Sejarawan Peter Kasenda Meninggal

Peter Kasenda/Balairubgpress.com

Koran Sulindo – Sejarawan Peter Kasenda ditemukan meninggal di rumahnya, Perumahan Jatikramat Indah Sari Gaperi, Jalan Bukit Dago, RT 6 RW 6 Blok T Nomor 7, Jatibening Baru, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, hari ini. Almarhum diperkirakan sudah meninggal 3 hari sebelumnya.

Jasad Peter ditemukan sudah membusuk dalam kondisi tertelungkup di lantai saat petugas keamanan perumahan hendak mengirimkan paket.

“Anggota keamanan mau ngasih paket, surat, itu ternyata lampunya nyala, tapi kunci di luar. Terus dia bilang ke saya, ‘Udah ada bau-bau nih,’ kata Ketua RT 6 RW 6 Hendy, di rumah Peter, Senin (10/9/2018), seperti dikutip detik.com.

Saat ini jasad Peter sudah di RS Polri Kramatjati dan akan diotopsi elasa besok.

Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Indarto membenarkan peristiwa tersebut. Penemuan jasad Peter pertama kali diketahui oleh ketua RT setempat Senin, sekira pukul 11.00 WIB.

“Saat lewat di depan mencium bau busuk, secara spontan Pak RT mendekati pintu dan bau makin menyengat. Waktu pintu didobrak ditemukan ahli sejarah itu sudah meninggal,” katanya.

Menurut Indarto, Peter diduga meninggal sejak tiga hari lalu akibat sakit.

“Tidak ada tanda-tanda kekerasaan. Kemungkinan karena sakit,” kata Indarto.

Peter adalah penulis yang produktif. Buku-bukunya antara lain Hari-Hari Terakhir Sukarno, Sukarno Muda, dan Bung Karno: Panglima Revolusi.

Dikutip dari prismajurnal.com, Peter Kasenda lahir di Bandung. Belajar di Jurusan Perancis dan Sejarah di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia. Ia juga pernah menimba ilmu di Akademi Hubungan Internasional dan Sekolah Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta.

Dosen sejarah di Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, ini pernah menjadi relawan untuk Padepokan Filosofi dan Pondok Tani, Purwokerto. Menulis sejak mahasiswa dan tulisannya banyak berkisah mengenai Soekarno.

Tulisan pertamanya mengenai Soekarno dimuat harian Prioritas pada 2-3 Oktober 1986. Selain itu, dia juga menulis tentang tokoh militer Indonesia seperti Nugroho Notosusanto, Tahi Bonar Simatupang, dan Sarwo Edhie Wibowo yang diterbitkan jurnal Prisma pada 1991, 1992, dan 1993.

Dia menjadi kontributor buku Tokoh Indonesia dalam Era Pembangunan (1987); 90 Tahun Bung Karno (1991); managing editor buku Non Aligned Movemnet Toward The Next Millenium Volume II dan III (1995); Bung Karno tentang Marhaen dan Proletar (1999); Sukarno Muda: Biografi Pemikiran, 1926–1933 (2010); John Lumingkewas Merah Darahku, Putih Tulangku, Pancasila Jiwaku (2010); kontributor buku Mereka Bilang Kita Orang Indonesia (2010); Heldy Cinta Terakhir Bung Karno (2011); kontributor buku Kembali Ke Cita-cita Proklamasi (GMNI Koordinator Daerah Jawa Barat, 2011); Zulkifli Lubis Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI-AD (2012); dan Hari-Hari Terakhir Sukarno (2012).

Sementara dikutip dari blognya, Peter juga pernah mengajar di FISIP Universitas Bung Karno (UBK), dan di Kampus Merah Putih, serta Padepokan Filosofi, Purwokerto. Sebelumnya, bekerja di mingguan Angkatan Baru, peneliti di Institut Penelitian Sosial, Yayasan Vitae Magistra, Lembaga Kajian Kelautan Arthesis, Harian Media Indonesia, The British Royal Beach, Prudential Banc Bali, dan Lippo Land. [DAS]