Relaksasi Pajak Belum Pulihkan Kinerja Astra

Ilustrasi

Koran Sulindo – PT Astra International Tbk (ASII) merilis laporan keuangan kuartal pertama 2021 pada 21 April lalu. Sebagai sebuah grup bisnis yang memayungi banyak lini bisnis, tidak berlebihan bila kinerja keuangan Astra menjadi potret untuk melihat kondisi perekonomian Indonesia secara umum. Dari 7 lini bisnis Astara, hanya lini bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi dan lini bisnis properti yang membukukan laba bersih yang positif. Bisnis otomotif yang menjadi tiang penyangga utama bisnis Astra selama ini kinerjanya masih lesu.

Secara keseluruhan pendapatan Astra pada kuartal pertama 2021 mencapai sebesar Rp 51,7 triliun, turun sekitar 4% bila dibandingkan periode yang sama pada 2020 yang mencapai Rp 54 triliun. Laba bersih turun cukup dalam yaitu turun sekitar 22% menjadi Rp 3,7 triliun, dari sebelumnya pada kuartal pertama 2020 membukukan laba bersih sebesar Rp 4,8 triliun.

Djony Bunarto Tjondro, Presiden Direktur Astra mengatakan walau kinerja usaha grup Astra perlahan membaik pada beberapa bulan terakhir, namum prospek kinerja tahun ini masih dibayangi oleh ketidakpastian akibat dampak dari pandemi yang masih berlanjut.

Penjualan otomotif, salah satu pilar penting grup Astra, masih mengalami penurunan. Secara industri, penjualan mobil dan motor memang masih lesu. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil nasional menurun 21% menjadi 187.000 unit pada kuartal pertama tahun 2021.  Penjualan mobil grup Astra menurun 24% menjadi 99.000 unit dengan pangsa pasar menurun dari 55% menjadi 53%. Sementara penjualan sepeda motor secara nasional, menurut data Kementerian Perindustrian, menurun 18% menjadi 1.294.000 unit pada kuartal pertama tahun 2021. Penjualan motor grup Astra, yaitu brand Honda, menurun 17% menjadi 1.008.000 unit.

Akibat penjualan yang lesu ini, laba bersih Astra dari sektor otomotif pun mengalami penurunan sebesar 26% dari Rp1,9 triliun pada kuartal pertama 2020 lalu menjadi Rp1,4 triliun pada kuartal pertama 2021.

Tetapi ada harapan kinerja sektor otomotif ini akan tumbuh cukup baik pada kuartal kedua hingga kuartal keempat 2021 ini. Sebab, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan relaksasi pajak pembelian barang mewah dengan meringankan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc < 1.500 yaitu untuk kategori sedan dan 4×2.  Sayangnya, meski sudah diwacanakan sejak akhir 2020 lalu, kebijakan insentif pajak ini baru mulai berlaku pada 1 Maret 2021. Pemberian insentif ini akan dilakukan secara bertahap selama 9 bulan. Masing-masing tahapan akan berlangsung selama 3 bulan. Insentif PPnBM sebesar 100% dari tarif akan diberikan pada tahap pertama. Tahap berikutnya insentif PPnBM sebesar 50%. Lalu insentif PPnBM 25% dari tarif akan diberikan pada tahap ketiga.

Karena baru berlaku mulai Maret, dampak kebijakan ini memang belum terasa pada penjualan otomotif pada kuartal pertama 2021. Tetapi, Direktur Astra, Gidion Hasan mengatakan pada Maret lalu, ketika PPnBM mobil ini diturunkan menjadi 0%, ada pertumbuhan penjualan, meski ia tak menyebutkan angka yang spesifik. “Kita melihat ada pertumbuhan market yang cukup signifikan. Jadi, boleh dibilang market sangat terbantu dengan program pembebasan pajak ini,” ujarnya saat konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Astra pada April 2021.

Gidion mengatakan, mengacu pada proyeksi Gaikindo, kebijakan relaksasi pajak pembelian mobil ini akan menambah penjualan mobil pada tahun ini sebanyak 80.000 unit. Dus, proyeksi penjualan mobil secara industri, yang semula 750.000 unit pada tahun ini pun meningkat menjadi sekitar 830.000 unit. Ini memang belum sepenuhnya normal, karena sebelum Covid-19 melanda, penjualan mobil pada tahun 2019 lalu sudah mencapai lebih dari 1 juta. Tetapi Gidion mengatakan , “Pandangan kami program pembebasan pajak ini cukup menolong dari segi pertumbuhan market“.

Selain otomotif, bisnis Astra di sektor jasa keuangan, agribisnis, infrastruktur dan logistik, dan teknologi informasi juga masih lesu sepanjang kuartal pertama 2021 lalu. Laba bersih sektor jasa keuangan turun sebesar 30% menjadi Rp 985 miliar pada kuartal pertama 2021 dari sebelumnya sebesar Rp 1,4 triliun pada kuartal pertama 2020 lalu. Laba bersih sektor agribisnis pada kuartal pertama 2021 turun cukup dalam yaitu sebesar 56% menjadi Rp 129 miliar dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 296 miliar.

Agribisnis
Untuk sektor agribsinis, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) sebenarnya cukup optimis dengan kondisi industri sawit pada tahun ini. Santosa, Presiden Direktur Astra Agro Lestari Tbk  mengatakan manajemen optimistis harga Crude Palm Oil (CPO) pada tahun ini akan lebih baik bila dibandingkan tahun 2020 lalu. Namun, di sisi lain, pemerintah menerapkan menerapkan tarif progresif untuk pungutan dan pajak ekspor CPO. “Sehingga dampak signifikansinya terhadap kinjera perusahaan mungkin tidak akan seperti yang terefleksi di harga. Karena sebagian besar dari kenaikan harga itu lebih banyak akan di-absorb untuk pungutan maupun untuk pajak ekspor yang akan dinikmati oleh pemerintah kita,” ujar Santosa.

Sebagai ilustrasi, kata Santosa, jika harga CPO berada di kisaran US$ 1.000 per ton, sekitar US$ 375 di antaranya menjadi bagian pemerintah yang terdiri atas pungutan yang disetorkan ke BPDP-KS untuk mendukung program B30 sebesar US$ 255 dan sebanyak US$ 116 untuk pajak ekspor sehingga perusahaan hanya mendapatkan sekitar US$ 700.

Meski mayoritas segmen bisnis Astra masih lesu, tetapi tahun ini ada kabar baik dari segmen bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi. Kontributor terbesar kedua untuk bisnis Astra ini, pada kuartal pertama 2021 lalu tumbuh positif. Laba segmen ini tumbuh sekitar 3% menjadi Rp 1,08 triliun. Kinerja yang positif ini disebabkan oleh peningkatan penjualan alat berat Komatsu serta harga emas dan batu bara yang lebih tinggi. Hal ini memberikan gambaran prospek industri pertambangan Indonesia pada tahun ini lebih baik dari tahun lalu. [Julian A]