Pada tanggal 16 Desember 1838, sebuah pertempuran besar yang dikenang sebagai Battle of Blood River terjadi di Afrika Selatan. Peristiwa ini melibatkan dua kekuatan besar: Voortrekker, para pemukim Boer yang mencari tanah baru, dan Zulu, salah satu kerajaan terkuat di wilayah tersebut. Pertempuran ini tidak hanya menjadi bagian penting dari sejarah Afrika Selatan, tetapi juga membentuk narasi identitas nasional bagi berbagai kelompok di negara itu.
Latar Belakang Konflik
Pada awal 1830-an, para Voortrekker memulai migrasi besar-besaran yang dikenal sebagai Great Trek. Perpindahan ini dilakukan untuk melarikan diri dari kendali Inggris di Cape Colony. Dalam perjalanan mereka, Voortrekker memasuki wilayah yang dikuasai oleh suku Zulu yang dipimpin oleh Raja Dingane.
Pada tahun 1838, terjadi pembantaian yang memicu konflik besar. Raja Dingane, yang awalnya setuju untuk memberikan tanah kepada Voortrekker di bawah kepemimpinan Piet Retief, mengkhianati mereka. Piet Retief dan 70 pengikutnya dibunuh, sementara pasukan Zulu menyerang pemukiman Voortrekker dan membantai ratusan pria, wanita, dan anak-anak dalam tragedi yang dikenal sebagai Weenen Massacre.
Sebagai tanggapan, para Voortrekker yang selamat mengorganisasi serangan balasan di bawah komando Andries Pretorius. Mereka memilih lokasi strategis di dekat Sungai Ncome, yang kemudian dikenal sebagai Sungai Darah.
Jalannya Pertempuran
Pada pagi hari 16 Desember 1838, sekitar 470 Voortrekker, dengan senapan dan meriam kecil, bersiap menghadapi 10.000 hingga 15.000 prajurit Zulu yang dipersenjatai tombak dan perisai tradisional. Voortrekker membangun benteng pertahanan dari gerobak yang disusun melingkar, yang disebut laager.
Pasukan Zulu melancarkan serangan dalam gelombang besar menggunakan formasi “tanduk kerbau” (impondo zankomo), tetapi gagal menembus pertahanan Voortrekker. Dengan bantuan senjata api modern dan posisi strategis, Voortrekker berhasil mempertahankan diri. Dalam waktu beberapa jam, sekitar 3.000 prajurit Zulu tewas, sementara Voortrekker tidak kehilangan satu pun nyawa.
Sungai Ncome dikatakan berubah warna menjadi merah karena banyaknya darah yang mengalir, sehingga pertempuran ini dikenang sebagai Battle of Blood River atau Pertempuran Sungai Darah.
Dampak dan Warisan Sejarah
1. Kemenangan Voortrekker
Kemenangan ini meningkatkan kepercayaan diri Voortrekker dan memperkuat posisi mereka di wilayah Natal. Mereka menganggap kemenangan ini sebagai tanda perlindungan ilahi, yang kemudian diabadikan dalam “Hari Perjanjian” (Day of the Vow) setiap tanggal 16 Desember.
2. Dampak pada Kerajaan Zulu
Kekalahan besar ini melemahkan Raja Dingane, yang akhirnya digulingkan oleh saudaranya, Mpande, dengan bantuan Voortrekker. Kerajaan Zulu kehilangan dominasi mereka di wilayah tersebut.
3. Simbol Identitas Nasional
Pada era apartheid, Battle of Blood River dijadikan simbol perjuangan Afrikaner. Namun, setelah apartheid berakhir, tanggal 16 Desember diubah menjadi Hari Rekonsiliasi untuk mempromosikan persatuan antara berbagai kelompok etnis di Afrika Selatan.
Monumen dan Peringatan
Hari ini, lokasi pertempuran dilestarikan melalui dua monumen utama:
Blood River Monument: Sebuah instalasi berupa lingkaran gerobak yang mengenang pertahanan Voortrekker.
Museum Sungai Ncome: Dibangun di sisi lain sungai untuk menceritakan perspektif Zulu tentang peristiwa ini. [IQT]