PPKM Akan Dicabut, Indonesia Bebas Pandemi COVID-19?

Ilustrasi penumpang KRL di saat pandemi Covid-19. foto : Tempo

PANDEMI Covid-19 di Indonesia telah berlangsung sejak awal Maret 2020. Penetapan status pandemi ini berdampak luas tidak hanya pada sektor kesehatan, sektor ekonomi dan sosial juga turut terdampak akibat diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat dalam skema PSBB atau PPKM.

Belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka kemungkinan pemerintah segera mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Indonesia.

PPKM berlevel untuk menangani pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia sebelumnya kembali diperpanjang sejak 6 Desember 2022 hingga 9 Januari 2023. Namun kegiatan libur Natal dan Tahun Baru tidak lagi diberlakukan pembatasan pergerakan masyarakat untuk bepergian.

“Kemarin kasus harian kita berada di angka 1.200. Dan mungkin nanti akhir tahun kita akan menyatakan berhenti PSBB, PPKM kita,” kata Jokowi dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (21/12).

Menurut Presiden Jokowi, pertimbangan untuk menghentikan PPKM itu dilakukan mengingat jumlah kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan tren penurunan cukup signifikan dibandingkan saat-saat puncak gelombang Covid-19 Delta dan Omicron di Indonesia.

Ketika gelombang Delta dengan puncak 56.757 kasus pada 15 Juli 2021 dan Omicron dengan 64.718 kasus pada 16 Februari 2022 lalu menurutnya telah membawa banyak pembelajaran bagi Indonesia. Saat itu banyak kekurangan APD, tabung oksigen, dan pasien yang menumpuk di rumah sakit berbagai daerah.

“Perjalanan seperti itu harus kita ingat betapa sangat sulitnya,” kata dia.

Presiden juga bicara bahwa dirinya sempat mendapat desakan untuk menetapkan lockdown di Indonesia pada saat gelombang Delta tahun lalu. Namun demikian, ia menilai apabila lockdown diterapkan, maka perekonomian di Indonesia tidak akan bertahan sampai seperti saat ini.

“Saat itu saya ingat, hampir 80 persen Menteri menyarankan saya untuk lockdown, termasuk masyarakat juga menyampaikan hal yang sama. Kalau itu kita lakukan saat itu, mungkin ceritanya akan lain sekarang ini,” ujar Jokowi.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sebelumnya juga menganggap virus corona sudah bukan lagi hal yang perlu ditakuti jika tidak ada lonjakan kasus saat momen Natal dan Tahun Baru 2023.

“Indonesia hebat kalau bisa membuktikan sekarang ini betul-betul kita bisa menjalankan seperti normal, tetapi tidak melonjak kasusnya,” Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam acara yang disiarkan via internet, Selasa (20/12).

Syarat pandemi berakhir

Berdasarkan penjelasan pemerintah pada Maret 2022, status pandemi merupakan deklarasi darurat kesehatan oleh badan kesehatan dunia atau WHO, demikian juga dengan penetapan status endemi.

Maka status pencabutannya pun demikian, penetapan status pandemi dan endemi merupakan otoritas dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO.

Pemerintah disebut sedang menyiapkan road map untuk transisi dari pandemi Covid-19 menuju endemi. Hal itu dibutuhkan karena proses menuju endemi harus secara bertahap. Perubahan status menjadi endemi juga akan mengubah berbagai kebijakan dan pengaturan kegiatan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh dr. Reisa Broto Asmoro selaku Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dalam keterangan persnya pada Jumat (11/3) lalu di Kantor Presiden, Jakarta, yang ditayangkan langsung pada kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Definisi pandemi menurut para ahli adalah kondisi ketika suatu penyakit menyebar ke seluruh negara dan benua. Ini tidak hanya berarti bahwa suatu penyakit sangat berbahaya atau mematikan.

Menurut WHO dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), pandemi biasanya disebabkan oleh patogen atau jenis virus yang baru muncul. Misalnya, berupa zoonosis — penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Jika suatu penyakit baru bagi manusia, sangat sedikit orang yang kebal terhadap virus. Vaksinasi juga tidak tersedia dalam kasus ini. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah besar orang menjadi terinfeksi.

Seberapa berbahaya atau fatalnya penyakit ini tergantung pada virus spesifik dan kesehatan individu. Bahkan jika suatu penyakit tidak berbahaya dalam banyak kasus, jumlah infeksi serius selama pandemi bisa sangat tinggi. Ini disebabkan sejumlah besar orang terinfeksi patogen secara keseluruhan.

Contohnya pandemi influenza 1918, juga dikenal sebagai flu Spanyol, menewaskan 25 juta hingga 50 juta orang — jumlah itu lebih banyak daripada korban Perang Dunia I. Flu babi, virus H1N1, juga memicu pandemi pada 2009.

Sedangkan endemi didefinisikan sebagai penyakit yang sering terjadi di daerah tertentu. Ketika suatu penyakit menjadi endemik, jumlah orang yang jatuh sakit jumlahnya relatif konstan dari waktu ke waktu.

Dalam kondisi endemi jumlah kasus lebih tinggi daripada di daerah lain tetapi tidak meningkat dari waktu ke waktu. Selama periode waktu tertentu, kira-kira jumlah orang yang sama berulang kali terjangkit penyakit ini.

Contoh khas adalah malaria, yang setiap tahun menyerang 300 juta orang di seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus di daerah tropis.

Pada awal Mei 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa virus corona bisa menjadi virus endemik. Varian delta dan omicron sejak itu menunjukkan betapa mudah beradaptasinya virus , seperti halnya flu. Endemik berarti virus ada di luar sana di dunia, dan kita harus belajar untuk hidup dengannya di wilayah tertentu karena penyakit itu tidak akan bisa hilang.

Secara umum perubahan status menjadi endemi masih perlu waktu, karena masih menunjukkan angka penularan yang naik turun secara drastis atau belum konstan. Selain itu belum di temukan pola penyebaran Covid-19 misanya hanya terjadi pada musim tertentu atau area tertentu seperti yang terjadi pada penyakit Flu Musiman.

Faktor lain yang tak kalah penting diperlukan adanya sistem kekebalan masyarakat seperti vaksin atau obat-obatan yang efektif mencegah penyebaran virus dan melindungi dari infeksi penyakit. [PAR]