Muhammad Prananda Prabowo.

Koran Sulindo – “Terima kasih untuk generasi muda Indonesia yang tetap mencintai Bung Karno sebagai Bapak Bangsa. Terima kasih telah berjuang menghidupkan ajaran Bung Karno melalui karya seni dan budaya. Generasi Muda Indonesia, kita akan terus bergerak, membuang yang jelek, membangun yang baik. Kita jadikan seluruh ide, gagasan, pemikiran, cita-cita, dan spirit Bung Karno sebagai bintang penuntun!” demikian petikan pidato Ketua Bidang Ekonomi Kreatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Muhammad Prananda Prabowo, pada acara Bung Karno dalam Seni dan Budaya, yang digelar di Jakarta, 4 Juni lalu.

Pidato tersebut disampaikan melalui tayangan video. Selama ini, putra kedua Megawati Soekarnoputri itu memang jarang tampil di depan publik. Ia lebih banyak menekuni ajaran-ajaran kakeknya, Bung Karno. Wajar jika pihak Arsip Nasional Republik Indonesia menjadikan Prananda sebagai Duta Arsip, bersama anggota DPR dari PDI Perjuangan yang juga dikenal sebagai penulis, Rieke Diah Pitaloka.

Tak hanya menekuni, Prananda juga giat melakukan sosialiasi ajaran-ajaran Bung Karno lewat berbagai cara, antara lain lewat musik dan lagu. Acara Bung Karno dalam Seni dan Budaya merupakan gagasannya, yang merupakan bagian dari acara peringatan ulang tahun PDI Perjuangan dan Bulan Bung Karno.

Dalam rangkaian acara itu, ada kompetisi berjenjang, yakni Banteng Music Festival dan Lomba Paduan Suara, yang diselenggarakan mulai dari tingkat provinsi (Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan) di seluruh Indonesia sampai tingkat nasional. Para pemenangnya kemudian ditampilkan pada acara 4 Juni tersebut.

Lagu wajib yang mereka bawakan digubah dari petikan pidato Bung Karno. Karena, memang, PDI Perjuangan lewat Banteng Music Festival dan Lomba Paduan Suara ingin menunjukkan wajah politik berkeadaban dan point ketiga dari ajaran Trisakti Bung Karno, yakni berkepribadian dalam kebudayaan.

Dalam tayangan video itu, Prananda lebih lanjut menyerukan, “Kaum muda di mana pun Anda berada, mari kita bangkit! Kita tidak boleh dan tidak dapat berbalik lagi karena, sebagai sebagai bangsa, kita telah mencapai point of no return. Hiduplah ber-vivere pericoloso, hidup dengan berani menyerempet bahaya; asal jangan kita ber-vivere pericoloso kepada Tuhan. Kita ber-vivere pericoloso di jalan yang dikehendaki dan diridoi oleh Tuhan untuk mewujudkan Indonesia Raya, Indonesia yang sejati-jatinya merdeka. Merdeka!” [CHA]