Koran Sulindo -Badan Pengawas Pemilu merilis hasil penelitian Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019.
Menurut Bawaslu, IKP ini adalah upaya untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini berbagai potensi pelanggaran pemilu.
Kerawanan di dalam IPK 2019 didefinisikan sebagai segala hal yang menimbulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilu.
Menurut Bawaslu hasil penelitian Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di 2019, yang terdapat di 177 kabupaten/kota atau setara dengan 34,2 persen terkategori rawan tinggi terpapar praktik politik uang.
Masih hasil Bawaslu, 338 kabupaten/kota atau setara dengan 65,8 persen masuk dalam kategori rawan sedang pada dimensi praktik politik uang.
Menurut komisioner Bawaslu Mochamad Afifuddin, dimensi praktik politik uang didasarkan pada subdimensi kampanye, partisipasi pemilih, relasi kuasa tingkat lokal.
Pelaksanaan pemungutan suara, pengawasan pemilu dan partisipasi publik. Yang artinya, praktik politik uang dapat terjadi pada tahapan-tahapan tersebut.
“Isu strategis lain yang dapat menjadi perhatian pemangku kepentingan pemilu adalah aspek keamanan. Tercatat, 94 kabupaten/kota 18,3 persen masuk dalam kategori rawan tinggi,” kata Afifuddin, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (25/9).
Sedangkan sisanya terdiri dari 420 kabupaten/kota atau 81,7 persen masuk kategori rawan sedang. “Subdimensi aspek keamanan adalah keamanan dan relasi kuasa,” kata dia.
Skor total subdimensi keamanan kerawanan Pemilu 2019 di seluruh Indonesia signifikan di angka 44,5. Hal itu berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait subdimensi keamanan memiliki tingkat kerawanan yang harus diwaspadai (> 33).
Pada aspek netralitas ASN, dengan mendasarkan pada subdimensi otoritas penyelenggara Pemilu, penyelenggara negara, relasi kuasa di tingkat lokal dan kampanye terdapat 93 kabupaten/kota 18,1 persen yang termasuk rawan tinggi.
Sedangkan 421 kabupaten/kota 81,9 persen masuk dalam kategori rawan sedang.
“Isu politik uang dan netralitas ASN menjadi semacam kerawanan laten yang pasti mengemuka di setiap proses pemilu tinggal bagaimana antisipasi kita di TKP untuk geser atau menekan biar tidak terlalu banyak yang rawan,” kata dia.
Afiudin menambahkan Bawaslu IKP dirilis sebagai deteksi dini terhadap berbagai potensi pelanggaran pemilu.
Kerawanan di dalam IPK 2019 didefinisikan sebagai segala hal yang menimbulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilu. IKP diukur 4 dimensi yakni sosial politik, penyelengaraan yang bebas dan adil, kontestasi dan partisipasi.
Ada tiga ukuran IPK 2019, yakni 0-33 untuk kerawanan rendah, 33,01-66 untuk kerawanan sedang dan 66,01-100 untuk kerawanan tinggi. Secara nasional, rata-rata skor IKP 2019 adalah 49.
Rinciannya 43,89 di dimensi konteks sosial politik, 53,80 penyelenggara penilai yang bebas dan adil, 50,65 kontestasi dan 46,18 partisipasi politik.
Berikut IPK 2019 di 34 povinsi di Indonesia:
Aceh : 50,59
Sumatera Utara : 48,14
Sumatera Barat : 51,21
Riau : 47,32
Kepulauan Riau : 48,85
Jambi : 49,3
Bengkulu : 47,67
Sumatera Selatan : 44,75
Bangka Belitung : 44,18
Lampung : 49,56
Banten : 47,88
Jawa Barat : 47,27
DKI Jakarta : 44,78
Jawa Tengah : 48,51
DI Yogyakarta : 52,14
Jawa Timur : 49,17
Kalimatan Utara : 49,24
Kalimatan Barat : 47,31
Kalimatan Tengah : 47,66
Kalimatan Selatan : 47,94
Kalimatan Timur : 49,27
Bali : 46,71
Nusa Tenggara Barat : 49,59
Nusa Tenggara Timur :50,52
Gorontalo : 49,21
Sulawesi Utara : 50,2
Sulawesi Barat : 47,87
Sulawesi Tengah : 50,5
Sulawesi Selatan : 50,26
Sulawesi Tenggara : 50,86
Maluku Utara : 49,89
Maluku : 51,02
Papua Barat : 52,83
Papua : 49,86
[SAE/TGU]