Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017: Suram!

Koran Sulindo – Banyak pihak pesimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2017 ini. Misalnya, mereka memprediksi ekspor Indonesia jauh lebih jelek dari tahun 2016. Karena, sangat sedikit produk Indonesia yang bisa diekspor. Jumlah kapal yang akan bersandar ke pelabuhan pun akan mengalami penurunan 30% sampai 40%. Seperti diketahui, kontributor pertumbuhan ekonomi antara lain nilai ekspor.

Perputaran uang, masuk-keluar di perbankan, pun akan mengalami penurunan. Yang mengkhawatirkan, utang yg bergerak di sektor properti sudah sangat tinggi sehingga berkemungkinan besar gagal bayar. Apalagi, pembeli berkurang drastis.

Bahkan, Bank Indonesia telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017, dari sebelumnya diperkirakan sebesar 5,05% (year on year/yoy). Alasannya: masih rendahnya konsumsi pemerintah. “Kuartal I-2017 itu akan ada di bawah 5,05 persen. Kami akan sampaikan kalau sudah mendapatkan perkiraan angka akhirnya,” ungkap Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo setelah peluncuran Bantuan Pangan Nontunai di Jakarta Timur, Kamis (23/2). Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan Bank Indonesia akan bergerak di rentang 5% sampai 5,04% (yoy).

Kontribusi belanja pemerintah, tambahnya, sangat signifikan dalam mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Namun, di triwulan I-2017 ini, belanja pemerintah belum terealisasi dengan baik. Lazimnya, kondisi tersebut terjadi di awal tahun, karena pemerintah harus melakukan konsolidasi fiskal setelah menutup tahun anggaran 2016. “Memang lebih karena rendahnya pengeluaran pemerintah. Memang ada konsolidasi setelah tahun anggaran 2016. Seperti diketahui, peran belanja pemerintah sangat besar ke pertumbuhan,” ujarnya.

Namun, berbeda dengan prediksi berbagai pengamat, Bank Indonesia justru memperkirakan ekspor membaik pada triwulan I-2017. Perbaikan tersebut terjadi karena pemulihan harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Menurut proyeksi Bank Indonesia, harga delapan komoditas pada 2017 akan naik rata-rata 10,2%, setelah harga komoditas pada 2016 lesu dan memukul kontribusi ekspor. [PUR]