Ilustrasi/abovethelaw.com

Koran Sulindo – Dalam memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menempatkan Kepolisian RI di posisi teratas sebagai pelaku penyiksaan. Jumlahnya terus meningkat setiap tahun dengan pola dan pelaku yang kian beragam.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, ketika semua publik membicarakan sosok Tito Karnavian, Kepala Polri RI terpilih, ada tugas berat menantinya. Antara lain soal bagaimana Tito bisa mengurangi praktik-praktik penyiksaan dalam menjalan penegakan hukum. Apalagi Tito menjanjikan reformasi internal Polri.

“Ini untuk periode 2015 hingga 2016. Laporan ini kami umumkan rutin sejak 2010,” kata Haris melalui pesan elektronik di Jakarta, Senin [27/6].

Haris menuturkan, laporan pada 2016, pihaknya banyak menemukan fakta tentang pola-pola penyuapan baik secara terbuka dan tertutup yang dilakukan pelaku penyiksaan. Tujuannya agar korban dan keluarganya memperpanjang masalah atau meneruskannya ke jalur hukum.

Kontras menemukan fakta-fakta melalui pemantauan pemberitaan media massa selama 1 tahun yaitu periode Mei 2015 hingga Mei 2016. Pertama, terjadi praktik penyiksaan rata-rata 3 hingga 18 peristiwa pe bulan. Yang tertinggi terjadi pada Juni 2015 dan April 2016.

Kedua, setidaknya ada 134 peristiwa penyiksaan selama periode Mei 2015 hingga Mei 2016. Peristiwa ini terbanyak terjadi di Provinsi Sumatera Utara [19 peristiwa], Jawa Barat [13 peristiwa], dan Jawa Tengah [11 peristiwa].

Ketiga, Kontras menemukan dari total peristiwa penyiksaan itu, 66% dilakukan di sel tahanan baik di polsek, polres, rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan. Keempat, 83 peristiwa penyiksaan dilakukan dalam proses pemeriksaan dan 39 peristiwa penyiksaan dilakukan dalam bentuk hukuman.

Kelima, aktor penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi masih didominasi aparat kepolisian [91 tindakan], aparat TNI [24 tindakan] dan petugas lembaga pemasyarakatan [19 tindakan]. “Sepanjang periode itu pula terdapat 223 korban luka akibat disiksi dan 37 korban tewas akibat penyiksaan,” kata Haris.

Hari Anti Penyiksaan Internasional diperingati setiap tanggal 26 Juni. Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan. Karena itu, negara wajib dapat mencegah kekerasan dalam wilayah yurisdiksinya, tanpa memandang apakah terjadi dalam masa damai ataupun perang.

Konvensi ini juga ingin agar negara menegakkan aturan yang sistematis dalam hal interogasi, penangkapan, dan penahanan, serta harus menghindarkan kekerasan. Bagaimana menghindari, menghapus dan mengatasi penyiksaan, mungkin itu menjadi hal penting. [Kristian Ginting]