PT Nusa Konstruksi Enjiniring Dituntut Ganti Kerugian Negara Rp 188,73 Miliar

Ilustrasi

Koran Sulindo – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 188,73 miliar. KPK juga menuntut PT NKE membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan hak PT NKE untuk mengikuti lelang proyek pemerintah dicabut selama dua tahun.

Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis siang  tadi (22/11). Sidang perdananya sendiri telah digelar pada 11 Oktober 2018, dengan terdkawa Direktur Utama PT NKE Dudung Purwadi sebagai wakil korporasi.

PT NKE dulunya bernama PT Duta Graha Indah (DGI). Perusahaan ini diduga terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan rumah sakit pendidikan khusus penyakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana pada tahun anggaran 2009-2010.

Penyidik KPK juga menemukan dugaan bahwa PT NKE atau PT DGI melakukan korupsi dalam enam proyek lainnya. Enam proyek tersebut adalah pembangunan gedung rumah sakit pendidikan di Universitas Mataram; pembangunan Gedung BP2IP di Surabaya; pembangunan Gedung RSUD Kabupaten Dharmasraya/Sungai Dareh, Sumatera Selatan; pembangunan gedung cardiac di RS Adam Malik, Medan; pembangunan paviliun di RS Adam Malik, Medan, dan; pembangunan Gedung Rumah Sakit Inspeksi Tropis di Surabaya.

PT NKE atau PT DGI merupakan korporasi pertama yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tahun 2017 lalu. Perusahaan ini disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Hari ini pertama tuntutan terhadap PT NKE. Ini hari bersejarah. Mudah-mudahan pengadilan Jakarta Pusat berpihak pada kebenaran dan sesuai dengan harapan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di Kantor KPK, Kamis petang.

Menurut Laode, terlepas dari PT NKE, penanganan pidana korupsi korporasi dapat diselesaikan dengan baik bergantung pada kreativitas penegak hukum, di samping ada norma hukum yang harus dipegang. “Harus ada pilihan-pilihan dalam aturan,” tuturnya.LEBIH LANJUT Laode mengatakan, masyarakat perlu mengetahui pidana korporasi adalah masalah yang lebih kompleks. KPK, lanjutnya, tidak pernah mau merusak korporasi, tapi hanya ingin korporasi dapat bersaing di dunia internasional.

Itu sebabnya juga, penanganan tindak pidana korporasi diharapkan diselesaikan secepat mungkin, agar ada kepastian untuk para pemegang saham. “Kami berharap pidana korporasi bisa segera,”  ungkapnya.

Diharapkan, tambahnya, penanganan sebuah kasus korupsi korporasi ke depan dapat selesai dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Namun, KPK sekarang ini lembaga antikorupsi tersebut belum memiliki aturan tertulis mengenai jangka waktu penyelesaian pengusutan sebuah kasus korupsi korporasi.

“KPK belum memiliki aturan tertulis mengenai jangka waktu penyelesaian pengusutan sebuah kasus, dalam hal ini korupsi korporasi,” kata Laode.

Dijelaskan Laode lebih lanjut, dalam konteks pidana korporasi tidak ada yang namanya sistem too big to fail untuk korporasi. Kendati sekiranya yang terlibat adalah korporasi besar, tidak ada yang kebal terhadap hukum. “They are too big, but they can be fail. Di Indonesia, kita juga seperti itu sistemnya,” katanya.SEBELUMNYA, pada September 2018 lalu, PT NKE atau PT DGI telah mengembalikan uang Rp 70 miliar ke KPK. “PT DGI telah mengembalikan uang dalam bentuk uang titipan terkait perkara ke KPK sejumlah Rp 70 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, 6 September 2018.

KPK, lanjutnya, berharap pengembalian uang ini dapat menjadi langkah positif untuk membantu memulihkan keuangan negara yang defisit akibat tindak pidana korupsi. “Pengembalian uang ini diharapkan nanti memperkuat fungsi recovery asset untuk uang pengganti yang menjadi salah satu perhatian KPK dalam penanganan kasus korupsi,” tutur Febri.

PT NKE atau PT DGI ditetapkan sebagai tersangka sebagai pengembangan penyidikan perkara yang sama, dengan tersangka Direktur Utama Dudung Purwadi dan Made Meregawa, pejabat pembuat komitmen. Melalui Dudung, PT NKE atau PT DGI diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi terkait pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana. Dari nilai proyek Rp 138 miliar diduga terjadi kerugian negara Rp 25 miliar dalam pelaksanaan proyek itu.

KPK sejauh ini sudah menetapkan tiga kasus dengan menempatkan korporasi sebagai tersangka. Selain kasus  PT NKE atau PT DGI sebagai kasus pertama, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka adalah PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati, ditetapkan sebagai tersangka April 2018. Juga PT Tradha sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang. [RAF]