Pandemi COVID-19 yang melanda pada tahun 2019 menjadi titik awal perjalanan Udi Ahyono, seorang petani di Kabupaten Kuningan, dalam menanam kapulaga. Saat banyak orang berjuang dengan perubahan ekonomi, Udi melihat peluang dalam sektor pertanian yang lebih tahan terhadap guncangan pandemi. Ia memilih kapulaga hijau sebagai komoditas andalannya karena hasil panennya lebih melimpah dibandingkan kapulaga putih.
“Saya menanam kapulaga hijau karena buahnya lebih banyak dan bobot saat kering lebih berat dibanding kapulaga putih,” ungkap Udi pada Minggu, 29 Desember 2024.
Kapulaga, yang sering disebut sebagai “ratu rempah-rempah,” memiliki nilai ekonomi tinggi karena banyak digunakan sebagai bumbu masakan, bahan pengobatan, hingga industri kosmetik. Udi pun melihat potensi ini dan memutuskan untuk memulai budidaya kapulaga, meski harus menghadapi berbagai tantangan.
Proses Pemilihan dan Penanaman Bibit
Langkah awal dalam budidaya kapulaga dimulai dari pemilihan bibit yang berkualitas. Udi memulai usahanya dengan membeli bibit dari Kabupaten Ciamis. Ia menekankan pentingnya memilih bibit sehat, yang ditandai dengan pohon berwarna hijau segar dan daun bebas hama putih atau kuning.
Dengan jarak tanam ideal tiga meter, Udi memastikan tanaman memiliki ruang tumbuh yang cukup, terutama di lahan lembap seperti daerah pegunungan atau perbukitan.
“Untuk mendapatkan hasil maksimal, sebaiknya panen dilakukan setelah satu tahun. Walaupun bisa dipanen lebih cepat, hasilnya biasanya hanya sekitar 70%,” jelas Udi. Proses ini menunjukkan pentingnya kesabaran dan perencanaan dalam bertani.
Teknik Pemupukan dan Perawatan
Dalam perawatan kapulaga, Udi mengandalkan kombinasi pupuk organik dan kimia. Pada awal penanaman, ia menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk organik. Setelah tanaman berusia 5-7 bulan, ia menambahkan pupuk kimia, seperti urea dan phonska. Pemupukan dilakukan dua kali setahun untuk pupuk kimia dan hingga tiga kali untuk pupuk organik.
Selain pemupukan, perawatan rutin lainnya meliputi pembersihan rumput liar di sekitar tanaman. Rumput yang tumbuh di sekitar bunga kapulaga dapat menghambat pertumbuhan buah. Meski demikian, Udi bersyukur bahwa hama pada kapulaga tergolong jarang, kecuali jika ditanam di lahan yang terlalu kering. Seperti halnya petani lain, Udi harus menghadapi tantangan besar berupa perubahan cuaca. Salah satu kendala terbesar yang dihadapinya adalah musim kemarau.
“Buah kapulaga tidak maksimal saat kemarau. Banyak bunga yang gugur dan tidak menjadi buah,” keluhnya. Namun, Udi tidak tinggal diam. Ia memiliki strategi untuk menghadapi situasi ini dengan menanam tanaman lain, seperti cengkeh dan pala, sebagai cadangan penghasilan. Tantangan ini menunjukkan betapa cuaca memainkan peran penting dalam produktivitas pertanian.
Petani harus mampu beradaptasi dengan kondisi yang sering kali tidak dapat diprediksi, sekaligus mencari cara untuk memitigasi kerugian.
Panen dan Pasca-Panen
Kapulaga siap dipanen ketika buahnya keras dan tanaman tidak lagi berbunga. Pada musim kemarau, proses pengeringan membutuhkan waktu 4-5 hari, sedangkan pada musim hujan bisa memakan waktu hingga 10 hari.
Udi mengingatkan pentingnya memastikan kapulaga benar-benar kering sebelum disimpan untuk mencegah jamur. Saat panen, Udi hanya memetik kapulaga yang sudah tua karena bobotnya lebih berat. Hasil panen ini kemudian dijual kepada tengkulak. Namun, harga kapulaga pada tahun 2024 mengalami penurunan drastis dibandingkan masa pandemi.
Jika sebelumnya mencapai Rp300.000 per kilogram pada masa pandemi, kini hanya sekitar Rp80.000 per kilogram. Meski demikian, Udi tetap menjalankan usahanya dengan penuh dedikasi. Ia percaya bahwa menjaga kualitas hasil panen adalah kunci untuk mempertahankan pelanggan, sekaligus membuka peluang pasar yang lebih luas di masa depan.
Udi berharap pemerintah dapat membantu meningkatkan harga kapulaga, sehingga minat generasi muda untuk bertani kembali tumbuh. “Semoga pemerintah memberikan harga yang bagus biar petani muda bisa tertarik untuk bertani dan lebih semangat untuk bertani,” harap Udi.
Selain berharap pada peran pemerintah, Udi juga memberikan semangat kepada para petani pemula agar tetap konsisten dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan bertani. Baginya, bertani adalah pekerjaan mulia yang tidak hanya menopang ekonomi, tetapi juga menjaga ketahanan pangan masyarakat.
Dengan perawatan yang baik, inovasi, dan kerja keras, Udi percaya bahwa kapulaga dapat menjadi komoditas andalan bagi para petani di Kuningan dan daerah lainnya. Kisahnya menjadi bukti bahwa dengan ketekunan, peluang untuk sukses tetap ada, bahkan di tengah berbagai tantangan yang menghadang. [UN]