Kawasan Wisata Puncak, Kabupaten Bogor. (Sumber Foto: Radar Bogor)

Koran Sulindo – Pada Minggu, 15 September 2024, terjadi peristiwa tragis di kawasan Puncak Bogor. Seorang wisatawan yang merupakan ibu-ibu, meninggal dunia saat terjebak dalam kemacetan yang kerap terjadi di kawasan tersebut.

Diduga, almarhumah meninggal karena penyakit yang dideritanya saat sedang berwisata. Meskipun kemacetan sering kali menjadi masalah di Puncak, kawasan ini tetap menjadi primadona bagi wisatawan bahkan sejak zaman Belanda.

Warga Jakarta dan sekitarnya sering memilih Puncak Bogor menjadi tujuan rekreasi terutama pada akhir pekan dan libur panjang.

Awal Mula Kepopuleran Puncak Bogor

Menurut sejarawan Jakarta JJ Rizal, melalui webinar Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) di YouTube dengan tajuk “Puncak, Mengapa Diminiati Meski Macet Menanti”.

Sejarah Puncak Bogor sebagai destinasi wisata berawal dari sekitar 300 tahun yang lalu, ketika wabah besar melanda Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1730-an.

Wabah ini dikenal dengan istilah “demam maut” atau “mati mendadak” yang merenggut nyawa banyak orang secara tiba-tiba setelah mereka menderita demam tinggi.

Karena penyakit ini, yang kemudian diidentifikasi sebagai malaria, udara di Batavia tercemar, bau busuk, dan pengap. Hal ini mendorong kaum elite untuk mencari tempat alternatif yang lebih sehat untuk tinggal.

Pada tahun 1743-1750, G.W. Baron van Imhoff, seorang Gubernur Jenderal Hindia-Belanda keturunan Jerman, mengusulkan solusi dengan membangun rumah peristirahatan di luar Batavia.

Pada tahun 1745, ia membangun sebuah rumah di Kampung Baru, Bogor, yang kini dikenal sebagai Istana Bogor. Rumah ini menjadi titik awal dari perkembangan kawasan Puncak.

Van Imhoff tertarik dengan kawasan Puncak yang saat itu masih berupa hutan belantara. Ia membuka lahan pertanian dan membangun fasilitas pengobatan alternatif seperti spa dan pemandian air panas di kawasan yang sehat dan berudara baik.

Lokasi tersebut akhirnya berkembang menjadi Puncak yang kita kenal hari ini. Dengan demikian, Puncak awalnya muncul sebagai hasil dari kegagalan pengelolaan Batavia yang terkena wabah malaria.

Pengembangan Puncak Bogor

Untuk mempermudah pengelolaan wilayah ini, van Imhoff menggabungkan sembilan distrik di sekitar Puncak ke dalam satu pemerintahan bernama Regenteschap Kampung Baru Buitenzorg.

Sembilan distrik ini mencakup Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, dan beberapa wilayah lainnya. Dalam perkembangannya, wilayah Puncak meluas hingga mencakup Telaga Warna, Megamendung, Puncak Gunung Salak, dan Puncak Gunung Gede.

Seiring waktu, kawasan Puncak berkembang menjadi pusat penelitian untuk mencari obat malaria. Pada tahun 1817, Kebun Raya Bogor didirikan, dan tidak lama setelahnya, Kebun Raya Cibodas di kawasan Puncak juga berdiri.

Para ilmuwan berhasil menemukan bahwa pohon kina dapat digunakan untuk mengobati malaria. Penemuan ini sangat penting dalam upaya melawan wabah yang telah menghancurkan Batavia sebelumnya.

Pembangunan Infrastruktur di Puncak

Salah satu faktor penting dalam perkembangan Puncak adalah pembangunan Jalan Raya Pos (Grotepost weg) oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1808-1809.

Jalan ini membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur, menghubungkan Batavia dengan daerah-daerah lain, termasuk Bogor dan Puncak.

Pembangunan jalan ini mempercepat perjalanan dari Batavia ke Cipanas, dari yang semula memakan waktu hingga delapan hari menjadi kurang dari satu hari.

Pembangunan jalan di kawasan perbukitan dan pegunungan yang terjal di Puncak bukanlah hal yang mudah. Pemerintah Hindia-Belanda bahkan mengutus Kolonel Von Lutzouw untuk memimpin pembangunan jalan di kawasan ini.

Pekerja yang terlibat dalam pembangunan jalan di Puncak menerima upah lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja di kawasan lain, karena medan yang sulit dan berbahaya.

Akhirnya, Jalan Raya Puncak Pass menjadi penghubung utama yang memicu perkembangan penelitian, pertanian, dan kemudian pariwisata di kawasan Puncak.

Puncak Sebagai Destinasi Wisata

Pada awal abad ke-20, kawasan Puncak mulai berkembang sebagai destinasi wisata. Pada tahun 1910, perkebunan teh di Puncak mulai berdiri dan menjadi salah satu daya tarik utama kawasan tersebut.

Selain itu, warung kopi dan penginapan mulai bermunculan, menyediakan layanan bagi wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam Puncak.

Pada tahun 1937, aktivitas ilmiah di kawasan Puncak mulai menurun, sementara pariwisata semakin berkembang. Perkebunan teh meluas, dan area hutan di Puncak perlahan mulai berkurang.

Hotel dan resor pun mulai menjamur, menjadikan Puncak sebagai destinasi liburan favorit warga Batavia. Hingga saat ini, Puncak tetap menjadi salah satu tujuan wisata yang paling diminati, meski sering kali diwarnai kemacetan parah, terutama pada akhir pekan.

Sejarah Puncak Bogor sebagai destinasi wisata tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjangnya yang bermula dari upaya melawan wabah malaria pada abad ke-18.

Kawasan ini terus berkembang dari sekadar tempat peristirahatan dan penelitian menjadi destinasi wisata populer yang dikenal hingga saat ini.

Meskipun kemacetan sering menjadi masalah, Puncak tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin menikmati kesejukan dan keindahan alamnya. [UN]