Menko PMK Puan Maharani bersama Menkes dan Kepala BPOM/setkab.go.id

Koran Sulindo – Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengemukakan, meskipun sudah terjadi sejak 2003 lalu, munculnya kasus vaksin palsu adalah musibah. Karena itu bukan lagi waktunya saling menyalahkan.

“Musibah ini bukan milik pemerintahan di masa lalu tetapi kita yang perlu introspeksi diri, berpikir cepat, untuk segera mengambil tindakan. Apa yang bisa kita lakukan untuk menangani dampaknya terhadap anak-anak, dan semoga musibah ini tidak terjadi di masa mendatang,” kata Puan, saat memimpin Rapat Koordinasi tingkat menteri Penanganan Dampak Vaksin Palsu, di Gedung Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (26/7).

Menurut Puan, yang penting untuk ditindaklanjuti adalah dampak psikologis bagi para orang tua dari anak-anak yang menjadi korban vaksin palsu. Kepada aparat penegak hukum, Menko PMK meminta agar hukuman yang diberikan dapat memberikan efek jera.

Sebelumnya Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan telah melakukan vaksinasi ulang kepada sejumlah anak yang menjadi korban vaksin palsu.

“Vaksinasi ulang diwajibkan kepada anak yang terpapar vaksin palsu,” kata Nila.

Pemberian vaksin ulang  harus sesuai dengan takaran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) agar tidak terjadi efek samping yang tidak diinginkan.

Program vaksinasi bagi anak-anak Indonesia masuk dalam program wajib. Sasaran program imunisasi mencakup bayi (usia 0 – 11 bulan) sebanyak 4.869.932 anak; bayi di bawah tiga tahun (batita) sebanyak 4.772.462 anak; dan anak SD kelas 1 – 3 sebanyak 13.972.182 anak.

Sementara vaksin imunisasi yang disediakan oleh pemerintah meliputi 9 jenis, yaitu vaksin hepatitis B rekombinan, BCG, trivalen Oral Polio Vaccine, bivalen Oral Polio Vaccine, Inactivated Polio Vaccine (IPV), campak, Difteri Tetanus (DT), Tetanus difteri (Td), dan pentavalen DPT-HB-Hib. (Humas Kemenko PMK/DAS)