Koran Sulindo – “Saya siap bertarung, bersama Gus Ipul. Mengapa saya katakan siap? Apalah arti saya sebagai seorang Puti Guntur Soekarno. Saya siap karena ada kekuatan dan kekuatan ini ada karena saya tahu kita semua berada di sini bergotong-royong untuk kemenangan Gus Ipul dan saya, untuk kemenangan kami berdua,” demikian antara lain isi pidato Puti Guntur Soekarno pada 10 Januari 2018 lalu di kantor KPUD Jawa Timur. Bersama Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, Puti ketika itu baru saja mendaftarkan diri sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur untuk pemilihan tahun 2018 ini.
Nama Puti pun langsung menjadi pembicaraan banyak orang. Bukan saja di Jawa Timur, tapi juga di seluruh Indonesia. Namanya masuk dalam daftar trending topics di Twitter. Google juga mencatat, hanya dalam hitungan kurang dari satu detik ada 13 juta pencarian nama Puti Guntur Soekarno pada hari itu.
Mungkin itu lantaran banyak yang kurang yakin akan berita majunya Puti di ajang kontestasi kepala daerah tersebut. Barangkali ada juga yang masih ingin mengetahui lebih jaut tentang sosok cucu Bung Karno, anak tunggal dari pasangan Guntur Soekarnoputra dan Henny Emilia Hendayani, ini. Bisa jadi pula ada yang ingin membaca atau menyimak lebih saksama isi pidato Puti tersebut.
Puti memang orator yang baik. Suaranya bukan sekadar lantang dengan bahasa yang tersusun rapi dan pemilihan kata yang cermat, tapi juga memiliki ritme dan tempo yang dapat membuat pendengarnya tekun mengikuti. Mirip Bung Karno saat berpidato!
Sebagai politisi, pemilik nama lengkap Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri ini juga cukup punya pengalaman dan, yang paling penting, punya empati tinggi terhadap rakyat banyak, terutama rakyat kecil. Selama menjadi anggot DPR hampir dua priode, sejak 2009, Puti benar-benar menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Ia bukan hanya duduk di belakang meja dan menjalankan tugasnya di ruang bernyejuk udara, tapi juga kerap turun menemui rakyat langsung, mendengar keluh-kesah mereka. Bila masa reses tiba, hampir bisa dipastikan Puti mendatangi masyarakat di beberapa daerah di Jawa Barat yang menjadi daerah pemilihannya, untuk menyerap aspirasi mereka.
Kendati demikian, mungkin banyak yang belum mengetahui, Puti juga merupakan sosok istri dan ibu yang penuh perhatian kepada keluarganya. Lewat media sosial, antara lain, ia suka mengunggah foto-foto bersama suami dan kedua anak mereka, yang kini telah remaja.
Beberapa tahun lampau, ketika berkesempatan mewawancarai Puti di rumahnya, di bilangan Jakarta Selatan, saya menyaksikan sendiri bagaimana hubungan Puti dengan kedua anaknya, Rakyan Ratri Syandriasari Kameron dan Rakyan Daanu Syahandra Kameron, yang penuh keakraban dan perhatian. Dalam lanjutan wawancara itu di sebuah restoran, Puti datang bersama sang suami, Johansyah Jaya Kameron atau biasa disapa Joy, seorang arek Suroboyo. Sama dengan Puti, Joy juga sosok yang ramah, friendly.
Dalam kesempatan wawancara tersebut, perempuan yang lahir pada lahir 26 Juni 1971 ini sempat menuturkan kisah sedih terkait eyangnya, Bung Karno. Kisahnya terjadi waktu Puti duduk di kelas satu sekolah menengah pertama.
Waktu itu, ada yang mengatakan ke Puti bahwa Bung Karno berpihak ke Partai Komunis Indonesia dan Bung Karno adalah seorang komunis. Mendengar itu, Puti langsung mencari tahu kebenarannya. Namun, buku pelajaran sejarah sekolahnya, termasuk buku Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB, salah satu mata pelajaran wajib pada masa rezim Presiden Soeharto), tidak memberi informasi banyak tentang kiprah dan perjuangan Bung Karno.
“Mau tidak mau, kita harus mengakui adanya desoekarnoisasi. Selama 30 tahun, kita punya sejarah kelam pada masa Orde Baru, yang menutup nama Soekarno atau kebesaran Soekarno atau mengaburkan sejarah Bung karno. Waktu 30 tahun itu bukan waktu yang sebentar dan itu dilakukan cukup sistematis dan masif. Itu saya rasakan, bahkan ketika saya masih di SMP,” kata Puti.
Akhirnya, ia bertanya ke ayahnya, Guntur Soekarnoputra. “Ayah saya bilang, ‘Eyang kamu itu bukan seorang komunis. Dia seorang yang taat beragama, menjalankan keislamannya. Apa yang disampaikan buku PSPB itu juga salah semuanya.’ Dari sanalah kemudian ayah saya memperkenalkan saya dengan buku-buku tentang Bung Karno,” tuturnya.
Puti memang tak sempat bertemu dengan Bung Karno. Karena, Bung Karno dipanggil menghadap Sang Mahapencipta sebelum Puti lahir ke dunia, tahun 1970. Namun, Puti mengakui dekat dengan neneknya, Fatmawati, semasa hidupnya karena sang nenek pernah tinggal beberapa tahun di rumah keluarga Guntur Soekarnoputra di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
“Yang memberi nama Puti itu Mbu,” ujarnya. “Mbu” adalah panggilan mesra Puti kepada sang nenek.
Diungkapkan Puti, neneknya pula yang pertama kali mengajari dirinya untuk senang membaca. “Dia membuka wawasan seorang makhluk kecil ini untuk menjadi pintar,” katanya.
Puti ingat, neneknya kerap membelikan berbagai buku, termasuk komik serial Mahabharata karya R.A. Kosasih, di penjual buku bekas. “Suatu hari, saya bertanya kepada Mbu, mengapa beli buku dari tukang loak, bukan dari toko buku. Jawabnya, ‘Karena uangku tidak cukup untuk membeli buku di toko buku.’ Mbu memang orang yang sederhana. Bahkan, beliau tidak punya mobil. Waktu SMP, di Cikini, saya dijemput Mbu yang naik Bajaj, pulang ke Cempaka Putih naik Bajaj,” ungkapnya.
Mungkin karena itu pula kehidupan Puti dan keluarganya pun bersahaja saja sampai kini. Dalam laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 15 Januari 2018 lalu, total kekayaan Puti hanya Rp 1,8 miliar. Puti adalah peserta kontestasi Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Timur 2018 yang memiliki harta paling sedikit.
Dulu, waktu saya mendatangi rumahnya untuk wawancara, saya juga sempat terkejut. Rumah itu terbilang sederhana untuk ukuran pejabat atau anggota parlemen. Juga relatif tak luas, sehingga ruang tamunya tak banyak diisi perabot dan hiasan. Ruang tamu itu lebih banyak diisi dengan sofa, dengan beberapa bidang dindingnya ditempatkan beberapa lukisan.
Puti memang sangat peduli dengan urusan pendidikan dan kebudayaan, termasuk sangat apresiatif terhadap beragam karya seni. Pada masa kecilnya, Puti aktif belajar menari. “Banyak politisi dalam bernegara dan bermasyarakat hanya sibuk dan sibuk dengan urusan berpolitik dan urusan ekonomi. Urusan kebudayaan seakan ditinggalkan. Padahal, seperti kata Bung Karno, kebudayaan itu membentuk karakter suatu bangsa,” ungkap Puti pada sebuah kesempatan.
Ketika berpidato di kantor KPUD Jawa Timur, soal pentingnya pendidikan dan kebudayaan itu juga ditekankan kembali. “Selain pembangunan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia yang sangat penting untuk membangun Jawa Timur, saya juga ingin menitikberatkan pada masalah pendidikan. Tapi, kita juga tak boleh lupa mengenai masalah kebudayaan,” katanya. [Purwadi Sadim]