Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lebih Rendah dari Perkiraan

Ilustrasi/setkab.go.id

Koran Sulindo – Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan perekonomian Indonesia pada triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen (year on year).

“Ini sangat menjanjikan karena lebih tinggi dari triwulan satu 2017 sebesar 5,01 persen,” kata Kepala BPS, Suhariyanto, di Jakarta, Senin (7/5/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Menurut Suhariyanto, pertumbuhan triwulan I-2018 ini juga lebih baik dari periode sama tahun 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,94 persen dan 2015 yang sebesar 4,83 persen.

Namun, menurut Financial Times, angka itu di bawah perkiraan para ekonom dalam poling Reuters terakhir, yang memperkirakan akan tumbuh 5,18 persen.

Pertumbuhan sebesar itu malah turun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,19 persen. Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi malah turun sebesar 0,42 persen.

Ekonom dari Capital Economics, Gareth Leather, melihat terdapat sedikit prospek rebound dengan kenaikan harga komoditi, terutama kelapa sawit, namun tetap rendah dibandingkan masa-masa lalu.

Capital Economics memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen.

“Indonesia perlu menjaga defisitnya tetap di bawah 3 persen sesuai perintah undang-undang,” kata Leather, seperti dikutip ft.com.

Lebaran

BPS mengharapkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan selanjutnya dapat lebih optimal.

“Kita tentunya berharap pertumbuhan akan lebih tinggi lagi karena masih ada momen yang bisa memicu pertumbuhan seperti Lebaran, Pilkada maupun Asian Games,” kata Suhariyanto.

Pertumbuhan PDB tertinggi menurut lapangan usaha pada triwulan I-2018 terjadi pada sektor informasi dan komunikasi 8,69 persen, transportasi dan pergudangan 8,59 persen, jasa lainnya 8,42 persen, jasa perusahaan 8,04 persen dan konstruksi 7,35 persen.

Konstruksi, yang menjadi penyumbang struktur PDB terbesar keempat, tumbuh 7,35 persen, jauh lebih tinggi dari triwulan satu 2017 yang hanya tumbuh 5,96 persen.

Sedangkan, menurut pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,95 persen, konsumsi LNPRT 8,09 persen, konsumsi pemerintah 2,73 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,95 persen, ekspor 6,17 persen dan impor 12,75 persen.

Sementara itu, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2018 masih didominasi oleh Jawa yang menyumbang kontribusi kepada PDB sebesar 58,67 persen, diikuti Sumatera 21,54 persen, Kalimantan 8,24 persen, Sulawesi 6,02 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,03 persen serta Maluku dan Papua 2,5 persen.

Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku triwulan I-2018 mencapai Rp3.505,3 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.498,4 triliun.

Konsumsi Stagnan

Komponen konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) cenderung stagnan. Pada kuartal pertama tahun ini hanya tumbuh 5,95% year on year (YoY), naik tipis dari kuartal pertama 2017 yang sebesar 4,94% YoY.

Padahal, seluruh sektor yang berhubungan dengan komponen ini naik. Utamanya pada kelompok restoran dan hotel, dan kelompok kesehatan dan pendidikan.

Kepala BPS mengatakan, belum tingginya pertumbuhan konsumsi periode Januari-Maret tahun ini diindikasikan sejumlah hal. Pertama, persentase pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi kuartal-I 2018 lebih rendah dari kuartal-I 2017.

“Uangnya untuk apa? ada yang ditabung atau yang untuk investasi,” kata Suhariyanto.

Kedua, sektor makanan dan minuman selain restoran tercatat tumbuh 5,12% YoY, tapi melambat dibanding kuartal pertama tahun lalu yang sebesar 5,24% YoY. Begitu juga dengan sektor transportasi komunikasi yang tumbuh 4,92%, melambat dibanding kuartal-I 2017 yang sebesar 5,3%.

Peranan kedua sektor ini besar sekali. Makanan dan minuman menyumbang 40% konsumsi rumah tangga.

Ketiga, BPS mencatat adanya kenaikan penyaluran bantuan sosial sebesar 87,61%, kenaikan nilai tukar petani, dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Namun ketiga hal itu itu tak terlalu besar artinya, karena persentase pengeluaran kelompok 40% masyarakat kelas bawah hanya menyumbang 17% terhadap total konsumsi rumah tangga.

BPS berharap komponen ekspor dan investasi masih akan bertumbuh, karena kedua hal itu berdampak langsung pada kenaikan pertumbuhan ekonomi. [DAS]