Selamatkan Ekonomi, Perlukah Pemerintah Cetak Uang Baru?

Wakil Ketua MPR Syarif Hasan dan istri/tribunnews.com

Koran Sulindo – Wakil Ketua MPR Syarif Hasan mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati merencanakan pencetakan uang baru. Sebab, mencetak uang baru akan mendorong inflasi yang tinggi dan membuat rakyat semakin kehilangan daya beli.

Seperti diketahui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi corona dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan membolehkan pemerintah untuk mencetak uang baru.

Badan Anggaran DPR juga mengusulkan kepada pemerintah dan Bank Indonesia untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun. Tujuannya untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak yang ditimbulkan wabah virus corona. Banggar menilai perlu pembiayaan yang besar untuk mengatasi pandemi virus corona baik penanganan kesehatan maupun dampak ekonominya.

Syarif menyarankan pemerintah untuk membatalkan anggaran di bidang infrastruktur dan anggaran untuk ibu kota baru untuk membantu mengurangi defisit APBN. “Sebaiknya anggaran pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur dan anggaran untuk ibu kota baru dibatalkan agar bisa dialihkan membantu APBN yang defisitnya semakin melebar,” kata Syarif.

Perppu Nomor 1 Tahun 2020, kata Syarif, sebaiknya diganti dengan UU APBN-P Tahun 2020. “Kami menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2020, refocusing anggaran dan lainnya harus melalui APBN-P 2020,” ujarnya.

Pandangan berbeda justru datang dari Gita Wiryawan. Ia justru mengusulkan Bank Indonesia agar mencetak uang sebanyak Rp 4.000 triliun rupiah untuk mengatasi persoalan ekonomi karena dampak corona.

Uang tersebut, kata Gita, tidak hanya digunakan untuk memberi stimulus pada mereka yang kehilangan pendapatan, tapi juga untuk restrukturisasi penyelamatan sektor riil dan UMKM.

Menteri Perdagangan tahun 2011-2104 ini menekankan, kebijakan mencetak uang tersebut tidak akan menimbulkan inflasi karena uang yang disalurkan ke masyarakat,  hanya untuk menjamin kebutuhan dasar, bukan untuk meningkatkan gaya hidup.

Soal depresiasi rupiah melemah di hadapan mata uang lain, menurut Gita juga tak perlu dikhawatirkan. Karena banyak negara kini mencetak uang untuk mencukup kebutuhan ekonomi dalam negerinya.

Gita juga menepis kekhawatiran banyak pihak adanya moral hazard dalam mencetak uang. Dengan memperketat koordinasi pusat dan daerah dalam menentukan kanalisasi penyaluran bantuan.

Gita yang kini menjabat sebagai wakil ketua pertimbangan Kadin mengapresiasi langkah pemerintah untuk penyelamatan ekonomi yang terdampak corona, meski stimulus yang diberikan masih kurang.

Ia berpendapat, harus ada kebijakan tidak biasa yang harus diambil pemerintah, yakni pencetakan uang. Meski diakui bertentangan dengan apa yang diajarkan selama ini, kebijakan pencetakan uang dianggap sebagai satu satunya alternatif untuk mencapai likuiditas yang dibutuhkan negara. [WIS]