Spanduk di RSUD Wates. Foto: rri.co.id.

Koran Sulindo – Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) beberapa waktu lalu mengungkapkan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki tunggakan pembelian obat yang sudah jatuh tempo sebesar Rp 3,5 triliun. Akibatnya, di Jakarta saja yang merupakan ibu kota Republik Indonesia, rumah sakit umum banyak yang waswas kehabisan persediaan obat untuk pasien.

Bahkan, menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, sejumlah rumah sakit sudah tak bisa lagi belanja obat-obatan. “Padahal, DKI sangat lancar menyetor kewajiban ke BPJS. Giliran rumah sakit narik ke BPJS, terjadi masalah,” ungkapnya, Rabu lalu (12/9).

Dijelaskan Saefullah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setiap tahun mengeluarkan dana Rp 1,5 triliun untuk membayar premi BPJS Kesehatan bagi pasien kelas III. Karena pembayaran dari pihak BPJS tak lancar, pihak Pemprov DKI Jakarta akhirnya mencari pinjaman untuk disalurkan ke rumah-rumah sakit yang belum dibayar BPJS Kesehatan.

Sumber pinjaman itu adalah kredit dari Bank DKI. Konsekuensinya: Pemprov DKI Jakarta juga harus menanggung bunga kredit, yang kian membesar karena pembayaran dari BPJS Kesehatan tak cair jua atau kerap terlambat, yang mestinya dibayar setiap triwulan sekali.

Soal keterlambatan pembayaran tersebut diakui Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf. “Keterlambatan pembayaran memang ada,” katanya, Rabu.

Ia juga mengakui, BPJS Kesehatan kekurangan dana. Menurut Iqbal, uang premi yang dibayarkan masyarakat tak cukup untuk menutupi tagihan dari rumah sakit di seluruh Indonesia. BPJS Kesehatan telah berupaya agar pemerintah pusat mencairkan anggaran untuk itu, tapi pengajuan anggarannya ke Kementerian Keuangan belum disetujui.

“Semoga dalam minggu-minggu ini bisa [cair] ke kami,” katanya. Rumah-rumah sakit, tambahnya, sebaiknya meminjam dana talangan dulu ke bank dengan menggunakan surat keterangan dari BPJS Kesehatan. Tapi, ada syaratnya, bunganya tak lebih dari 1%, sesuai dengan ganti rugi yang bisa diklaimkan kepada BPJS Kesehatan.

Dijelaskan Iqbal, pihaknya juga bertemu dengan GP Farmasi. “Kami sudah buka semuanya secara transparan. Dan mereka cukup mengerti dengan keadaan kami sekarang,” ujarnya).

Sebenarnya, lanjutnya, BPJS Kesehatan tidak ingin tunggakan itu berlangsung lama. Karena, untuk setiap tunggakan yang terjadi, pihak BPJS Kesehatan harus menanggung penalti atau denda sebesar 1% dari tunggakan yang ada pada setiap item yang diberikan.

Pada Kamis kemarin (13/9), Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Khofifah Any mengatakan, delapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di DKI Jakarta memang akan meminjam dana ke Bank DKI untuk memenuhi kegiatan operasional, antara lain pembelian obat dan pembayaran gaji karyawan.Pinjaman itu dilakukan karena pihak BPJS Kesehatan tidak memberi kepastian kapan bisa membayar, sedangkan opsi dana talangan tidak bisa dilakukan karena tak ada mekanisme yang mengaturnya. “Jadi, ya, sudah, pinjam ke Bank DKI,” tutur Any, sebagaimana dikutip tempo.co.id.

Delapan RSUD yang akan meminjam ke Bank DKI karena menjadi korban keterlambatan bayar BPJS itu adalah RSUD Tarakan, Koja, Cengkareng, Budi Asih, Pasar Rebo, Pasar Minggu, Duren sawit, dan RSUD Tugu Koja. Dikabarkan, untuk RSUD, Bank DKI akan memberi keringanan bunga pinjaman, menjadi 7,5% per tahun.

Besaran pinjamannya bergantung pada kebutuhan masing-masing RSUD. Agunan pinjaman dibuat berdasar berita acara yang sudah diverifikasi oleh BPJS Kesehatan. “Nanti kalau BPJS cair, ya, uangnya dibuat bayar ke bank,” ujar Any.

Keterlambatan pembayaran tagihan BPJS Kesehatan, diungkapkan Any lagi, sudah sangat mengkhawatirkan. Karena, 90% pasien di RSUD merupakan peserta BPJS.

BPJS Kesehatan terakhir kali membayar tagihan ke RSUD pada pertengahan Agustus 2018 lalu. “Itu pun tagihan yang jatuh tempo sebelum-sebelumnya,” tutur Any.

RSUD yang menjadi korban BPJS Kesehatan ini ada di seluruh Indonesia. Pada Juli 2018 lalu, misalnya, sempat pula viral foto spanduk yang dipajang di RSUD Wates, Kulonprogo, Yogyakarta. Isi spanduknya: “BPJS nunggak bayar 13,4 M ke RSUD Wates. DEMI Rakyat kami tetap melayani ikhlas sepenuh hati.” Menurut pihak RSUD Wates, spanduk itu sengaja dipasang oleh pekerja rumah sakit setelah mereka menggelar rapat.

Soal besaran tunggakan ke RSUD Wates, pihak BPJS telah membantah. Menurut pihak BPJS Kesehatan, klaim yang belum dibayar hanya sekitar Rp 4,5 miliar. [PUR]