Rizal Ramli Kembali “Kepret” Menteri Keuangan Sri Mulyani

Rizal Ramli (jas hitam).

Koran Sulindo – Jurus rajawali kepret kembali dimainkan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli. Sasaran kepretannya kali ini masih Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Rizal, penghargaan yang diterima Sri Mulyani sebagai menteri terbaik sedunia baru-baru ini kental dengan nuansa kontroversi. Karena, salah satu lembaga akuntan yang memberikan penilaian adalah Ernst & Young, yang menurut Rizal belum memahami benar sistem pemerintahan dan indikator makro ekonomi.

Rizal mempertanyakan indikator apa yang digunakan untuk membuat Sri Mulyani layak memperoleh penghargaan dalam ajang World Goverment Summit di Dubai, Uni Emirat Arab, tersebut. “Parameternya yang bikin Ernst & Young. Itu perusahan akuntan bagus, auditor bagus, tapi enggak mengerti makro ekonomi, tidak mengerti governance,” kata Rizal Ramli di Jakarta, Rabu kemarin (14/2).

Sepengatahuan Rizal, beberapa indikator terpilihnya Sri Mulyani menjadi menteri terbaik dunia karena Sri dinilai mumpuni mengatasi permasalahan keuangan Indonesia. Sri dinilai membawa ekonomi Indonesia tetap stabil dan mampu memotong utang pemerintah.”Indikatornya keberhasilan, sukses memotong utang pemerintah 50 persen itu E&Y yang ngomong. Itu ngibulin rakyat Indonesia. Katanya utang Indonesia turun. Angka kemiskinan turun 4 persen, padahal cuma 1 persen,” tuturnya. Padahal, berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri (ULN) Indonesia sampai akhir November 2017 saja tercatat US$ 347,3 miliar atau naik 9,1% dalam sekala tahunan (yoy).

Sebelumnya, Rizal juga menganggap Sri Mulyani norak karena memberikan sindiran kepada mahasiswa Universitas Indonesia yang memberikan “kartu kuning” kepada Presiden Joko Widodo. Karena, Sri mengatakan, “Jadi mahasiswa UI yang mau kasih kartu kuning atau demo harus sudah dapat kuliah Pengantar Teori Ekonomi Makro.” Kalau mahasiswa tersebut sudah mendapatkan kuliah ekonomi makro, tambahnya, dapat mengetahui soal kondisi ekonomi. “Kalau sudah dapat pengantar makro ekonomi baru demo, ya. Kalau belum, terus demonya salah, itu malu-maluin, jangan bilang pernah diajar saya.”

Rizal pun menyindiri pernyataan Sri itu lewat akun Twitter-nya: “Ternyata nora banget 😀😀 demokrasi boleh saja beda pendapat 🙏 Ikut kuliah percuma, wong situ bisanya cuma minjem dgn bunga tinggi, yield bonds RI 2-3% lebih tinggi dari Thailand, Philipina & Vietnam. Itu rugikan Indonesia milyaran dollar tahu? Situ belajar lagi basic finance😀”

Bahkan, pada 1 November 2017, dalam sebuah diskusi publik di Jakarta yang bertajuk  “RUU PNPB Lolos, Rakyat Tambah Beban” , Rizal Ramli mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah “menggerogoti” elektabilitas Presiden Jokowi. Karena, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah mengajukan draf Revisi RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke DPR.

Esensi dari RUU itu, menurut Rizal, adalah rakyat bakal dikenakan berbagai biaya tambahan dalam pelayanan publik oleh negara. “Langkah-langkah yang tidak benar adalah upaya sistematis untuk menggerogoti elektabilitas Presiden Jokowi. Ini untuk mendongkel. Rakyat dibuat semakin terbebani,” tutur Rizal Ramli.

Rizal juga memaparkan soal biaya tambahan yang dimaksut dalam draf Revisi UU PNBP tersebut, antara lain biaya tambahan ketika mengurus surat untuk pernikahan, perceraian, sampai menguru rujuk. Selain itu, di bidang pendidikan, lanjutnya, beban biaya tambahan dikenakan saat orang tua mendaftarkan anak masuk kuliah hingga saat membayar uang semester. Biaya tambahan juga dikenakan pada banyak sektor lain yang berkaitan dengan kepentingan rakyat, seperti kesehatan. “Service charge [biaya pelayanan] seperti ini tidak dibenarkan dan hajat hidup orang banyak akan terkena. Padahal, rakyat sudah bayar pajak,” ungkap Rizal.

Ia pun mempertanyakan, ke mana saja uang hasil pajak yang dibayar oleh rakyat selama ini. Rizal juga mengatakan, semua itu akal-akalan belaka untuk menutupi pembayaran utang karena target penerimaan pajak yang gagal. “Sri Mulyani itu belajar dari mana? Pendidikan di luar negeri bebas pajak. Karena, mereka mengerti kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikan,” kata Rizal Ramli. [RAF]