Selamat Jalan, Bung Achadi!

Achadi semasa hidupnya (di kursi roda) dijenguk oleh Peter A Rohi (duduk, kiri) dan Pemimpin Redaksi Koran Suluh Indonesia (berdiri, tengah) dan kawan-kawan, 2015. Foto: Janfry Sihombing

Koran Sulindo – Mantan Menteri Transmigrasi dan Koperasi Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, kabinet terakhir masa Bung Karno menjadi presiden, Mohammad Achadi, telah berpulang pada hari Rabu (1/6), bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila. Beliau mengembuskan napas terakhir di rumahnya, di Depok, Jawa Barat.

“Mestinya, pagi ini, Pak Achadi bersama kami dalam acara launching yayasan dan diskusi kebangsaan. Mas Roso Daras, pimpinan yayasan, tiba-tiba menerima telepon. Putra Pak Achadi menyampaikan kabar duka: ‘Bapak baru saja berpulang.’ Inna lillahi wainna ilaihi rojiun,” demikian ditulis wartawan senior yang juga kontributor Koran Suluh Indonesia dan pendiri Soekarno Institute, Peter A Rohi, Rabu kemarin.

Peter mengungkapkan, banyak yang lupa siapa Achadi. “Beliau mantan Ketua Pemuda dan Pelajar Indonesia di Eropa pada akhir tahun 1950-an. Sesuai pengakuannya kepada saya yang sempat mewawancarai beliau tahun lalu, suatu saat Bung Karno berkunjung ke Eropa dan berdialog dengan para pemuda dan pelajar Indonesia di sana. Pertemuan itu diakukan di Paris. Bung Karno tertarik akan gagasan-gagasan ekonomi Pak Achadi dan meminta dia pulang untuk menjadi Menteri Transmigrasi dan Koperasi pada kabinet Bung Karno yang terakhir.

Bung Karno tidak ingin membangun perekonomian kita di atas landasan kapitalisme yang diumpamakan sebagai manusia mengisap darah sesama manusia. Bung Karno juga tidak ingin perekonomian kita dibangun seperti gagasan Karl Marx dan Lenin, yaitu rakyat hanya sebagai buruh tanpa ide dan kreativitas yang semata-mata tergantung pada negara sebagai majikan,” tutur Peter.

Semasa hidupnya, Mohammad Achadi sempat menulis buku Kabut G30S: Menguak Peran CIA, M16, dan KGB. Dalam buku itu diungkapkan, dalang peristiwa Gerakan 30 September 1965 bukan hanya dinas intelijen Amerika Serikat, tapi juga intelijen Uni Soviet (sekarang Rusia) dan dinas intelijen Inggris, yang dilengkapi dokumen-dokumen. Achadi memang pelaku sejarah yang mengetahui bagaimana Bung Karno dijatuhkan dari kursi kepresidenan. Achadi bahkan merupakan Rektor Universitas Bung Karno pada tahun 1960-an, sebelum perguruan tinggi tersebut dibubarkan oleh rezim Orde Baru.

Achadi pernah ditahan rezim Orde Baru. Dalam bukunya, ia mengungkapkan bagaimana dirinya bertemu dengan tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia dan tokoh-tokoh yang diindikasikan terlibat Gerakan 30 September 1965 di penjara. Mereka antara lain Jenderal Supardjo (Wakil Pemimpin Senko/Sentral Komando Gerakan 30 September), Letkol Untung (Pemimpin Senko Gerakan 30 September), Jenderal Sabur (Komandan Tjakrabirawa), dan Pono (Biro Khusus Partai Komunis Indonesia). Dari pertemuan dengan tokoh-tokoh tersebut, Achadi semakin teguh berkesimpulan bahwa Bung Karno sama sekali tidak terlibat, baik langsung maupun tak langsung, dengan Gerakan 30 September 1965. Achadi juga berpandangan, Soeharto mengetahui akan adanya pergerakan malam 30 September 1965.

Kini, pelaku sejarah dan seorang soekarnois itu telah dipanggil menghadap Pemilik-nya. Semoga amal baiknya untuk bangsa dan negara ini diterima oleh Allah SWT. Aamiin.

“Beliau sebenarnya berhak dimakamkan di taman makam pahlawan. Namun, semasa hidupnya, beliau telah berwasiat agar dimakamkan di pemakaman umum. Jenazah beliau dimakamankan di tempat pemakaman umum dekat rumahnya,” ungkap Peter.

Selamat jalan, Bung Achadi! [JAN/PUR]