Koran Sulindo – Menarik, bahwa penjajah dan bangsa agresor perlu menanyakan apakah mereka yang dijajah bahagia atau tidak. Meski konyol, namun itulah yang benar-benar ditanyakan oleh tentara Israel.
Orang-orang Palestina yang akan meninggalkan Jalur Gaza pekan ini diharuskan menyelesaikan survei opini publik yang bersisi 17 pertanyaan dalam bahasa Arab. Survei itu digelar Kantor Koordinasi dan Penghubung Distrik Angkatan Bersenjata Israel (IDF).
Pertanyaan pertama adalah, “Secara umum saya bahagia dengan hidup saya akhir-akhir ini” setuju atau tidak setuju?
Menurut seroang warga Israel yang melihat kuesioner itu mengatakan sebagian besar orang-orang Palestina itu tampaknya menjawab ‘sepenuhnya setuju’ atau ‘setuju’ meski kuisioner itu juga menyediakan jawaban ‘tidak setuju,’ atau ‘sama sekali tidak setuju.’
Jelas, mungkin mereka ‘bahagia’ karena berhasil dari Jalur Gaza. Tahun lalu jumlah penduduk Palestina yang diizinkan meninggalkan wilayah itu turun tajam dibanding periode sebelumnya.
Tahun 2015, IDF mencatat jumlah keberangkatan meninggalkan Jalur Gaza tercatat rata-rata 14.276 sebulan, setahun berikutnya jumlah keberangkatan turun menjadi 12.150 dan anjlok menjadi hanya 5.693 keberangkatan di tahun 2017.
Penurunan konsisten itu berbanding terbalik dengan yang setengah juta keberangkatan pada paruh pertama tahun 2000.
“Bahagia” seperti bukanlah deskripsi yang didengar seseorang dalam percakapan telepon seperti yang dilaporkan Haaretz seseorang di Gaza. Ia seorang guru SMA dan menjawab, “Semuanya baik-baik saja, artinya pada saat tertentu tidak ada seorangpun di keluarga yang sakit, atau terluka, atau terbunuh. Bahwa kita memiliki makanan dan salah satu dari kita masih bekerja dan membantu keluarga.”
Orang-orang di Gaza adalah masyarakat yang terlupakan dan dicekik blokade Israel lebih dari 10 tahun terakhir. Alasan blokade semata-mata politik, bukan keamanan seperti yang selama ini digembar-gemborkan Israel.
Masyarakat dunia jelas bersekongkol dengan Israel dan gagal mengambil tanggung jawab untuk mengakhiri kejahatan pada kemanusiaan itu.
Dengan populasi mencapai hampir dua juta hanya sedikit yang sudah dilakukan masyarakat internasional untuk membantu mereka yang terkepung. Israel menunjukkan watak khas penjajah.
“Beberapa orang tidak punya uang untuk membeli zaatar. Lagi pula siapa juga yang bisa membayar syikal untuk sebuah perjalanan,” kata sang guru itu.
Tentu saja, uraian singkat guru SMA itu membuat kita tak perlu lagi menebak jawaban dari pertanyaan kedua kuisioner, “Menurut Anda, situasi ekonomi saat ini adalah yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir?”
Catatan perjalanan yang didokumentasikan IDF itu menunjukkan sepertiga dari perjalanan bulanan pada tahun 2017 itu dilakukan oleh mereka yang sakit. Diragukan golongan ini menjawab ‘setuju’ atau ‘sangat setuju’ untuk pertanyaan pertama?
Asal tahu saja, di Gaza sebuah ironi satir tentang seorang gadis remaja Palestina yang iri kepada temannya, “Betapa beruntungnya Anda. Anda menderita kanker dan Anda bisa pergi ke Nablus.”
Jumlah orang sakit yang melakukan perjalanan keluar dari Gaza untuk berobat relatif stabil selama ini. Namun, pertanyaan nomor 16, jelas sangat retoris. “Keadaan siapa yang lebih baik, penduduk Gaza atau Tepi Barat?”
Jika di Tepi Barat sebuah permohonan izin perjalanan Tepi Barat membutuhkan waktu pemeriksaan selama 23 hari kerja, di Gaza waktunya molor dua kali lebih lama menjadi 50 sampai 70 hari. Meski menyediakan ‘jalur’ pintas untuk hal-hal darurat, di Gaza spontanitas jelas benar-benar tak mendapat tempat.
Tak hanya soal ekonomi, pertanyaan lain kuisioner fokus pada isu-isu keamanan dan rekonsiliasi Palestina misalnya, “Menurut Anda siapa yang bertanggung jawab atas situasi ekonomi di Jalur Gaza – Hamas, PA, Israel, Mesir atau lainnya.”
Atau, “Menurut Anda, bagaimana situasi ekonomi di Gaza dapat diperbaiki, ekspor, pembangunan infrastruktur, pekerja berangkat ke Israel, melaksanakan rekonsiliasi atau lainnya.”
Seorang warga jalur Gaza yang berhasil melewati pos pemeriksaan di Erez, mengatakan mestinya kelonggaran mendapatkan izian keluar sangat penting untuk memperbaiki situasi ekonomi.
Ia adalah seorang pedagang, menjual lem dan cat, dan memiliki izin Israel untuk membawa barang-barang ke Gaza yang diklasifikasikan memiliki ‘tujuan ganda’.[TGU]