Ilustrasi: Presiden saat menghadiri acara Penyampaian Laporan Tahunan MK Tahun 2019, Selasa (28/1/2020), di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta/setkab.go.id-Jay

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo dunia mengalami perubahan sangat cepat, tantangan semakin kompleks, dan persaingan yang semakin ketat.

“Langkah kita juga harus lebih cepat dan lebih dinamis. Kita harus melakukan penyederhanaan. Kita wajib memangkas kerumitan-kerumitan agar kita menjadi bangsa yang memiliki daya saing, memiliki kompetitif di tingkat dunia,” kata Presiden Jokowi, saat memberikan sambutan di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Jokowi mengharapkan dukungan rakyat agar satu visi yang sama dengan pemerintah.

“Visi besar dalam menciptakan hukum yang fleksibel, hukum yang sederhana, hukum yang kompetitif, dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi kita,” katanya.

Menurut Jokowi, para pendiri bangsa merumuskan Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara yang tak mudah lekang oleh zaman dan dibuat untuk mengatur hal-hal yang sangat fundamental.

“Sehingga kita memiliki kesempatan dan keleluasaan untuk  menyusun pengaturan di bawahnya agar selalu siap merespons perubahan zaman untuk memenangkan kompetisi,” katanya.

Saat ini banyak peraturan turunan, yang tidak konsisten, terlalu rigid dan mengekang ruang gerak sendiri serta menghambat kecepatan dalam melangkah dan mempersulit untuk memenangkan kompetisi.

Karena itu Pemerintah bersama DPR berupaya untuk mengembangkan sistem hukum yang kondusif, antara lain dengan mensinkronkan berbagai undang-undang melalui satu undang-undang saja.

“Melalui satu omnibus law, berbagai ketentuan dalam puluhan undang-undang akan dipangkas, disederhanakan, dan diselaraskan,” katanya.

Omnibus Law Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja sedang disiapkan dan segera disampaikan kepada DPR RI.

Omnibus law memang belum populer di Indonesia, tetapi telah diterapkan di berbagai negara, antara lain Amerika Serikat dan Filipina.

“Ini adalah sebuah strategi reformasi regulasi. Harapannya adalah hukum kita jauh lebih sederhana, fleksibel, responsif dan cepat menghadapi era kompetisi, era perubahan yang saat ini sedang terjadi,” katanya.

Selain memperbaiki undang-undang, Pemerintah juga akan terus memangkas jumlah regulasi.

“Saya memperoleh laporan bahwa terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah. Kita mengalami hiper regulasi, obesitas regulasi. Membuat kita terjerat oleh aturan yang kita buat sendiri. Terjebak dalam keruwetan dan kompleksitas,” kata Presiden ke-7 RI tersebut.

Jokowi menginstruksikan mulai dari PP, Perpres, Permen, Perdirjen sampai Perda harus disederhanakan.

Dalam acara itu, Presiden juga mengapresiasi pencapaian MK selama 2019, khususnya dalam menangani sengketa hasil pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).

“Melalui proses yang sangat transparan, live di TV, terbuka,” kata Jokowi.

MK

Sementara itu, Ketua MK, Anwar Usman mengatakan sejak berdiri pada 2003, MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara, hingga akhir Desember 2019.

“Dari jumlah tersebut perkara pengujian UU mendominasi, yakni sebanyak 1.317. Perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di urutan kedua, yakni sebanyak 982,” kata Anwar, dalam sidang pleno khusus penyampaian laporan tahunan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Tentang perselisihan hasil pemilihan umum legislatif, DPR, DPD, dan DPRD, sebanyak 671 dan perselisihan hasil pemilihan presiden/wakil presiden terdapat 5 perkara, sedangkan untuk sengketa kewenangan lembaga negara sebanyak 26 perkara.

“Dari sejumlah 3.005 perkara tersebut sebanyak 2.849 telah diputus dengan rincian 397 perkara atau 13,93% dikabulkan. 1.005 perkara atau 45,81% ditolak. 1.004 atau 34% tidak dapat diterima. 60 perkara atau 2,11% dinyatakan gugur. 171 perkara atau 5,75% ditarik kembali. 25 perkara atau 2% merupakan tindak lanjut dari putusan sela. Dan 11 perkara atau 1% MK menyatakan tidak berwenang mengadili dan sebanyak 30 perkara masih dalam proses,” kata Anwar.

Sementara itu, untuk aspek nonperadilan MK telah berupaya melakukan peningkatan kapasitas dan kualitas SDM melalui berbagai kegiatan, di antaranya recharging program, program rintisan gelar, dan diklat serta bimtek.

Ketidakpatuhan atas putusan MK

Ketua MK mengeluhkan ketidakpatuhan terhadap putusan MK yang mencapai 24 putusan dari total 109 putusan pada periode 2013-2018.

Terdapat tiga kategori tingkat kepatuhan, yaitu: dipatuhi seluruhnya; dipatuhi sebagian, dan tidak dipatuhi. Temuannya, sebanyak 59 putusan (54,12 persen), sebanyak 6 (5,50 persen) dipatuhi sebagian, sebanyak 24 (22,01 persen) tidak dipatuhi, sisanya 20 putusan (18,34 persen) belum dapat diidentifikasi secara jelas dengan berbagai alasan.

“Menjumpai angka 22,01 persen dari 109 putusan tidak dipatuhi seluruhnya, ini jelas mengundang tanda tanya besar. Temuan itu bukan saja penting bagi MK, akan tetapi juga patut menjadi perhatian kita bersama,” kata Anwar.

Menurut Anwar, kepatuhan terhadap putusan mencerminkan kedewasaan dan kematangan sebagai negara yang menahbiskan diri sebagai negara hukum demokratis, sekaligus negara demokrasi berdasarkan hukum. ”Sebaliknya, ketidakpatuhan terhadap putusan MK, selain bertentangan dengan doktrin negara hukum, juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.”

Terhadap putusan MK, DPR dan Pemerintah seharusnya menindaklanjuti putusan itu dengan melakukan perubahan (legislative review) terhadap undang-undang yang oleh MK dinyatakan inkonstitusional.

“Betapa pun konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi dalam bernegara, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak ditegakkan dan ditaati. Jika demikian faktanya, negara hukum yang kita cita-citakan masih menjumpai tantangan berat,” kata Anwar.

Menurut Anwar, sejarah di berbagai belahan dunia sejak zaman dahulu membuktikan, manakala konstitusi tidak diindahkan, maka menjadi awal runtuhnya sebuah bangsa.

Persentase putusan MK yang sudah diimplementasi itu dikutip Anwar dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tiga dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 2019 berjudul “Constitutional Compliance Atas Putusan Pengujian Undang-Undang Di Mahkamah Konstitusi oleh Adressat Putusan.”

Penelitian itu, mencari kebenaran ilmiah terkait dengan tingkat kepatuhan adressat putusan terhadap 109 Putusan MK pada kurun waktu 2013-2018. Ada tiga kategori tingkat kepatuhan, yaitu: dipatuhi seluruhnya; dipatuhi sebagian, dan tidak dipatuhi.

Mengutip hasil penelitian tersebut, Anwar Usman mengatakan tingkat kepatuhan masih lebih tinggi daripada tingkat ketidakpatuhan dengan perbandingan 54,12 persen berbanding 22,01 persen.

Namun, adanya ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, selain bertentangan dengan doktrin negara hukum, juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Walaupun konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi dalam bernegara, jika tidak ditegakkan dan ditaati, UUD NRI 1945 tidak akan berarti apa-apa.

“Jika demikian faktanya, negara hukum yang kita cita-citakan masih menjumpai tantangan berat. Sejarah di berbagai belahan dunia sejak zaman dahulu membuktikan, manakala konstitusi tidak diindahkan, maka menjadi awal runtuhnya sebuah bangsa,” kata Anwar.

Sengketa Pilkada Serentak 2020

MK menyatakan sidang sengketa Pilkada Serentak 2020 akan menjadi prioritas lembaga yudikatif tersebut, selain tugas konstitusional rutin pengujian undang-undang.

“Tahun 2020, prioritas yang dikedepankan tetap pada dukungan pelaksanaan fungsi dan peran MK dalam mewujudkan demokrasi berkeadilan, termasuk untuk menghadapi potensi perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan di 270 daerah,” kata Anwar.

Sidang sengketa Pilkada Serentak 2020 diperkirakan mulai bergulir Oktober 2020 setelah tahapan pemungutan suara pada 23 September 2020 serta penghitungan dan rekapitulasi suara 23 September-5 Oktober 2020.

MK juga mengeluhkan alokasi anggaran pada lembaganya yang turun banyak.

“Untuk tahun 2020, MK juga hanya mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp246,215 miliar. Jumlah ini jauh lebih sedikit, bahkan tidak sampai separuh, dibandingkan alokasi anggaran tahun 2019, yakni sebesar Rp539,645 miliar,” kata Anwar. [sulindox@gmail.com]