Sejarah dan Makna Hari Teater Sedunia

Ilustrasi Teater (Agung Pandit Wiguna/Pexels)

Seni telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia sejak dahulu kala, menghadirkan ekspresi, inspirasi, dan refleksi atas berbagai aspek kehidupan. Salah satu cabang seni yang memiliki peran besar dalam kebudayaan global adalah teater. Lebih dari sekadar hiburan, teater adalah cerminan kehidupan, wadah kreativitas, dan media penyampaian pesan yang kuat. Tak heran jika dunia mendedikasikan satu hari khusus untuk merayakan keindahan dan kontribusi seni pertunjukan ini.

Setiap tanggal 27 Maret, Hari Teater Sedunia diperingati di berbagai belahan dunia sebagai bentuk penghormatan terhadap seni teater dan peranannya dalam membangun masyarakat yang lebih berbudaya. Hari ini ditetapkan oleh International Theatre Institute (ITI) pada tahun 1961 dan bertujuan untuk merayakan esensi, keindahan, serta dampak mendalam yang dimiliki teater terhadap kehidupan sosial dan budaya.

Perayaan ini bukan sekadar seremoni, tetapi juga momentum penting untuk mengingat bagaimana teater telah berkembang dari masa ke masa, baik secara global maupun di Indonesia. Bagaimana sebenarnya sejarah peringatan ini, dan mengapa teater memiliki tempat istimewa dalam perjalanan peradaban manusia? Dikutip berbagai sumber, mari kita telusuri lebih dalam dalam artikel berikut.

Sejarah Hari Teater Sedunia

Hari Teater Sedunia pertama kali dicetuskan dalam Kongres Dunia ITI ke-9 di Wina pada bulan Juni 1961. Gagasan ini berasal dari Presiden Arvi Kivimaa, yang mewakili Pusat ITI Finlandia, dan mendapat dukungan dari pusat-pusat ITI di wilayah Skandinavia. Pada tahun berikutnya, tepatnya 27 Maret 1962, perayaan ini resmi diselenggarakan oleh komunitas teater di berbagai belahan dunia. Hingga saat ini, lebih dari 90 pusat ITI di seluruh dunia merayakan Hari Teater Sedunia dengan berbagai kegiatan yang melibatkan universitas teater, akademi, sekolah, serta para pecinta seni pertunjukan.

Sejak zaman Yunani kuno, teater telah menjadi salah satu bentuk seni yang memiliki daya tarik luar biasa. Tidak hanya sebagai hiburan, teater juga menjadi media edukasi yang menggabungkan berbagai seni, seperti seni peran, musik, tari, dan sastra, dalam satu panggung. Melalui pertunjukan yang mendalam dan penuh emosi, teater mampu menginspirasi, memberikan refleksi sosial, serta menyampaikan pesan-pesan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Sebagai bagian dari perayaan, setiap tahun dipilih seorang tokoh seni untuk menyampaikan Pesan Internasional Hari Teater Sedunia. Pesan ini berisi refleksi tentang sejarah teater dan peranannya dalam membangun budaya perdamaian. Tokoh pertama yang menulis pesan ini adalah penyair dan penulis drama Prancis, Jean Cocteau, pada tahun 1962. Pada tahun 2021, pesan ini disampaikan oleh Helen Mirren, seorang aktris Inggris peraih Academy Award yang terkenal karena perannya dalam film “The Queen”.

Sejarah Teater di Indonesia

Di Indonesia, sejarah teater telah ada sejak zaman Hindu, yang ditandai dengan adanya unsur-unsur teater dalam upacara adat keagamaan. Seiring waktu, masyarakat mulai mengembangkan seni pertunjukan ini menjadi bentuk yang lebih spontan dan bervariasi. Beragam teater tradisional Indonesia pun lahir, seperti drama gong, lenong, berbagai jenis wayang, ludruk, ketoprak, dan ubrug. Hingga kini, pertunjukan teater tradisional masih dapat ditemui dalam acara-acara budaya atau perayaan tertentu.

Seiring perkembangan zaman, Indonesia juga mengalami masa transisi menuju teater modern. Pengaruh budaya asing, terutama dari Belanda pada awal abad ke-19, membawa perubahan signifikan dalam teknik dan penyajian teater. Pada tahun 1805, unsur-unsur teater Barat mulai diperkenalkan, dan pada tahun 1821, berdirilah Gedung Schouwburg (sekarang Gedung Kesenian Jakarta) sebagai pusat pertunjukan teater di Batavia.

Pada tahun 1891, Komedie Stamboel berdiri di Surabaya, yang kemudian dikenal luas oleh masyarakat sebagai awal mula teater transisi di Indonesia. Kemudian, muncul pula Sandiwara Dardanella yang didirikan oleh Willy Klimanoff pada tahun 1926. Pada masa penjajahan Jepang, perkembangan teater terus berlanjut dengan munculnya Sandiwara Orion dan Komidi Bangsawan, yang turut memperkaya khazanah seni pertunjukan di Indonesia.

Setiap tahun, berbagai acara digelar untuk merayakan Hari Teater Sedunia, mulai dari pertunjukan teater, seminar, hingga diskusi tentang seni pertunjukan. Selain itu, komunitas teater di berbagai negara turut mengadakan festival, lokakarya, serta kegiatan lain yang bertujuan untuk mengapresiasi seni teater dan menarik minat generasi muda terhadap dunia seni pertunjukan.

Sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga, teater harus terus dilestarikan dan dikembangkan. Hari Teater Sedunia menjadi momen yang tepat bagi para pelaku seni, pemerintah, dan masyarakat untuk bersama-sama mendukung eksistensi teater sebagai salah satu pilar penting dalam kehidupan sosial dan budaya.

Dengan semangat Hari Teater Sedunia, mari kita terus mendukung dan mengapresiasi seni pertunjukan sebagai bagian dari ekspresi budaya dan refleksi kehidupan! [UN]