Itulah. Saudara-saudara, suatu peristiwa yang bersejarah. Beberapa negeri dari Asia-merdeka bicara, dan dunia mendengarkan. Mereka bicara tentang suatu soal yang langsung bersangkutan dengan Asia, dan dengan berbuat begitu, menunjukkan dengan jelas bahwa persoalan-persoalan mengenai Asia adalah urusan bangsa-bangsa Asia sendiri. Jaman di waktu mana hari-kemudian Asia dapat ditetapkan oleh bangsa-bangsa lain yang jauh tempat kediamannya, sudah lama lalu.
Akan tetapi, kita tidak dapat, kita tidak berani, membatasi perhatian kita pada soal-soal dari benua kita sendiri saja. Negara-negara di dunia sekarang yang satu adalah bergantung kepada yang lain, dan tidak ada bangsa yang merupakan pulau sendirian saja. “Splendid isolation” mungkin pernah dapat dilakukan: kini tidak dapat lagi. Urusan-urusan seluruh dunia adalah urusan kita dan hari kemudian kita bergantung kepada cara pemecahan yang didapatkan bagi semua persoalan internasional, betapa jauh pun tampaknya letak persoalan itu.
Pada saat melayangkan pandangan di dalam gedung ini, pikiran saya datang kembali pada Konferensi Bangsa-bangsa Asia yang lain. Pada permulaan tahun 1949 — menurut ukuran sejarah hanya sedikit yang lalu — negeri saya untuk kedua kalinya sejak Proklamasi Kemerdekaan terlibat dalam perjoangan mati-matian. Rakyat kita terkurung dan digempur terus-menerus dari luar, banyak daerah-daerah kami diduduki lawan, sebagian besar dari para pemimpin kami dipenjara atau dibuang, kehidupan kami sebagai Negara terancam.
Keputusan-keputusan diambil, tidak di dalam kamar perundingan, tapi di tempat pertempuran. Utusan-utusan kami di masa itu berupa senapan, meriam dan bom serta granat, dan juga bambu runcing.
Kita terkurung, lahir dan batin.
Pada saat yang menyedihkan, tetapi gemilang dalam sejarah kebangsaan kami itulah tetangga kami yang baik, India, menyelenggarakan Konferensi antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika di New Delhi, untuk memprotes ketidakadilan yang ditujukan kepada Indonesia dan untuk menunjang perjuangan kami, Blokade batin terbobol! Utusan-utusan kita terbang ke New Delhi dan mendengar dari sumber berita asli tentang tunjangan kuat yang diberikan untuk perijuangan guna kehidupan nasional kami. Sebelum itu tidak pernah terjadi dalam sejarah umat manusia bahwa ada sedemikian rupa persatuan antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika ditujukan ke arah menolong bangsa Asia yang lain yang berada dalam marabahaya.
Para diplomat dan para ahli politik, pers dan orang biasa dari negeri-negeri tetangga kami di Asia dan Afrika, semuanya menyokong kami. Kami mendapat keberanian kembali untuk melanjutlkan perjuangan kami dengan kekerasan hati sampai mencapai penyelesaian yang berwujud kemenangan. Sekali lagi kita mengalami kenyataan sebulat-bulatnya tentang kebenaran pernyataan Desmoulin: “Jangan sangsi bahwa rakyat yang merdeka mempunyai kekuatan dimanapun juga!”
Barangkali entah bagaimana, Konferensi yang bersidang di sini pada hari ini antara lain berakar pada penjelmaan persatuan Asia-Afrika enam tahun yang lalu itu.
Betapapun juga, nyatalah, bahwa tiap-tiap orang di antara Tuan-tuan memikul tanggung jawab yang berat, dan saya berdoa kepada Tuhan, semoga tanggung jawab itu dilaksanaikan dengan keberanian dan kebijaksanaan.
Saya berdoa kepada Tuhan, mudah-mudahan Konferensi Asia-Afrika ini berhasil dalam menunaikan tugasnya.
0! Saudara-saudara jadikanlah Konferensi ini suatu sukses yang besar! Meskipun terdapat sifat-sifat yang sangat berlainan di antara pesertanya — jadikanlah Konferensi ini suatu sukses yang besar!
Ya, ada sifat berlainan di antara kita. Siapa yang membantahnya! Negeri-negeri kecil dan besar mengirimkan wakilnya kemari. Negeri-negeri mana rakyatnya memeluk hampir semua agama yang ada di kolong langit,– agama Buddha, Islam, Kristen, Konghucu, Hindu, Jainisme, agama Sikh, Zoroaster, Shinto, dan lain-lain. Hampir segala paham politik kita jumpai di sini. Demokrasi Monarchi, Theokrasi, dengan berbagai-bagai bentuk yang berbeda-beda. Dan praktis semua ajaran ekonomi ada wakilnya, di gedung ini, — Marhaenisme, Sosialisme, Kapitalisme, Komunisme, dalam segala variasi dan kombinasi yang aneka-warna.
Tetapi apa salahnya ada perbedaan-perbedaan asal ada persatuan cita-cita? Dalam Konferensi ini kita tak hcndak saling menentang, ini adalah Konferensi persaudaraan.
Ini bukan Konferensi Islam, bukan Konferensi Kristen, pun bukan Konferensi agama Buddha. Ini bukan pertemuan bangsa Melayu, atau bangsa Arab, atau pun bangsa-bangsa Indo-Arya. Konferensi ini pun bukan perkumpulan yang menyendiri, bukan suatu blok yang hendak menentang blok yang lain. Konferensi ini adalah suatu badan yang berpendirian luas dan toleran, yang berusaha memberi kesan kepada Dunia bahwa semua orang dan semua negeri berhak mempunyai tempat sendiri di kolong langit ini. Memberi kesan kepada dunia, bahwa adalah mungkin orang hidup bersama, saling bertemu, bicara antara yang satu dengan yang lain, dengan tidak kebilangan sifat kepribadiannya; namun untuk memberi sumbangan ke arah saling mengerti yang luas dalam soal-soal yang merupakan kepentingan bersama; serta pula mengembangkan kesadaran yang sejati mengenai sifat saling bergantung antara manusia-manusia dan bangsa-bangsa untuk keselamatannya dan agar dapat mempertahankan hidupnya di dunia ini.
Saya tahu bahwa di Asia dan Afrika terdapat perbedaan agama, keyakinan dan kepercayaan lebih banyak daripada di benua-benua lainnya di dunia ini. Tetapi bukankah itu sudah sewajarnya! Asia dan Afrika semenjak purbakala adalah tempat kelahiran keyakinan-kcyakinan dan cita-cita, yang kini telah tersebar di seluruh dunia. Oleh sebab itu, layaklah bagi kita untuk mengusahakan bahwa prinsip yang biasa disebut prinsip “Hidup dan membiarkan hidup”, — perhatikan, saya tidak mengatakan prinsip “Laisser faire, laisser passer” dari paham Liberalisme yang telah usang –, akan kita utamakan dan kita amalkan sesempurna-sempurnanya di dalam kalangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika sendiri.
Hanya secara demikian penyebaran prinsip itu dapat kita perluas sampai kepada perhubungan kita dengan negeri-negeri tetangga dan kemudian kepada yang lain yang lebih jauh tempatnya.
Agama mempunyai kedudukan yang sangat penting, teristimewa di bagian dunia kita ini. Agaknya di sini terdapat lebih banyak agama daripada di wilayah lain di muka bumi ini. Tetapi sekali lagi, negeri-negeri kita adalah tempat kelahiran agama-agama. Haruskah kita terpecah-belah karena adanya macam ragam dalam kehidupan keagamaan kita? Benar tiap-tiap agama mempunyai sejarahnya sendiri, sifat keistimewaan sendiri, “rasion d’etre”-nya sendiri, kebanggaan istimewa dalam keimanannya sendiri, misinya sendiri, kebenaran-kebenaran khusus yang hendak disiar-siarkannya. Tetapi kalau kita tidak menyadari, bahwa semua agama besar adalah sama dalam pesannya untuk mengutamakan toleransi dan dalam anjurannya untuk mengamalkan prinsip “Hidup dan membiarkan hidup”, kalau para penganut setiap agama tidak siap sedia untuk dengan cara yang sama menghormati hak-hak orang lain di manapun juga, kalau setiap negara tidak melakukan kewajibannya untuk memberi hak yang sama kepada penganut segala keyakinan, — kalau semua itu tidak dilaksanakan, maka agama akan turun derajatnya dan tujuannya yang sebenarnya akan tercemar dan terputar balik. Kalau negeri-negeri Asia-Afrika tidak sadar akan tanggung jawabnya dalam urusan ini, dan tidak mengambil tindakan bersama untuk memenuhiniya, maka kekuatan kepercayaan keagamaan, yang sedianya menjadi sumber persatuan dan benteng terhadap campur tangan asing, justru akan menyebabkan perpecahan dan dapat mengakibatkan hancurnya kemerdekaan yang telah diperoleh dengan susah payah oleh bagian-bagian Asia dan Afrika, yang telah bertindaik bersama-sama.
Saudara-saudara, Indonesia adalah Asia-Aftlka dalam bentuk kecil. Indonesia suatu negeri yang mempunyai berbagai-bagai agama dan keyakinan. Di Indonesia terdapat Muslimin, orang-orang Kristen, pengikut agama Siwa Buddha dan orang orang dengan kepercayaan lain. Kecuali itu kami dapati banyak golongan-golongan suku-bangsa, seperti misalnya suku bangsa Aceh, Batak, Sumatra-Tengah, Sunda, Jawa-Tengah, Madura, Toraja, Bali, Ambon, dan lain-lain. Tetapi syukur kepada Tuhan, kami mempunyai kemauan bersatu. Kami mempunyai Pancasila. Kami mengamalkan prinsip “Hidup dan membiarkan hidup”, kami bersikap saling mengutamakan toleransi antara satu sama lain. Bhinneka Tunggal Ika — Persatuan dalam kemacamragaman — adalah semboyan Negara Indonesia. Kami adalah satu bangsa.