Koran Sulindo – Jajaran kepemimpinan teras Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekarang ternyata banyak yang memiliki masalah hukum. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (18/5).
Menurut Fahri, sikap PKS dalam Rapat Paripurna DPR yang menyatakan penolakannya terhadap hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan masalah tersebut. Diingatkan Fahri, sejak peristiwa kriminalisasi kepada mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq dalam kasus impor daging pada awal tahun 2013 lalu, sebetulnya kader dan jajaran kepemimpinan PKS telah memahami perlunya upaya evaluasi terhadap kinerja KPK agar bisa bekerja maksimal. “Dengan pergantian pimpinan PKS tahun 2015 tampak ada semacam sandera akibat banyaknya pimpinan PKS yang masuk dalam jajaran pimpinan teras sekarang yang memiliki persoalan hukum, baik sebagai mantan menteri, pejabat pemda, maupun anggota DPR,” kata Fahri.
Ia memang tidak menjelaskan siapa saja di jajaran kepemimpinan PKS yang punya masalah hukum tersebut. Fahri hanya menjelaskan sikap jernih fraksi PKS selama ini untuk mengkritik KPK tidak saja bersumber dari fakta partai tersebut pernah menjadi korban, tapi juga dari pemahaman yang dalam tentang penyimpangan yang dilakukan KPK dan telah menjadi temuan BPK, laporan masyarakat, dan juga rapat di Komisi III DPR.
Sikap Fraksi PKS di DPR yang seolah menentang penggunaan angket dan mendukung KPK sebenarnya berada di bawah sandera jajaran kepemimpinan PKS yang memiliki persoalan hukum, yang bahkan sedang dalam proses pemeriksaan dan temuan BPK. Ia pun menyesalkan sikap tersebut, yang mengabaikan fakta pentingnya evaluasi terhadap kinerja KPK setelah 15 tahun beroperasi melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. “Tekanan pimpinan PKS juga mengisolasi anggota yang sejak awal bersama anggota lainnya mengkaji persoalan penegakan hukum kita yang tidak pasti dan bermasalah,” ungkapnya.
Fahri melihat sikap Fraksi PKS di DPR jelas berada dalam tekanan sehingga melanggar kode etik serta hukum yang mengatur adanya kewajiban melaksanakan keputusan hukum di pengadilan. “Fraksi PKS ditekan untuk tidak melaksanakan keputusan hukum. Sungguh sebuah tindakan yang berbahaya. Akhirnya, menyambung kekecewaan kader, saya terus mengimbau Majelis Syuro PKS sebagai lembaga tertinggi selayaknya segera bersidang untuk menyelamatkan partai dari sandera segelintir orang yang bermasalah,” ujar Fahri.
Belum ada tanggapan dari pihak PKS terkait pernyataan Fahri tersebut. Fahri sendiri telah dikeluarkan dari PKS, seperti dipaparkan dalam situs resmi partai itu, 4 April 2016. Dalam situs tersebut, pihak PKS menjelaskan secara runut kronologi pemecatan terhadap Fahri. [RAF]