Pertumbuhan Ekonomi, Dua Tahun yang Sia-sia

Pertumbuhan ekonomi pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla dalam dua tahun terakhir tidak bergerak [Foto: istimewa]

Koran Sulindo – Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla disebut belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, paket kebijakan ekonomi itu tidak fokus pada sektor yang dituju.

Karena itu, Enny Sri Hartati, pemerintah gagal memanfaatkan kesempatan percepatan pertumbuhan ekonomi lewat paket kebijakan tersebut. Padahal, percepatan pertumbuhan pereokonomian pada 2016 menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) itu cukup potensial.

Kegagalan tersebut, kata Enny, lantaran pemerintah tidak menyelesaikan banyak persoalan seperti daya beli dan investasi. Ia karena itu memperkirakan hal yang sama juga terjadi pada tahun ini, jika pemerintah tidak menyelesaikan masalah-masalah yang ia sebutkan itu.

“Pertumbuhan akan terlewatkan. Ketika ekonomi memburuk pemerintah justru tidak memberi stimulus,” kata Enny di kantornya, Jakarta, Kamis (9/2).

Paket kebijakan ekonomi digulirkan untuk mendorong daya saing industri, membuka lapangan pekerjaan dan menumbuhkan perekonomian secara merata. Sejatinya pertumbuhan Indonesia melambat sejak 2013 karena perlambatan ekonomi global.

Ekonomi Tak Bergerak
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, paket kebijakan dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dalam dua tahun terakhir pertumbuhan justru macet atau tak bergerak meski dengan berbagai paket kebijakan.

Ia bahkan menilai pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai 5,02 persen belum menggambarkan upaya maksimal. Angka ini, kata Ahmad Heri Firdaus, ditopang konsumsi rumah tangga yang pertumbuhannya mencapai 5,1 persen.

Artinya, pertumbuhan ekonomi karena masyarakat. Bahkan jika pemerintah tidak melakukan apa-apa, ekonomi akan tetap tumbuh. Kenyataannya investasi melambat, ekspornya turun lebih kecil dari impor.

Kendati demikian, Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Takehiko Nakao dalam kunjungannya beberapa waktu lalu tetap memuji paket kebijakan ekonomi pemerintah Jokowi. Kebalikan dari Indef, ia menganggap investasi justru membaik dan tingkat konsumsi masyarakat masih kuat.

ADB karena itu memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,1 persen pada tahun ini. Naik sedikit dibanding 2016 yang hanya 5,02 persen. Sementara inflasi akan bergerak naik menjadi empat persen dari sebelumnya 3,5 persen.

Sejak September 2015, Indonesia telah meluncurkan 14 paket kebijakan, yang terdiri atas serangkaian reformasi kebijakan di berbagai bidang yang ditujukan untuk meningkatkan investasi, memperkuat daya saing, dan mendiversifikasi perekonomian.

Strategi Kemitraan Tingkat Negara ADB dengan Indonesia periode 2016 hingga 2019 fokus pada peningkatan layanan infrastruktur, penguatan tata kelola ekonomi, serta peningkatan pendidikan dan keterampilan. ADB berkomitmen untuk menggelontorkan pinjaman sekitar US$ 2 miliar per tahun dalam jangka menengah.

ADB juga akan berinvestasi di berbagai sektor seperti energi bersih dan terbarukan, agribisnis, rumah sakit, serta farmasi. [KRG]