Ilustrasi: straitstimes.com/ARIFFIN JAMAR

Koran Sulindo – Mabes Polri menyatakan terdapat 2 kelompok yang menunggangi aksi unjukrasa pada 21-22 Mei. Kelompok pertama adalah simpatisan ISIS, sedang kelompok kedua adalah mereka yang memiliki senjata api.

“Mereka ini perusuh. Ini dibedakan kelompok aksi damai,” kata Kadiv Humas Mabes Polr Irjen Mohammad Iqbal, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (23/5/2019).

Menurut Polri, kelompok yang menunggangi  aksi itu bernama Gerakan Reformis Islam (GARIS). Kelompok ini pernah menyatakan diri berafiliasi ke ISIS.

Polisi juga menyatakan menangkap sebanyak 442 orang yang diduga sebagai perusuh dalam aksi di depan Kantor Bawaslu, Jakarta, yang berlangsung pada 21 Mei hingga 23 Mei dinihari tersebut.

Hari ini polisi kembali menangkap 185 orang yang diduga sebagai perusuh dalam aksi damai di depan Kantor Bawaslu RI. Sehari sebelumnya, Polda Metro Jaya membekuk 257 pelaku yang bertindak anarkis.

“Pada aksi massa 21-22 Mei itu ada dua segmen. Pertama, massa peserta aksi damai yang spontanitas. Kedua, massa perusuh yang sengaja menyusup untuk membuat rusuh,” katanya.

Menurut Iqbal, para pelaku ditangkap di sejumlah lokasi di Jakarta, seperti depan dan sekitar Kantor Bawaslu RI, Patung Kuda, Sarinah, Slipi, Menteng, dan Petamburan. Mereka diamankan karena terbukti melakukan perusakan dan pembakaran kendaraan di asrama Polri Petamburan, depan Kantor Bawaslu RI, dan di depan Stasiun Gambir.

Dari tangan pelaku ditemukan pula barang bukti kejahatan, diantaranya, senjata tajam, busur panah, bom molotov, batu, petasan, dan uang tunai yang diduga untuk membiayai aksi tersebut.

Sedangkan munculnya kelompok Senpi berdasarkan pengakuan sekelompok orang yang sudah ditangkap Polri. Kelompok ini memiliki Senpi dengan alat peredam.

“Kami sudah melakukan proses BAP terhadap beberapa orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kemarin sudah juga diamankan 6 tersangka yang juga membawa 2 senpi. Yang pertama tadi Senpi laras panjang, yang kedua, laras pendek,” katanya.

Kelompok Senpi ini mempunyai target ingin membuat kerusuhan. Mereka ingin menciptakan martir atau pahlawan. Tujuannya untuk menimbulkan kemarahan publik terhadap aparat.

“Ini terus kami alami dan kejar sesuai strategi penyelidikan. Ada masa perusuh yang diamankan oleh Polda Metro Jaya yang sudah dirilis oleh Pak Argo 257 orang. Ada tatonya banyak. Kalau enggak salah, 4 orang positif narkoba. Bagaimana mau unjuk rasa kalau misalnya mereka positif narkoba,” kata Iqbal.

Terencana

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, menduga peristiwa kericuhan di sejumlah tempat di Jakarta pada 21-22 Mei 2019 itu terencana.

“Kericuhan ini by design, bukan spontan. Karena terbukti ada barang bukti berupa uang yang ditemukan,” kata Dedi, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (23/5/2019).

Para tersangka pelaku kerusuhan yang ditangkap juga mengakui uang tersebut sebagai imbalan untuk melakukan kerusuhan. Para pelaku ini sengaja menyusup diantara para pendemo yang melakukan unjuk rasa damai di depan Gedung Bawaslu RI. Kemudian mereka sengaja memprovokasi massa pendemo untuk melakukan tindakan anarkis.

Para pelaku kerusuhan sebagian besar merupakan warga Jawa Barat dan Banten. Ada pula yang kesehariannya sebagai preman di kawasan Tanah Abang.

“Bayarannya Rp300 ribu sehari,” katanya.

Saat ini, ratusan orang tersebut masih diperiksa polisi untuk diketahui peran mereka dalam kericuhan yang terjadi pada Selasa (21/5) malam hingga Kamis dini hari.

“Masih diperiksa, dipilah-pilah siapa pelaku lapangan, koordinator lapangan dan aktor intelektualnya,” kata Dedi.

Sejumlah barang bukti yang disita dari para tersangka diantaranya kendaraan, uang rupiah, uang dolar, senjata tajam, bom molotov, ponsel, kamera, batu, ketapel dan petasan. [YMA/Didit Sidarta]