Bung Karno pada Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.

Pendahuluan

Paduka tuan Ketua yang mulia!

Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya.

Saya akan menetapi permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.

Ma’af, beribu ma’af! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: Philosofische grondslag dari pada Indonesia merdeka.

Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberi tahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”. Merdeka buat saya ialah: political independence, politieke onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata:

Tatkala Dokuritu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang – saya katakan didalam bahasa asing, ma’afkan perkataan ini – zwaarwichtig akan perkara yang kecil-kecil. Zwaarwichtig sampai -kata orang Jawa- “njelimet”. Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai njelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.

Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!

Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai njelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80 persen dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu.

Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Disitu ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Toch Saudi Arabia merdeka!

Lihatlah pula – jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat – Soviet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Soviet, adakah rakyat soviet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih dari pada 80 persen tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Soviet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Soviet itu. Dan kita sekarang disini mau mendirikan negara Indonesia merdeka.

Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan! Maaf, P. T. Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai njelimet hal ini dan itu dahulu semuanya!

Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai njelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, – sampai di lobang kubur!

Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun ’33 saya telah menulis satu risalah, Risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Maka di dalam risalah tahun ’33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa diseberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.

Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, – in one night only! -, kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan oleh Ibn saud, maka diseberang jembatan, artinya kemudian dari pada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi arabia.

Orang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade yaitu orang badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, – semuanya diseberang jembatan.

Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Soviet-Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff [1], dam yang maha besar di Sungai Dnepr? Apa ia telah mempunyai radio-station, yang menyundul keangkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia?

Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Soviet Rusia merdeka telah dapat membaca dan menulis? Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio- station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Creche, baru mengadakan Djnepprostoff!

Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan njelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka.

Alangkah berlainannnya tuan-tuan punya semangat, – jikalau tuan-tuan demikian -, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!

Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, pada hal semboyan Indonesia merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang!

Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia merdeka, – kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar hati!. Saudara -saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar!

Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti dengan orang yang bernama Abdul Halim.

Jikalau umpamanya Butyoo Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, – in one night, di dalam satu malam! Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia merdeka, sekarang!

Jikalau umpamanya Balatentera Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata: mangke- rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia merdeka?

(Seruan: Tidak! Tidak)

Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menitpun kita tidak akan menolak, sekarangpun kita menerima urusan itu, sekarangpun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka!