton sekaligus. Yaitu, Kasultanan Ngayogyakarta, Kasunanan Surakarta, Puro Pakualaman, dan Mangkunegaran.

Menurut seorang pengusaha dan perajin perak di Kotagede, ada sebuah keunikan dari seni kriya perak Kotagede yang tak dimiliki oleh perajin perak dari daerah-daerah lain di Indonesia. Yaitu, seni ukir dan tatah perak. Keunikan inilah yang membawa kekriyaan perak Kotagede ke masa keemasannya. Ukiran-ukiran pada perak Kotagede tersebut terinspirasi oleh ukiran-ukiran pada candi-candi semisal Candi Prambanan dan lainnya.

kerajinan perak kotagedeAwalnya, kriya perak di Kotagede merupakan produk terbatas. Dimulai oleh Panembahan Senopati pada masa Kerajaan Mataram Islam, yang memerintahkan abdi dalem kriya membuat perhiasan dari emas dan perak untuk keperluan pribadi. Lama kelamaan, kegiatan ini berubah menjadi industri seperti sekarang.

Masa keemasan kerajinan perak Kotagede adalah di sekitar 1930-1940-an. Saat itu, semakin banyak bermunculan usaha-usaha kerajinan perak. Berbagai motif baru ukiran perak juga diciptakan. Kualitas hasil kerajinan perak juga semakin ditingkatkan.

Perdagangan kerajinan dari Kotagede melambung pesat justru pada masa kolonial Hindia Belanda. Ketika banyak pedagang VOC yang memesan peralatan rumah tangga untuk orang-orang Eropa. Sendok, garpu, sendok nasi, panci, piring, dan cangkir. Tak hanya yang terbuat dari perak, tapi juga dari bahan-bahan lain seperti emas, tembaga, dan kuningan. Sejak saat itu, Kotagede pun menjadi sebuah sentra kerajinan perak.

Keseriusan Kotagede sebagai sentra seni kriya perak semakin terlihat ketika Java Instituut pada 1939 mendirikan Kunstambachtsschool, atau Sekolah Seni Kerajinan Sedyaning Piwoelang Angesti Boedi. Sayangnya, Perang Dunia II pecah pada tahun yang sama, dan Hindia Belanda direbut Jepang. Sekolah tersebut hanya sempat meluluskan satu angkatan, sebelum akhirnya ditutup. [NiM]

(Bersambung ke bagian 2, 26 September 2021, pukul 22.00 di sini)

Baca juga: